Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kian Intim dengan Peci Putih

INTI pidato Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Gatot Nurmantyo di depan politikus Partai Keadilan Sejahtera di gedung Dewan Perwakilan Rakyat ada di ujungnya.

2 Oktober 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kian Intim dengan Peci Putih

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INTI pidato Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Gatot Nurmantyo di depan politikus Partai Keadilan Sejahtera di gedung Dewan Perwakilan Rakyat ada di ujungnya. Gatot menyatakan pujian yang hendak didengar pentolan-pentolan partai Islam ini: "Saya datang ke sini karena memang saya bangga dengan partai ini yang konsisten menjaga persatuan dan kesatuan bangsa."

Hadirin pun berdiri dan bertempik-sorak. Pentolan PKS bungah dan berterima kasih atas kehadiran Gatot sebagai pembicara tamu diskusi bertema "Pancasila dan Integrasi Bangsa" dalam rangka peringatan 30 September 1965 pada Rabu pekan lalu itu. "Saya sampaikan apresiasi atas kesediaan Pak Gatot hadir memenuhi undangan kami," kata Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini.

Setelah berpidato, Gatot langsung pamit karena sudah ditunggu Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan. Elite PKS jadi tak punya kesempatan mengobrol dengannya karena dia juga datang terlambat 30 menit dari jadwal pidato. "Sudah dua kali Pak Gatot datang ke PKS," ujar Jazuli.

Elite PKS punya kesan positif terhadap religiositas Gatot. Ketua Komisi Pertahanan DPR Abdul Kharis Almasyhari menilai Gatot sebagai muslim yang taat. "Setiap tiba waktunya salat, dia akan meminta izin kepada peserta rapat untuk melaksanakan ibadah dulu," tuturnya.

PKS kian terpikat pada Gatot terutama setelah demonstrasi besar umat Islam pada 2 Desember tahun lalu di Monumen Nasional. Demonstrasi yang menolak Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama karena ia seorang Tionghoa dan Kristen itu mendorong Presiden Jokowi keluar dari Istana menemui dan berpidato di hadapan mereka.

Gatot mendampingi Jokowi saat naik panggung yang diiringi hujan deras itu. Gatot terlihat mencolok karena ia satu-satunya pendamping Jokowi yang memakai peci putih, sama dengan ratusan ribu pedemo.

Kepada Rosiana Silalahi dari Kompas TV, Gatot mengatakan peci putih itu sengaja ia siapkan agar bisa membaur dengan demonstran. "Saya kan Islam. Apa salahnya saya memakai peci putih?" katanya.

Arifin Ilham, dai kondang yang acap menangis saat memimpin zikir, juga silau akan keislaman Gatot. Pada awal bulan lalu, Arifin mengunggah fotonya sedang mengobrol dengan Jenderal Gatot di sebuah masjid. Ia memberi keterangan pada foto itu: "Jenderal Penjaga Wudhu". "Itu foto sehabis buka puasa," ujarnya.

Menurut Awaluddin, anggota staf Arifin Ilham, foto itu diambil di Masjid At-Taqwa, Markas Besar TNI Angkatan Darat, pada Ramadan lalu. Gatot mengundang beberapa ulama. Selain Arifin, nama besar yang diundang adalah Habib Nabiel Al Musawa- bekas anggota DPR dari PKS yang kini memimpin Majelis Rasulullah Pusat dengan banyak pengikut.

Nabiel bolak-balik ke Cilangkap memimpin salat. Dua pekan lalu, ia berkhotbah salat Jumat, lalu mengunggah fotonya bersama Gatot ke Twitter. "Bercengkerama dengan sahabat saya, Bapak Panglima TNI yang ramah dan rendah hati. Selepas mengisi khotbah Jumat di Mabes TNI Cilangkap. Berkah ya Rabb," Nabile menulis.

Kiai besar lain yang pernah diundang ke Cilangkap adalah Abuya Muhtadi- salah seorang anggota Dewan Penasihat Syuriah Nahdlatul Ulama. Aktivis Gerakan Pemuda Islam Indonesia, Nanang Qosim, yang mengetahui kedekatan Abuya Muhtadi dengan Gatot, mengatakan mereka beberapa kali bertemu. "Untuk bertemu, Kiai Abuya diajak ke Cilangkap," tuturnya.

Selain mengundang ulama, Gatot berkeliling ke banyak pesantren. Pada Ramadan lalu, ia berpidato di Tasikmalaya dalam guyuran hujan lebat. Dalam pidatonya, Gatot mengatakan Pancasila adalah hadiah ulama untuk Indonesia dan, karena itu, tidak mungkin ulama merusak Pancasila. "Maka, kepada prajurit, di mana pun kamu bertugas, kamu harus bersama-sama dengan ulama," ujarnya.

Pidato yang beredar di YouTube itu menegaskan Gatot sedang mencari dukungan politik untuk bertarung dalam pemilihan presiden 2019. Apalagi sejumlah partai juga berminat mengusungnya sebagai calon alternatif. "Ah, saya enggak mikir," katanya ketika dimintai konfirmasi soal manuver-manuvernya. "Belum."

Sekretaris Jenderal PKS Mustafa Kamal mengatakan nama Gatot masuk radar PKS sebagai calon presiden. Gerindra juga tertarik memasangkannya dengan Prabowo Subianto. Partai Amanat Nasional dan Partai Persatuan Pembangunan tak kalah gesit menyatakan tertarik mengusung Gatot dalam Pemilihan Umum 2019.

Masalahnya, pernyataan Gatot yang menuduh lembaga-negara lain mengimpor senjata serbu secara ilegal memicu syak wasangka dan saling tuduh di kalangan pembantu Presiden. Akibatnya, partai-partai kehilangan minat mengusungnya, terutama partai pendukung pemerintah yang akan mencalonkan kembali Jokowi dalam pemilu nanti.

Sekretaris Jenderal Partai NasDem Johnny Gerald Plate mengatakan partainya telah lama menggadang-gadang Gatot sebagai kandidat alternatif calon wakil presiden. "Tapi manuvernya belakangan ini jadi poin negatif. Kami harus mempertimbangkan lagi rencana mengusulkan Gatot kepada koalisi," tutur Johnny.

Menurut dia, peluang mengusung Gatot telah dibicarakan beberapa kali dalam rapat Dewan Pimpinan Pusat Partai NasDem. Partai ini menilai kinerjanya cukup baik. NasDem, kata Johnny, berencana menyodorkan nama Gatot sebagai calon wakil presiden ke pemimpin koalisi partai pemerintah, PDI Perjuangan, setelah dia pensiun.

Ketua Badan Pemenangan Pemilu PDI Perjuangan Teras Narang menyatakan partainya belum membicarakan pemilihan presiden 2019 dengan partai anggota koalisi. Saat ini, semua partai berkonsentrasi pada pemilihan kepala daerah serentak, 27 Juni 2018. "Setelah itu, akan kami bahas soal 2019. Politik itu dinamis," ujarnya. Agustus lalu, Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Ahmad Basarah menyatakan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri yang akan memutuskan usul calon presiden dan wakilnya.

PDI Perjuangan, kabarnya, sudah menimang sejumlah kandidat pendamping Jokowi. Kalangan profesional nonmiliter dianggap paling menguntungkan untuk memastikan Jokowi tak direcoki wakil presiden yang sibuk bermanuver mencalonkan diri untuk pemilihan presiden 2024. "Bisa laki-laki atau perempuan," kata seorang pejabat di Istana Negara.

Menanggapi manuver dan kontroversi itu, Gatot membantahnya sebagai gerilya politik. "Kalau saya berpolitik, apa yang saya lakukan itu bodoh. Konstituen bisa kabur," ujarnya setelah keluar dari ruangan Fraksi PKS.

Gadi Makitan, Syafiul Hadi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus