Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Nilai Hadiah Adinegoro '78?

Dewan juri karya tulis tidak pernah bersidang, cara menilai pun belum mantang, tapi harus ada pemenang, tujuannya untuk meningkatkan mutu jurnalistik. Gagasan ini mendapat inspirasi dari Pulitzer Price.(md)

7 April 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HADIAH Adinegoro '78 seakan- akan dipaksakan, terutama untuk karya tulis. Dewan jurinya yang terdiri dari 5 orang diharuskan mencari pemenang. Memang ada pemenang. Tapi apakah selayaknya menang? "Terus terang saya terkejut," demikian Rosihan Anwar, anggota Dewan Juri, tentang mutu 31 karangan yang masuk "yang umumnya kurang memadai dari sudut teknis jurnalistik." Rosihan ini sudah 8 tahun menjadi Direktur Program Karya Latihan Wartawan (KLW) PWI Pusat. Jadi, penilaiannya boleh dianggap berwibawa. Suatu buku peringatan Hadiah Adinegoro (1974-78) memuat komentar Rosihan tentang apa yang telah terjadi, antara lain: "Panitia Penyelenggara meminta saya supaya memberikan angka penilaian (dari 0 hingga 100) untuk empat hal yaitu (1) Jurnalistik, (2) Kedalaman, (3) Sistematik-komposisi, (4) Bahasa. Sudah barang tentu saya ikuti pedoman pihak Panitia tersebut, walaupun pribadi saya beranggapan sebenarnya hanya tiga syarat atau aspek sesuatu karangan yang perlu dinilai yaitu (1) Isi, (2) Bahasa, (3) Teknik persembahan. Ketentuan ini ialah menurut ilmu komposisi yang lazim. Barangkali pada tahun depan Panitia suka mernpertimbangkan pandangan ini" Terbayang dari situ bahwa cara memberi penilaian masih belum matang dipikirkan. Padahal pemilihan untuk Hadiah Adinegoro ini sudah kelima kalinya sejak 1974. Hadiah Pulitzer PWI Jaya memprakarsai gagasan Hadiah Adinegoro dengan tujuan meningkatkan mutu jurnalistik, terutama di Jakarta. Gagasan ini mendapat inspirasi dari Pulitzer Prie di Amerika Serikat. Tapi Joseph Pulitzer (1847-1911), wartawan dan penerbit terkenal itu, menghibahkan uang yang cukup besar jumlahnya pada Columbia University guna membuka jurusan jurnalistik (1912) dan kemudian hadiah tahunan sejak 1917. Ada 12 macam hadiahnya di bidang jurnalistik saja, di samping untuk penulisan buku, karya musik dan beasiswa. Sesuai dengan pesan Pulitzer, Columbia University menetapkan para pemenang berdasar rekomendasi Badan Penasehat. Universitas itu menunjuk sejumlah juri untuk kategori masing-masing. Tapi pilihan juri hanya dipakai sebagai bahan pertimbangan bagi Badan Penasehat itu yang beranggotakan para tokoh pers terkemuka dan dari Columbia itu sendiri. Para peserta mengirimkan karya masing-masing pada sekretariat Badan Penasehat tadi. Semua sudah berjalan teratur. Diselenggarakan dengan penuh wibawa, Pulitzer Prize sungguh berniiai tinggi di mata masyarakat. Djamaluddin Adinegoro gelar Datuk Maradjo Sutan, tokoh pers Indonesia yang meninggal 8 Januari 1967 dalam usia 62 tahun, bukanlah orang kaya yang mampu menghibahkan sesuatu untuk hadiah tahunan. PWI Jaya memakai namanya melulu karena penuh hormat kepadanya. Zulharmans, Ketua PWI Jaya, mengungkapkan bahwa organisasi dan program Hadiah Adinegoro selalu terbentur pada biaya yang belum memadai. Dua tahun pertama, juri sepenuhnya dari kalangan PWI saja. Kemudian secara berangsur dimasukkan unsur luar seperti terakhir ini turut wakil dari Sekolah Tinggi Publisistik, Universitas Indonesia, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia sebagai juri. Dan telah terbentuk pula suatu Yayasan guna melembagakan Hadiah Adinegoro ini, demikian Zulharmans. Dari tahun ke tahun yang relatif pendek, kemajuannya sudah tampak. Namun jalan masih jauh untuk membuat Hadiah Adinegoro ini bernilai. Pemenang karya tulis tahun 1978 adalah Dengan Truk Menyusuri Pulau Jawa oleh D.J. Pamoedji & Maruli Tobing yang pernah dimuat Kompas. Tiga dari lima juri memilihnya hingga sepatutnya dinyatakan menang. Tulisan inl mungkin terbaik dari semua yang jelek. Lebih Berbobot Yang jelas, seperti dikatakan Rosihan Anwar pada TEMPO, tidak pernah ada sidang Dewan Juri. "Pemenang hanya ditentukan dari hasil penjumlahan angka masing-masing. Menurut saya, itu kurang bisa' dipertanggungjawabkan. Semustinya ada diskusi. Dengan diskusi dan adu argumentasi, hasilnya akan lebih berbobot . . . Saya sebetulnya mengusulkan agar tak ada yang diberi hadiah." Hadiah karya foto, berbeda dengan tahun sebelumnya, hanya diberikan pada satu pemenang saja, yaitu Dari Pulau Dua oleh Kartono Ryadi, yang juga pernah dimuat Kompas. Ada 46 foto peserta yang dinilai oleh 4 juri. Ada 6 foto dari semua itu "mendapat sorotan khusus dari berbagai segi dan makna. Masing-masing juri melakukan perdebatan seru," kata ketua panitia Syamsul Basri. Pemenang Hadiah Adinegoro '78 untuk karya foto, kalau begitu, selayaknya menang. Namun, ada anjuran supaya sesudah para juri memilih, seperti halnya di Columbia, sebaiknya ada lagi suatu Badan Penasehat yang memutuskan untuk memajukan rekomendasi pada Yayasan Hadiah Jurnalistik Adinegoro.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus