Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Tersudut Firli oleh Keterangan Saksi Ahli

Penyidik disebut memiliki bukti kuat untuk menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka berdasarkan Pasal 36 Undang-Undang KPK.

11 November 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ketua KPK Firli Bahuri di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 11 Februari 2021. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Polda Metro Jaya dinilai memiliki alat bukti yang kuat untuk menetapkan Firli Bahuri menjadi tersangka.

  • Dalam tahap penyidikan, Polda Metro Jaya telah memeriksa 72 saksi.

  • Penyidik juga meminta penafsiran dari ahli hukum pidana dan mantan pimpinan KPK.

JAKARTA – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2015-2019, Saut Situmorang, berpendapat bahwa penyidik Polda Metro Jaya memiliki alat bukti yang kuat untuk menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka, terutama yang berkaitan dengan Pasal 36 juncto Pasal 65 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. “Pasal 36 itu menekankan bahwa dengan alasan apa pun (pimpinan KPK) tidak boleh berhubungan dengan orang yang sedang beperkara,” kata Saut, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bukti-bukti itu diperkuat oleh keterangan sejumlah saksi, termasuk Syahrul Yasin Limpo. Bahkan Firli Bahuri juga mengakuinya. Ia bertemu dengan Syahrul pada 2 Maret 2022 di sebuah lapangan bulu tangkis. Pertemuan itu terjadi sebelum KPK menangani dugaan korupsi di Kementerian Pertanian yang melibatkan Syahrul.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pertemuan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri (kiri) dan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang diduga di GOR badminton di kawasan Mangga Besar, Jakarta, 2 Maret 2022. ANTARA/HO 

Namun penyidik menemukan fakta berbeda. Berdasarkan keterangan sejumlah saksi, dugaan korupsi itu sudah dilaporkan ke Direktorat Pelayanan dan Pengaduan Masyarakat KPK sejak 2019. Hanya, penyidik tidak mau gegabah dalam mengambil kesimpulan adanya pelanggaran terhadap Pasal 36. “Karena itu, penyidik meminta penafsiran saya tentang kapan pengaduan masyarakat yang masuk ke KPK ditangani,” kata Saut. “Jadi, saya jelaskan definisi yang sedang beperkara itu apa.”  

Saut diperiksa sebagai saksi ahli oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya pada 17 Oktober lalu. Pemeriksaan itu berhubungan dengan kasus pemerasan terhadap pejabat di Kementerian Pertanian yang dilaporkan pada 12 Agustus 2023 dan diduga melibatkan Firli Bahuri. Pada 6 Oktober lalu, kasus ini sudah masuk ke tahap penyidikan, tapi belum ada penetapan tersangka.

Sejauh ini penyidik telah memeriksa 72 saksi yang sebagian besar adalah saksi fakta, yaitu saksi yang terlibat langsung dengan peristiwa yang dilaporkan. Sisanya merupakan saksi ahli dengan berbagai latar belakang, seperti hukum pidana, hukum acara, digital forensik, dan multimedia, termasuk mantan pimpinan KPK. 

Menurut Saut, penanganan perkara oleh KPK dimulai sejak surat pengaduan masuk ke komisi antirasuah. Aturan yang termuat dalam Pasal 36 UU KPK itu memang bertujuan mencegah pimpinan KPK menemui pihak yang beperkara. Jadi, tidak masuk akal bila aturan dalam Pasal 36 justru diberlakukan pada tahap penyelidikan dan penyidikan. “Pimpinan KPK punya asymmetric information atau informasi yang bakal berpotensi konflik,” katanya.  

Wakil Ketua KPK periode 2007-2011, Mochammad Jasin, sependapat dengan Saut. Bahkan dia menilai penyidik juga bisa menjerat Firli dengan Pasal 12 huruf e atau Pasal 12B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. "Pasal itu sudah confirmed karena ada yang menyerahkan uang," ujar Jasin kepada Tempo, 24 Oktober lalu.

Penyidik sebelumnya juga meminta pendapat dari ahli hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar. Menurut Fickar, ia diminta menafsirkan sejumlah pasal yang bisa digunakan penyidik untuk menjerat Firli. Di antaranya Pasal 12 huruf e, Pasal 12B, dan Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, ada Pasal 36 dan Pasal 65 UU KPK. 

Pasal 36 berisi larangan anggota KPK bertemu langsung dengan tersangka atau pihak yang berhubungan dengan perkara korupsi. Menurut Fickar, pasal ini cukup kuat digunakan penyidik dalam penetapan tersangka. Sebab, Pasal 36 merupakan delik formil dan mengadakan pertemuan sudah otomatis merupakan delik atau kejahatan. “Jadi, tidak perlu pembuktian apa pun isi pembicaraannya,” kata Fickar. 

Cerita detail tentang dugaan pemerasan yang melibatkan Filri sebelumnya disampaikan oleh Muhammad Hatta. KPK telah menetapkan Hatta sebagai tersangka suap dan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian. Hatta adalah anak buah Syahrul ketika bekas Gubernur Sulawesi Selatan itu menjabat Menteri Pertanian. Belakangan, Syahrul pun menyusul berstatus sebagai tersangka. 

Hatta mengklaim pernah diminta Syahrul menyiapkan uang miliaran rupiah untuk diserahkan kepada Firli. Penyerahan uang tersebut berlangsung dalam tiga tahap. Tahap pertama pada akhir Juni 2022. Lalu, pada Oktober 2022 dan terakhir pada Desember 2022.

Ketika diperiksa polisi untuk kasus dugaan pemerasan, Syahrul mengaku telah lima kali bertemu dengan Firli. Tiga pertemuan di antaranya di rumah mewah di Jalan Kertanegara Nomor 46, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. 

Ketua KPK Firli Bahuri dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo setelah melakukan pertemuan di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 9 Februari 2020. TEMPO/Imam Sukamto

Jamaluddin Koedoeboen, pengacara Syahrul, mengatakan kliennya dua kali diperiksa penyidik kepolisian, yaitu pada 9 dan 22 Oktober 2023. "Sebetulnya tidak ada hal baru dalam pemeriksaan kedua. Penyidik hanya ingin memastikan konsistensi jawaban Syahrul," ujar Jamaluddin, 2 November lalu.

Jamaluddin menuturkan, dalam pemeriksaan tersebut, kliennya mengakui adanya pertemuan dengan Firli. Jumlah dan detail pertemuan, Jamaluddin mengatakan, seperti yang sudah terungkap serta beredar di media.  

Penyidik sudah memeriksa Firli pada 24 Oktober lalu. Penyidik kemudian melayangkan surat panggilan kedua pada 2 November lalu untuk pemeriksaan lanjutan pada 7 November 2023. Namun Firli tidak menghadiri pemeriksaan itu karena mengikuti agenda kegiatan KPK di Aceh.

Hingga kemarin Tempo belum bisa meminta tanggapan dari Firli. Namun di sela kegiatan di Banda Aceh, Firli menegaskan bahwa dirinya tidak akan menghindari panggilan pemeriksaan dari Polda Metro Jaya terkait dengan kasus yang diduga melibatkannya. "Jadi, tidak ada kata menghindar (dari pemeriksaan di Polda Metro Jaya) atau apa pun, tidak ada," kata Firli kepada awak media, Kamis lalu. "Saya akan hadapi semua."  

EKA YUDHA SAPUTRA | ANTARA 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Eka Yudha Saputra

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus