Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kisah dari Kota Bengawan

Dia dikenal sebagai ”pelobi perkara” yang lihai. Jaringan koneksi dibentuk sejak dulu dan disebut-sebut hanya mengincar perkara kakap. 

18 Januari 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Geger kasus Anggodo Widjojo mengingatkan Rikawati pada pertemuan setahun silam di ruang executive suite Hotel Sahid Kusuma, Solo. Di tempat itulah,  Rika, begitu pengacara itu biasa disebut, pertama kali mengenal Anggodo.

Rika saat itu pengacara tergugat kasus Koperasi Simpan-Pinjam Anugerah Buana Artha dan Koperasi Sumber Artha Mandiri di Solo. Koperasi itu dikelola keluarga pengusaha Kuntjahjono Tanto, yang memiliki Toko Mas Doro. Dua koperasi itu pada April 2008 bangkrut karena gagal pengelolaan, hingga digugat para deposannya. Gugatan ditujukan kepada manajemen, akuntan, pemilik gedung, hingga ke petugas kebersihan. Klien Rika adalah pemilik bangunan yang disewa koperasi untuk kantor Koperasi Sumber Artha di Jalan Cendrawasih, Solo Baru.

Pada awal 2009, Rika, yang juga bendahara Dewan Pimpinan Cabang Perhimpunan Advokat Indonesia Surakarta, diundang O'od Chrisworo, pengacara manajemen Koperasi Anugerah Buana, untuk membahas perkara mereka di hotel itu. Rika bermaksud mempelajari dokumen kontrak dan perjanjian sewa antara manajemen dan kliennya. Kebetulan dokumen hanya dimiliki pihak manajemen koperasi.

Sementara mereka berdiskusi di kamar duduk eksekutif, dia melihat  Anggodo tengah bercengkerama dengan Kuntjahjono di sudut lain, di ruangan mewah itu. Rika sempat dikenalkan kepada keduanya, meski tak terlibat pembicaraan  dengan Anggodo dan Kuntjahjono. Dari ruang sebelah Rika mendengar percakapan mereka.

Menurut Rika, dua orang itu membicarakan perkara koperasi pengusaha emas itu. Beberapa kali Rika mendengar Anggodo meyakinkan upayanya menyelesaikan kasus tersebut. ”Semua bisa diatur, bisa dikondisikan,” ujar Rika menirukan Anggodo.

Keberadaan Anggodo tak mengusik Rika. ”Sebelumnya saya tak tahu siapa dia,” katanya. Meskipun sempat tiga kali bertemu dengan Anggodo, ia baru tahu siapa Anggodo setelah kasusnya mencuat dan rekaman percakapannya diperdengarkan di Mahkamah Konstitusi. ”Seperti rekaman itulah gaya ngomong Anggodo saat itu,” katanya.

Ia juga kerap mengaku-aku habis menghubungi pejabat di Mahkamah Agung atau menunjukkan pesan pendek dari pejabat penegak hukum. Setelah beberapa kali ketemu itu, Rika tahu, dari kamar duduk eksekutif itulah Anggodo mengendalikan ”bisnis kasusnya” di Solo.

Menurut Rika, Anggodo tidak mengintervensi gugatan perdata para deposan kepada koperasi di Pengadilan Negeri Surakarta. Namun ia menduga Anggodo menggarap kasus gugatan pailit di Pengadilan Niaga Semarang yang diajukan pihak manajemen. Indikasinya, ujarnya, gugatan itu diterima pengadilan setempat.

Dengan dikabulkannya gugatan pailit itu, gugatan perdata para deposan di Pengadilan Negeri Surakarta dengan sendirinya tidak bisa dilanjutkan. Indikasi lainnya adalah ketika Rika menginginkan salinan putusan pailit karena putusan itu memperkuat posisi kliennya. Dari O’od Chrisworo, Rika mengetahui putusan itu dipegang Anggodo. ”Rasanya aneh putusan ada di tangan Anggodo, padahal dia bukan pengacara,” katanya.

Menurut Rika, dari sekitar 19 kasus koperasi simpan-pinjam yang kolaps itu, Koperasi Anugerah Buana dan Sumber Artha, yang dikelola Kuntjahjono, tergolong koperasi besar di Solo. Aset salah satu koperasi itu mencapai Rp 50 miliar. Informasi yang diperoleh Rika untuk mengurus putusan pailit itu, Kuntjahjono menggelontorkan Rp 1,5 miliar.

Keterlibatan Anggodo dalam perkara tersebut telah santer terdengar di kalangan pengacara di Solo. Muhammad Taufik, salah satu pengacara, membenarkan rumor keterlibatan Anggodo di sana. Munculnya sejumlah pengacara dari Surabaya menangani perkara koperasi, menurut Taufik, juga tak terlepas dari faktor Anggodo.

Tempo tidak bisa bertemu dengan Kuntjahjono di kediamannya, Jalan Dr Rajiman, Solo. Menurut Sugeng, sopirnya, ia sedang tidak berada di tempat. Sehingga upaya memperoleh konfirmasi Kuntjahjono mengenai cerita itu belum bisa dilakukan. Demikian pula Heru Kuntjahjono, putra Kuntjahjono Tanto, yang juga manajer salah satu koperasi itu. Berulang kali dikontak melalui teleponnya, tapi tak berbalas. Adapun Bonaran Situmeang, pengacara Anggodo, saat dimintai konfirmasi keterlibatan kliennya membereskan kasus koperasi di Solo, mengaku tidak tahu. ”Dengar soal itu juga baru dari Anda,” katanya.

Anggodo dan kakaknya, Anggoro Widjojo, Direktur Utama PT Masaro Radiokom, lahir di Surabaya, di sekitar Jalan Karet, Bongkaran, kawasan Kali Mas. Kawasan itu tergolong elite. Lokasinya hanya beberapa ratus meter dari pusat kota Surabaya.

Anggodo, yang memiliki nama lain Ang Tjoe Niek dan kerap dipanggil Cungek, semula tak dikenal. Ia mulai dikenal di antara warga elite Tionghoa setelah kaya karena bisnis perjudian, yakni sebagai agen Porkas dan SDSB. Dari sanahlah Cungek muncul menjadi “naga baru” di Surabaya. Karena posisinya itulah ia mengenal banyak pejabat kepolisian di wilayah Surabaya. ”Dia berteman dengan Kapolsek hingga Kapolda,” ujar salah seorang tokoh Tionghoa di Surabaya.

Pada masa itu Anggodo mengenal pejabat seperti Wisnu Subroto, mantan Jaksa Agung Muda Intelijen, yang kala itu bertugas di Kejaksaan Negeri Surabaya; dan Abdul Hakim Ritonga, mantan Wakil Jaksa Agung, yang pada 1987 bertugas di kota itu. Ada pula mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, Komisaris Jenderal Susno Duadji, yang pernah menduduki jabatan Wakil Kepala Kepolisian Kota Besar Surabaya. Hubungan itu terungkap tatkala percakapan telepon Anggodo diperdengarkan.

Namun, sejak pemerintah menyetop judi, Anggodo dan keluarganya juga surut. Dari bisnis judi, ia merambah bisnis kayu jati. Melalui PT Sapta Wahana Mulia ia menjadi rekanan Perum Perhutani dan memproduksi lantai kayu untuk ekspor.

Mantan Jaksa Agung Muda Intelijen Wisnu Subroto, kepada Tempo beberapa waktu lalu, tak membantah mengenal Anggodo. Ia kerap membeli lantai kayu buatan Anggodo dan sesekali membeli cincin batu yang ditawarkan Anggodo. Belakangan Anggodo, menurut Wisnu, kerap datang, biasanya ketika ia tengah kongko atau olahraga. ”Dia biasanya telepon, apa boleh bergabung,” ujar Wisnu.

Menurut Sugeng Teguh Santoso, pengacara Ari Muladi, Anggodo terlihat leluasa di kantor polisi. Ia bisa keluar-masuk, bahkan mengunjungi sel pada saat Ari Muladi ditahan. Anggodo juga yang membawa Ary menghadap Susno Duadji. 

Kendati demikian, aksi Anggodo sebagai makelar kasus tidak semuanya dapat diendus. I Wayan Titib Sulaksana, bekas advokat yang pernah berpraktek pada 1980-1990-an, kerap mendengar nama Anggodo di sekitar orang-orang yang beperkara di Kejaksaan Negeri Surakarta. ”Hanya orangnya tidak pernah lihat,” ujar dosen ilmu pidana Fakultas Hukum Universitas Airlangga ini.

Wayan menduga, Anggodo hanya berperan di balik layar. Dia lebih banyak bermain di sekitar kekuasaan. Sumber lain menyebut Anggodo telah memiliki koneksi khusus dengan pejabat kejaksaan Surabaya ketika itu. Kasus yang kerap ditangani Anggodo adalah soal sengketa tanah. "Dia menanam orang di kejaksaan agar koneksinya dengan kepala kejaksaan tetap terjalin," kata sumber itu.

Sepak terjangnya mengatur-atur sejumlah aparat hukum yang vulgar terungkap saat rekaman percakapannya diperdengarkan di Mahkamah Konstitusi. Dari kasus itu pula upaya mengkriminalisasi dua pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi, Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah, gugur.

Kini nasibnya berbalik menjadi pesakitan KPK. Dia dikenai tuduhan menghalang-halangi upaya mengusut tindak korupsi yang melibatkan kakaknya, Anggoro Widjojo, dalam pengadaan Sistem Komunikasi Radio Telekomunikasi dan kasus upaya percobaan penyuapan.

Ramidi (Jakarta), Kukuh Wibowo, Fatkhurrohman Taufiq, Dini Mawuntyas (Surabaya), Ukki Primartantyo (Solo)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus