Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SARAPAN di rumah Sarwo Edhie Wibowo baru saja dimulai. Di rumah dinas Gubernur Akademi Angkatan Bersenjata Umum dan Darat itu, Kolonel Sukotjo Tjokroatmodjo, beserta istrinya, mencicipi jajanan pasar yang disuguhkan tuan rumah. Pada Ahad di sekitar April 1971 tersebut, Komandan Resimen Taruna itu sowan ke rumah dinas Sarwo, beberapa hari sebelum ia dipindahkan ke Thailand, menempati pos Atase Pertahanan di Bangkok.
Baru saja Sukotjo mengambil klepon, kue kegemarannya, Sarwo terengah-engah memasuki rumah. Mukanya pucat. Ia mencari Sunarti Sri Hadiyah. Mengenakan celana pendek dan kaus olahraga, Sarwo mengajak istrinya berbicara di dalam kamar. Tak lama kemudian, ia buru-buru mengemasi pakaian. Ditemani sopirnya, Sarwo pergi meninggalkan Magelang, Jawa Tengah.
Sukotjo belakangan paham. "Ibu Katamso kecelakaan. Bapak harus segera pergi ke Bandung," kata Sunarti sambil meneruskan sarapan. Mobil yang ditumpangi Roro Sri Wulan Murni, istri Brigadir Jenderal (Anumerta) Katamso Dharmokusumo (almarhum), menyeruduk pembatas jalan, hampir nyungsruk ke jurang. "Yang saya dengar, gara-gara kecelakaan itu, janda Katamso menderita cacat di sekitar paha," kata Sukotjo, kini Wakil Ketua Umum III Legiun Veteran Republik Indonesia, saat ditemui awal Oktober lalu.
Di kalangan pensiunan jenderal, kedekatan Sarwo dengan Sri Wulan santer terdengar. "Istri Katamso cantik dan seksi sekali," kata seorang pensiunan jenderal. "Kala itu, hubungan Sarwo dan janda Katamso bukan rahasia lagi."
Hubungan mereka terjalin tak lama setelah Katamso wafat pada awal Oktober 1965. Tepatnya ketika Komandan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) itu menumpas Partai Komunis Indonesia di Jawa.
Saat beroperasi di Yogyakarta, hampir setiap malam Sarwo menemui Sri Wulan. Semula ia bermaksud menghibur wanita yang baru saja kehilangan suaminya itu. Katamso kebetulan kawan lama Sarwo. Keduanya sama-sama mengenyam pendidikan militer di Pembela Tanah Air. "Tapi, lama-lama, dari urusan batin beralih menjadi asmara," kata pensiunan jenderal yang dekat dengan Sarwo, tersenyum.
Pensiunan jenderal tadi mengatakan hubungan cinta Sarwo dan Sri Wulan berlangsung cukup lama. Cerita ini diakui oleh Leo Lopulisa (almarhum), Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat periode 1975-1978. Leo, yang ceplas-ceplos, kepada koleganya pernah berujar, "Buat apa Pak Sarwo beli sapi. Beli saja susunya literan. Kalau beli sapi, dia harus menyediakan kandangnya," kata seorang pensiunan jenderal menirukan anekdot yang dilontarkan Leo.
Pernyataan ini muncul setelah Leo, bekas anggota staf Sarwo di Kodam Bukit Barisan, mengetahui Sri Wulan berkali-kali datang ke Medan tak lama setelah atasannya itu ditugasi sebagai Panglima Kodam Bukit Barisan pada Juni 1967. "Semuanya, termasuk rumah buat bermalam, ditanggung Sarwo," ujar pensiunan jenderal yang lain.
Sejumlah sumber mengatakan, dari hubungan ini, Sarwo dan Sri Wulan memperoleh anak laki-laki. Istri Sarwo belakangan mengetahui ihwal hubungan itu. "Daripada ditutup-tutupi, akhirnya diakui sebagai anak oleh ibu suri," kata sejumlah sumber. Yang dimaksudkan sebagai ibu suri tak lain adalah Sunarti Sri Hadiyah, yang juga ibu mertua Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Adapun janda Katamso wafat di Jakarta pada 1987 akibat diabetes akut.
Istri Sarwo berbesar hati menerima anak itu. Meski bukan ibu kandung, Sunarti-lah yang menikahkan anak tersebut. Resepsi pernikahan berlangsung meriah di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur. Saat itu, Yudhoyono masih menjabat Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan. Seorang pensiunan jenderal yang hadir dalam hajatan itu sempat bingung dan bertanya kepada Pramono Edhie Wibowo, "Ini adikmu yang mana?" Pramono, kini Kepala Staf Angkatan Darat, tidak menjawab detail pertanyaan itu.
Siapa anak bungsu Sarwo-Sunarti tidak tegas dinyatakan oleh Kristiani Herrawati. Dalam buku biografi Kepak Sayap Putri Prajurit, Ani—sebutan Kristiani—menyebutkan adik bungsunya bernama Retno Cahyaningtyas. Putri keenam pasangan Sarwo-Sunarti ini lahir di Cimahi, 31 Mei 1960, saat Sarwo menempuh pendidikan Sekolah Pasukan Komando Angkatan Darat di Batujajar, Jawa Barat.
Tapi, di buku yang sama, istri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini juga mengaku memiliki adik bungsu lain bernama Hartanto Edhie Wibowo, yang lahir sembilan tahun setelah Retno. Bedanya, Ani tidak mengupas banyak cerita perihal Hartanto. Sedangkan ulasan tentang kenangan Ani bersama saudaranya yang lain bertaburan di buku itu.
Dihubungi pekan lalu, Hartanto Edhie Wibowo mengaku tidak bisa berkomentar tentang hal itu. "Sebaiknya konfirmasi langsung kepada Ibu Sarwo, yang tentunya mengetahui semua sejak saya dilahirkan," katanya melalui pesan pendek. Menurut Hartanto, sejak dia lahir hingga kini, pasangan Sarwo-Sunarti tidak pernah menyatakan ia bukan putra mereka.
Sunarti menolak diwawancarai. Putri keempatnya, Mastuti Rahayu, mengaku ibunya terlalu sepuh untuk melayani wawancara. Ia menegaskan, Hartanto merupakan putra Sunarti.
Benar-tidak hubungan asmara tersebut, Sarwo terpental dari pusaran kekuasaan Orde Baru. "Kasak-kusuk cerita asmara itu membuat Tien Soeharto tidak berkenan kepada Sarwo," kata salah satu kerabat dekat Sarwo. Soeharto jadi punya alasan buat menyingkirkan Sarwo, yang ketika itu menjadi idola baru mahasiswa. Sarwo akhirnya tersingkir dan mengisi pos-pos yang jauh dari pusat kekuasaan di Jakarta.
Kuatnya pengaruh Tien Soeharto diakui Rais Abin. Menurut dia, istri Soeharto itu tidak akan menoleransi pejabat pemerintah atau petinggi Angkatan Darat yang berselingkuh. "Atas tekanan Ibu Tien, jenderal bintang empat pada masa Orde Baru pun bisa nonaktif bila tersangkut isu selingkuh," kata pensiunan jenderal bintang tiga yang kini berusia 85 tahun tersebut.
Bekas Panglima Pasukan Perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa di Timur Tengah ini menambahkan, ketidaksukaan Keluarga Cendana—tempat Soeharto tinggal—juga tidak lepas dari peran Benny Moerdani. "Segala macam isu mengenai hubungan Sarwo dengan janda Katamso tidak bisa disembunyikan dari kuping Benny," kata dia. Masalahnya, informasi yang diterima Benny kadang tidak disaring sama sekali, langsung diteruskan kepada Soeharto.
Endang Murtaningsih, putri ketiga Katamso, mengaku hubungan ibunya dengan Sarwo cukup dekat. "Pak Sarwo sering wira-wiri karena, sejak Ayah wafat, rumah kami dijaga RPKAD," katanya. Tapi kedekatan Sarwo dengan ibunya kerap ditafsirkan keliru oleh banyak orang. "Mungkin karena ibu saya janda dan cantik," katanya. Ia membantah anggapan ibunya terlibat hubungan asmara dengan Sarwo.
Seorang kolega Sarwo menambahkan cerita lain. Menurut dia, jauh sebelum menjalin asmara dengan Sri Wulan, Sarwo memiliki kekasih ketika menempuh pendidikan Sekolah Staf dan Komando di Australia. Menetap 20 bulan di Negeri Kanguru, hati Sarwo tertambat pada Melva Autchison.
Keduanya bertemu dalam sebuah acara yang digelar Australian-Indonesian Association. Perempuan asal Melbourne ini aktif di lembaga itu. Perhimpunan ini sering mengadakan kegiatan untuk meningkatkan hubungan Indonesia-Australia. Hampir setiap akhir pekan, Sarwo—menetap 100 kilometer dari Melbourne—datang ke acara yang diadakan lembaga ini.
Setelah sekolahnya rampung, Sarwo kembali ke Tanah Air. Tak disangka, Melva menyusul ke Jakarta beberapa bulan kemudian. Sarwo kelabakan. "Tolong bilang ke Melva, saya sedang dinas di luar negeri," kata Sarwo kepada koleganya itu. Mendapat kabar seperti itu, Melva malah meminta diizinkan menginap di rumah kolega Sarwo tersebut. "Ia masih berharap bisa bertemu dengan Sarwo."
Satu pekan berjalan, tentara asal Purworejo, Jawa Tengah, ini tetap tidak mau menemui Melva. Sarwo takut hubungan dengan Melva diketahui banyak orang. Apalagi, sebagai orang nomor satu di Pasukan Baret Merah, popularitasnya tengah menanjak.
Dua minggu berjalan, sang kolega menelepon Sarwo Edhie....
+ "Wo, bagaimana ini? Saya tidak mungkin berbohong terus kepada Melva."
- "Saya tidak mungkin lagi bertemu dengan dia. Bilang saja, saya sedang menjalankan operasi militer."
+ "Wo, jangan begitu."
- "Habis, bagaimana lagi? Anak saya sudah enam."
+ "Tapi kamu harus bertanggung jawab."
- "Tolonglah. Bagaimana caranya, kamu atur...."
Tiga minggu Sarwo tidak ada kabar, Melva akhirnya pulang ke Australia. "Ia tampak kecewa," kata kolega Sarwo tadi.
Ditemui awal Oktober lalu, Sintong Panjaitan, bekas anak buah Sarwo, menepis semua kabar itu. "Pak Sarwo itu orangnya lurus, tidak mungkin selingkuh," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo