Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Kakak sepupu Jokowi, Andi Wibowo, disebut memimpin salah satu tim media sosial.
Tim media sosial menyusun narasi untuk menggaungkan suatu isu di jagat maya.
Beberapa isu titipan digaungkan dengan tujuan mendapat dukungan publik.
TULISAN “video komunikasi corona” terbaca jelas di papan tulis di ruang rapat kantor Tim Narasi dan Komunikasi Digital Presiden di lantai 2 Gedung Sekretariat Negara, Jalan Teuku Umar Nomor 10, Jakarta Pusat, Kamis, 27 Agustus lalu. Di samping kanannya tertulis empat penjelasan, yaitu pemberian informasi, ajakan untuk waspada dan tak panik, gerakan yang bisa dilakukan masyarakat, dan pesan moral persatuan.
Di bawah tulisan spidol hitam itu tertulis berbagai penjelasan. Salah satunya kondisi terbaru di dunia dan Indonesia yang diberi keterangan jumlah orang terinfeksi, jumlah yang meninggal, dan—disertai garis bawah—jumlah yang sembuh. Ada pula penjelasan tentang usaha preventif pemerintah seperti seratus rumah sakit rujukan serta pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) bergerak.
Hampir semua poin itu telah disampaikan Presiden Joko Widodo selama wabah corona. Saat rapat terbatas percepatan penanganan pandemi Coronavirus Disease 2019 di Istana Merdeka pada 18 Mei lalu, Jokowi meminta puskesmas diperkuat. Begitu pula penunjukan seratus rumah sakit rujukan yang disampaikan Presiden pada awal Maret lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Andi Wibowo saat berada di Solo, Juni 2015. Dok. Pribadi/Facebook Andi Wibowo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketika mengikuti acara Doa Kebangsaan dan Kemanusiaan Bersama secara online di Istana Merdeka pada 14 Mei lalu, Jokowi juga berbicara tentang pentingnya persatuan menghadapi penyebaran virus corona. Di Banda Aceh, pada Selasa, 25 Agustus lalu, Jokowi juga menyebutkan tingkat kesembuhan pasien Covid-19 cukup tinggi, yaitu 111 ribu dari 155 ribu kasus atau sekitar 70 persen. “Ini di atas rata-rata internasional,” kata Jokowi.
Tiga pegiat media sosial yang mengetahui aktivitas di Gedung Sekretariat Negara di Jalan Teuku Umar bercerita, kantor itu menjadi salah satu tempat membahas narasi selama masa pandemi. Termasuk melawan tudingan bahwa pemerintah tak serius menangani wabah.
Pendiri Mediawave, lembaga pemantau media sosial, Yose Rizal, mengatakan pada awal pandemi, Maret lalu, sentimen publik terhadap pemerintah cenderung negatif. “Pemerintah dipersepsikan tak mampu menangani wabah,” ujar Yose pada Kamis, 27 Agustus lalu. Dia mengaku memberikan analisis media sosial secara rutin kepada Presiden dan timnya. Menurut Yose, belakangan sentimen di media sosial soal kinerja pemerintah dalam mengatasi pandemi mulai positif. "Ada kepercayaan dari publik," katanya.
Menurut tiga orang yang pernah beraktivitas di sana, kantor itu dipimpin Andi Wibowo. Dia sepupu Jokowi, anak dari kakak kandung ibunda Jokowi. “Kami pernah bertemu di sana dan membahas soal narasi di media sosial,” kata seorang di antaranya yang kini menjadi komisaris di badan usaha milik negara bidang perbankan.
Saat Tempo berkunjung ke kantor itu pada Kamis siang, 27 Agustus lalu, tak satu pun orang beraktivitas. Ada empat ruangan di situ. Salah satunya ruang rapat besar dengan lebih dari 20 kursi di dalamnya. Ada pula satu ruang pengambilan gambar. Tiga pekerja di gedung itu yang tak mau namanya disebut mengaku beberapa kali melihat Andi. Dalam sepekan, kata mereka, Andi dua kali datang ke sana. “Beliau lebih sering di Solo,” ujar seorang di antaranya ketika Tempo menunjukkan foto Andi.
Andi Wibowo tak bersedia menjelaskan perannya dalam mengelola media sosial Jokowi. “Waduh, jangan tanya saya,” ucapnya melalui telepon pada Sabtu, 29 Agustus. Andi tak menjawab sejumlah pertanyaan lain yang diajukan Tempo.
Pada kampanye pemilihan presiden 2019, Andi memimpin salah satu pasukan media sosial Joko Widodo-Ma’ruf Amin, yang beranggotakan puluhan orang. Pepih Nugraha, pegiat media sosial, mengaku diajak Andi bergabung dalam tim Jokowi-Ma’ruf. Pepih mengenal Andi sejak dia bekerja di sebuah perusahaan rintisan pada 2017. Pepih bercerita bahwa mereka beberapa kali bertemu, antara lain di sebuah rumah makan di kawasan Ampera, Jakarta Selatan. Saat itu, Andi mengajak sejumlah ahli di bidang komunikasi. “Dari pertemuan itu, saya percaya dia dan mau terlibat kegiatan bersama di media sosial,” ujarnya pada Jumat, 28 Agustus lalu.
Kantor Tim Narasi dan Komunikasi Digital Presiden di lantai 2 Gedung Sekretariat Negara, Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat. TEMPO/Husein Abri
Menolak menyebut jumlahnya, Pepih mengaku mendapat bayaran menjadi anggota tim media sosial Jokowi. Sebagian dia gunakan untuk membayar sejumlah penulis yang membuat tulisan. Artikel itu lalu disebarkan di berbagai platform dengan banyak akun, baik yang anonim maupun akun dengan identitas jelas. Pepih mengatakan penulis yang dia himpun dan menggunakan akun anonim inilah yang berfungsi menjadi buzzer atau pendengung. Pepih sendiri menyatakan diri sebagai influencer atau pemengaruh yang tak anonim dan memiliki pengikut beridentitas jelas. Dia menilai kampanye di media sosial bisa dilakukan secara abu-abu dan impresi dari warganet pun terhitung jelas. “Ini bisnis pencitraan.”
Sejumlah sumber yang mengetahui aktivitas tim itu mengatakan para pemengaruh—pesohor yang bisa mempengaruhi persepsi dan sikap warga Internet, umumnya untuk mempromosikan produk tertentu—serta pendengung, individu yang mengamplifikasi pesan dan membangun percakapan di media sosial untuk tujuan tertentu, bisa mendapat puluhan juta rupiah tiap bulan. Penghitungan honor itu antara lain berdasarkan dampak di media sosial yang diukur lembaga khusus yang memiliki peralatan canggih.
Pepih bercerita, Andi berkali-kali mengajak anggota grup WhatsApp tim media sosial Jokowi-Ma’ruf mengikuti debat calon presiden bersama-sama. “Yuk, nonton dan makan mi bersama,” kata Pepih menirukan percakapan dengan Andi. Acara nonton bareng itu selalu digelar di markas tim tersebut. Sejumlah aktivis media sosial mengatakan markas tim itu ada di sebuah rumah di Jalan Cianjur, Menteng, Jakarta Pusat. Tempo mendatangi rumah tersebut pada Kamis, 27 Agustus lalu. Bangunan berkelir putih itu kini tak berpenghuni. Hanya ada sejumlah tukang memperbaiki rumah tersebut.
Menurut Pepih, semua anggota tim selalu mendengungkan pernyataan Jokowi dan Ma’ruf melalui akun media sosialnya. Ada pula yang menyiapkan video, foto, serta materi yang memperkuat ucapan jagoan mereka. Pepih sendiri bertugas memproduksi banyak tulisan. Dalam acara debat terakhir pada 13 April 2019, Pepih mengatakan tim ini membuat dokumentasi foto bersama. Foto itu belakangan menjadi viral setelah diunggah dalam akun Facebook Seword.com pada 2 Mei 2019. Dalam keterangan foto disebutkan sejumlah nama, yaitu Denny Siregar, Yusuf Muhammad, Eko Kuntadhi, dan Permadi Arya alias Abu Janda. Mereka datang dari berbagai daerah memenuhi panggilan “Kakak Pembina”.
Tiga orang yang pernah beraktivitas di Jalan Cianjur kompak menyatakan “Kakak Pembina” tak lain sebutan untuk Andi Wibowo. Menurut mereka, panggilan itu sudah disematkan pada pemilihan presiden 2014. Mantan Deputi Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Kantor Staf Presiden, Eko Sulistyo, mengatakan Andi sudah membantu penanganan media sosial sejak Presiden Jokowi masih menjabat Wali Kota Solo. “Beliau menguatkan narasi di media sosial,” ujar Eko.
Pepih mengatakan Andi tak ada dalam foto tersebut karena menolak berada di sorotan kamera. Andi, menurut Pepih, lebih sering berada di kantornya di lantai dua untuk mencermati pergerakan di media sosial dan membahas strategi pemenangan. Pepih menampik info bahwa sosok Andi merupakan kakak pembina. “Saya juga dipanggil dengan sebutan itu,” ujarnya.
•••
SETELAH pemilihan presiden rampung, menurut seorang pejabat di Istana, Andi Wibowo diminta Presiden lebih sering berada di Jakarta. Andi pun sempat ditanyai soal kemungkinan anggota timnya menjadi anggota staf di Istana ataupun komisaris badan usaha milik negara. Namun, kata sumber tersebut, Andi menolak semua tawaran itu. Tapi tim media sosial terus mengawal pemerintahan Jokowi. Pejabat di Istana mengatakan Andi menjadi penghubung antara Jokowi dan tim media sosial.
Menurut empat orang yang mengetahui aktivitas tim itu, para anggota tim tetap aktif berdiskusi di markas mereka di Jalan Cianjur dan merancang berbagai materi. Salah satunya terkait dengan pergantian pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dan revisi Undang-Undang KPK. Empat sumber itu—dua di antaranya bagian dari tim—mengatakan sebagian besar tim Cianjur mendukung revisi tersebut dan menyusun narasi untuk mendapat dukungan dari warganet.
Maka muncullah berbagai narasi yang menyerang KPK, yang saat itu dipimpin Agus Rahardjo. Salah satu motor gerakan ini adalah Denny Siregar. Denny, misalnya, pada 29 Agustus 2019 di akun YouTube Cokro TV menyatakan di dalam KPK ada kelompok ideologi agama yang mendominasi. Ia menyitir pernyataan Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S. Pane tentang keberadaan kelompok Taliban, yang salah satunya penyidik Novel Baswedan. “Kapan orang-orang di dalam KPK mulai dibersihkan dari unsur radikalisme?” katanya.
Situs pemantau percakapan media sosial, Drone Emprit, pada pertengahan September 2019 menyebutkan salah satu percakapan utama yang digaungkan pasukan siber adalah KPK dan kelompok Taliban. Selama 10-17 September 2019, ada lebih dari 26 ribu percakapan soal itu. Muncul pula berbagai tanda pagar yang sempat memeriahkan jagat maya, seperti #KPKCengeng dan #DukungRevisiUUKPK. Ramainya tagar itu juga didukung imbalan pulsa kepada mereka yang ikut menggaungkan tagar tersebut.
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Wana Alamsyah, mengatakan lembaganya mencurigai adanya dana negara yang digunakan untuk aktivitas digital yang mendukung revisi Undang-Undang KPK sekaligus menolak gerakan Reformasi Dikorupsi—unjuk rasa menentang revisi. Menurut Wana, ada salah satu instansi yang menganggarkan promosi akun dan kuis sebesar Rp 2,6 miliar. “Setelah kami cek, tak ada kuis yang dilakukan lembaga pemerintah ini,” ujar Wana.
Sumber yang mengetahui operasi siber yang melibatkan pendengung ini mengatakan sejumlah anggota tim media sosial mendapat sokongan dana dari berbagai pihak untuk membantu serangan terhadap KPK, dengan jumlah ratusan juta rupiah. Mereka berasal dari lingkungan pemerintah, penegak hukum, purnawirawan, pengusaha, dan partai politik. Ada pula bantuan berupa operasi mata seorang pegiat media sosial dari seorang jenderal. Akhirnya, Presiden Jokowi memutuskan tak mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang dan tetap meneken revisi Undang-Undang KPK.
Geliat para pendengung juga terlihat belakangan ini dalam isu perombakan kabinet. Dua orang yang mengetahui rencana itu mengatakan Istana meminta sejumlah buzzer mulai mendengungkan soal kinerja menteri setelah Presiden berulang kali menunjukkan kemarahannya kepada para menteri. Meski belum menyebut menteri yang perlu diganti, kata keduanya, narasi yang dibangun adalah kinerja sejumlah menteri dinilai tak cukup baik dibanding pendahulunya. Narasi ini dibutuhkan untuk mendapat dukungan dari publik.
Kantor Tim Narasi dan Komunikasi Digital Presiden di lantai 2 Gedung Sekretariat Negara, Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat. TEMPO/Husein Abri
Pada 29 Juni lalu, Denny Siregar, melalui akun Twitternya menggelar polling tentang menteri yang paling layak diganti. Pada 5 Agustus lalu, ia kembali mencuit soal perombakan kabinet. “Ini sudah kesekian kali Jokowi berbicara tentang tim menterinya. Sudah ada di kantong siapa yang mau di-reshuffle, Pak?” begitu dia mencuit. Denny belum bisa dimintai tanggapan tentang cuitannya itu dan aktivitasnya di tim media sosial Jokowi. Berulang kali dihubungi, nomor teleponnya tak aktif.
Kegerahan Presiden Jokowi terhadap kinerja menterinya, menurut sejumlah pejabat di Istana, sudah lama muncul. Salah satu relawan dan pemengaruh, Dede Budhyarto, pernah mengungkapkan wacana reshuffle setelah bertemu dengan Presiden Jokowi pada 18 Februari lalu. Melalui akun Twitternya, Dede mencuitkan hasil pertemuan dengan Presiden, yakni bakal ada perombakan untuk menteri yang kinerjanya tidak bagus.
Istana belum bisa dimintai tanggapan tentang hubungan dengan para pendengung dan pemengaruh. Menteri Sekretaris Negara Pratikno, juru bicara kepresidenan Fadjroel Rachman, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Deputi V Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodhawardani, serta anggota staf khusus Presiden, Dini Purwono, tak mengangkat telepon dan tak menjawab pertanyaan yang dilayangkan Tempo. Tenaga ahli utama Kantor Staf Presiden, Donny Gahral, juga tak berkenan menerima wawancara. “Saya sedang rapat,” katanya pada Jumat, 28 Agustus lalu. Setelah itu, dia tak membalas pesan dan tak mengangkat telepon lagi.
HUSSEIN ABRI DONGORAN, DINI PRAMITA, RAYMUNDUS RIKANG, AHMAD RAFIQ (SOLO)
Catatan redaksi: Tulisan ini telah direvisi pada Senin, 31 Agustus 2020. Sebelumnya tertulis Denny Siregar sebagai pendiri Seword.com. Pemimpin Seword, Alifurrahman S. Asyari, mengatakan Denny bukan pendiri Seword.com. Kami meminta maaf atas kesalahan ini.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo