Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KEJAKSAAN Agung memeriksa politikus Partai NasDem, Andi Irfan Jaya, dalam kasus suap yang menjerat jaksa Pinangki Sirna Malasari. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono mengatakan Andi diperiksa sebagai saksi pada Senin, 24 Agustus lalu. Menurut dia, Ketua Badan Pemenangan Pemilu NasDem Sulawesi Selatan itu merupakan teman dekat Pinangki.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hari enggan menyebutkan keterkaitan Andi dalam perkara suap tersebut. “Ini masih penyidikan, tunggu saja,” katanya pada Jumat, 28 Agustus lalu. Hari menjanjikan Kejaksaan Agung akan menelusuri aliran dana suap yang diduga berasal dari terpidana kasus hak tagih Bank Bali, Joko Soegiarto Tjandra. Joko diduga memberikan duit kepada Pinangki senilai US$ 500 ribu untuk membantu mengurus fatwa bebas di Mahkamah Agung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam dokumen pemeriksaan Pinangki yang salinannya diperoleh Tempo, bekas Kepala Sub-Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan itu mengaku mengajukan proposal US$ 100 juta atau sekitar Rp 1,47 triliun untuk mengurus fatwa tersebut. Tapi Joko hanya menyanggupi US$ 10 juta. Pinangki diduga mengajukan usul pelunasan biaya melalui safe deposit box berupa proyek pembangkit listrik di Kalimantan.
Seorang penegak hukum yang mengetahui kasus suap itu mengatakan di situlah Andi Irfan Jaya diduga terlibat. Rencananya, kartu tanda penduduk Andi akan dijadikan dokumen dalam proses jual-beli aset pembangkit listrik. Andi juga diduga menemani Pinangki ke Kuala Lumpur untuk menemui Joko Tjandra. Kejaksaan Agung menetapkan Joko sebagai tersangka pemberi suap.
Andi belum bisa dimintai tanggapan. Sekretaris Dewan Pimpinan Wilayah NasDem Sulawesi Selatan Syaharudin Alrif mengaku tak mengetahui keterlibatan koleganya itu. Sedangkan Wakil Ketua Umum NasDem Ahmad Ali mengatakan partainya juga menyelidiki dugaan keterlibatan Andi Irfan. “Kalau dia menjadi tersangka, akan kami berhentikan,” ujarnya.
Kualitas Demokrasi Indonesia Menurun
HASIL sigi Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) menunjukkan mayoritas responden menilai kualitas demokrasi di Indonesia menurun. Dari 38 elite masyarakat yang mengikuti Sekolah Demokasedsfafsadfrasi II LP3ES, sebanyak 44,7 persen menilai demokrasi sedang mengalami kesuraman.
“Bahkan ada 28,9 persen responden menilai Indonesia telah berada di era otoritarianisme,” kata Direktur Center for Media and Democracy LP3ES Wijayanto, Ahad, 23 Agustus lalu. Responden survei antara lain akademikus, elite politik, anggota parlemen, peneliti, dan tokoh masyarakat.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Herlambang Wiratraman, mengatakan penurunan kualitas demokrasi terlihat dari serangan siber terhadap aktivis, akademikus, dan media massa yang kritis terhadap pemerintah. “Itu merupakan pembungkaman kebebasan berekspresi dan berpendapat sekaligus kebebasan pers,” ujarnya.
Investigasi Kematian Jurnalis Sulawesion.com
ALIANSI Jurnalis Independen Mandar bersama Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) membentuk tim untuk menelusuri kematian Demas Laira, jurnalis Sulawesion.com. Pria 28 tahun ini diduga dibunuh dan ditemukan 17 luka tusukan di sekujur tubuhnya.
“Tim ini akan mencari fakta secara langsung dan berkoordinasi dengan kepolisian,” kata Ketua Umum AMSI Wenseslaus Manggut, Ahad, 23 Agustus lalu. Jenazah Demas ditemukan di Jalan Poros, Desa Tasokko, Mamuju Tengah, Sulawesi Barat, pada Kamis dinihari, 20 Agustus lalu.
Demas bergabung dengan Sulawesion.com pada 1 Agustus lalu. Ia pernah menulis laporan soal penyelewengan dana desa dan pembangunan jalan di Mamuju dan Mamuju Tengah. Kepala Kepolisian Resor Mamuju Tengah Ajun Komisaris Besar Muhammad Zaky berjanji menuntaskan kasus pembunuhan itu.
Terdakwa satu mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum RI, Wahyu Setiawan, mengikuti sidang pembacaan surat amar putusan yang disiarkan secara daring dari gedung Komisi Pemberantasan Korupsi Jakarta, 24 Agustus 2020. TEMPO/Imam Sukamto
Eks Komisioner KPU Divonis 6 Tahun
PENGADILAN Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis bekas komisioner Komisi Pemilihan Umum, Wahyu setiawan, enam tahun penjara. Ia juga wajib membayar denda Rp 150 juta subsider empat bulan kurungan.
“Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut,” kata ketua majelis hakim Susanti Arsi Wibawani, Senin, 24 Agustus lalu. Adapun perantara suap, Agustiani Fridelina Sitorus, divonis dua tahun lebih rendah, dengan denda sama.
Wahyu terbukti menerima suap Rp 600 juta dari kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Saeful Bahri, untuk meloloskan calon legislator Harun Masiku melalui mekanisme pergantian antarwaktu. Wahyu juga dinyatakan menerima gratifikasi sebesar Rp 500 juta dalam seleksi anggota KPU Papua Barat periode 2020-2025.
Warga melintas di depan gedung bioskop di Kawasan Cikini, Jakarta, 26 Agustus 2020. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Pembukaan Bioskop Jakarta Dikritik
ANGGOTA Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia, Hermawan Saputra, menyesalkan langkah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membuka kembali bioskop dan tempat hiburan lain. Ia khawatir rencana itu bakal meningkatkan angka penderita Covid-19 di Ibu Kota, yang memiliki kasus tertinggi di Indonesia. “Kesadaran masyarakat untuk mengenakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun masih rendah,” ujarnya, Kamis, 27 Agustus lalu.
Pemerintah DKI Jakarta mengeluarkan surat edaran pembukaan kembali bioskop serta mengizinkan pertunjukan musik di restoran dan kafe pada Rabu, 26 Agustus lalu. Gubernur DKI Anies Baswedan beralasan pembukaan ini berdasarkan studi dan kajian pakar di berbagai negara. “Ada 47 negara yang sudah membuka kembali bioskop,” ucapnya. Kepala Bidang Industri Pariwisata Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Bambang Ismadi mengatakan risiko penularan Covid-19 di bioskop lebih kecil ketimbang di pasar.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo