SEKITAR lima ribu kios di pasar-pasar Jakarta disegel Perusahaan
Daerah (PD) Pasar Jaya pertengahan Maret lalu. Alasannya
kios-kios itu tidak juga dimanfaatkan. Jika perlu kios-kios itu
akan diberikan kepada peminat lain.
Dan sementara penyegelan berlangsung tersiar bisik-bisik: nasib
kios yang disegel itu tergantung kepada tawar menawar antara
pedagang dengan petugas. Artinya apa lagi kalau bukan "uang
pelicin" dianggap sebagai kunci bisa tidaknya seorang tetap
memiliki kios-kios tadi.
DPRD DKI Jakarta ada juga perhatiannya. Dipimpin Parulian
Silalahi dari Frakgi Karya Pembangunan, Komisi D lembaga itu
Senin pekan lalu berkunjung ke Pasar Jatinegara. Maksudnya
selain mengecek harga bahan-bahan kebutuhan pokok masyarakat
yang sudah berkembang sejak Kenop-15, juga untuk mengetahui
kebenaran cerita bisik-bisik dimaksud. Dari kalangan pedagang
tak ada cerita yang jelas. Namun para pejabat PD Pasar Jaya
berjanji "akan memperhatikan" cerita yang mengesankan adanya
ketidak-beresan soal perpasaran tersebut.
Seperti pernah dikatakan Wakil Gubernur drs Asmawi Manaf kepada
TEMPO, akhir Pebruari lalu, pemerintah DKI sekarang ini tidak
akan main-main menghadapi pemilik kios yang tidak mau berjualan
atau membuka kiosnya. Itulah sebabnya PD Pasar Jaya
diperintahkan menyegel kios-kios yang diketahui lama tidak buka.
Meskipun dari pihak pedagang tak kurang alasan. Para pedagang di
lantai II Pasar Jatinegara misalnya mengeluh pembeli mereka sepi
karena pengaturan jenis jualan bercampur aduk.
Kendati begitu pemerintah DKI pun tampaknya tidak ingin dicap
bertindak tidak bijaksana. "Kalau satu kios dinyatakan
pemiliknya segera akan dibuka tapi minta syarat diberi
keringanan luran Pemeliharaan Pasar (IPP) -- yang sebelumnya
lama tidak dibayar --dibebaskan sebagian, PD Pasar Jaya tetap
memberikan hak pakai kios kepada pemiliknya selama ini." Begitu
menurut Kepala Humas PD Pasar Jaya Jeremia Sinuhaji kepada
Yudhistira dari TEMPO.
Yang Penting: Ramai Dulu
Menurut Jeremia selama dua minggu penyegelan berlangsung, para
pedagang yang kiosnya disegel diberi kesempatan mendaftarkan
diri kembali. Ini dimaksudkan apakah masih berminat menjadi
pedagang atau tidak. Pekan lalu waktu dua minggu itu berakhir.
Diketahuilah, dari 11 ribu kios yang disegel itu 3585 di
antaranya telah disanggupi pemiliknya untuk dibuka dengan status
hak pakai.
Permintaan itu tidak otomatis dikabulkan. Menurut Jeremi
"diperlukan waktu dua minggu lagi bagi PD Pasar Jaya untuk
mengadakan penelitian." Tapi yang pasti kriterianya "kios-kios
yang sama sekali tak pcrnah menunjukkan adanya usaha, dicabut."
Rencananya kios-kios yang dicabut dari pemilik semula itu bakal
diperuntukkan bagi para pedagang kaki-5 di sekitar pasar-pasar
yang bersangkutan. oisebut syarat-syarat pengisian bagi golongan
pedagang kaki-5 itu lebih ringan dibanding bagi pedagang modal
kuat yang galib disebut non-pri. "Yang penting pasar-pasar itu
ramai dulu, soal sewa tempat belakangan," Jeremia bertutur.
Sebaliknya pihak pemilik kios yang belum membuka kiosnya justru
hanya ingin berdagang kalau tempat itu sudah ramai. Dan caranya,
kata mereka, dapat diatur dengan menggoloneIan jenisjenis
barang dagangan di satu lokasi dan tidak campur aduk seperti
dialami pedagang-pedagang di Pasar Jatinegara.
Bagaimana dengan kios-kios yang tidak dipergunakan pemiliknya
untuk tempat berjualan melainkan gudang? Dalam hal ini pun PD
Pasar Jaya rupanya masih berbaik hati. Seperti dikatakan
Jeremia, separuh dari 11 ribu kios yang disegel Maret lalu
dijadikan pemiliknya sebagai gudang. "Karena fungsinya yang
penting bagi pedagang grosir, seperti halnya di Pasar
Jatinegara, untuk sementara segel itu dibuka kembali."
Bahwa bercampurnya gudang dengan kios yang dimanfaatkan sebagai
tempat berjualan tidak mengundang banyaknya pengunjung pasar
diakui oleh PD Paal Jaya. Tentang itu Jeremia berkata
"kios-kios mana yang bisa dipakai untuk gudang akan ditinjau
kembali."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini