Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Melawan Gejala yang Tersisa

Wulandari berjuang melawan gejala long Covid. Sempat ingin bunuh diri.

2 Maret 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Apriyani Wulandari. Dokumentasi Pribadi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Wulandari merasakan gejala Covid yang menetap selama delapan bulan.

  • Gejala long Covid sempat membuat Wulandari ingin bunuh diri.

  • Long Covid membuat Wulandari kehilangan pekerjaan.

Sudah delapan bulan Apriyani Wulandari tak bisa mencecap rasa makanan. Gejala anosmia rupanya masih menetap meski dia sudah dinyatakan negatif dari Covid-19. Tak cuma kehilangan indra perasa, wanita asal Pekanbaru, Riau, ini juga dirundung gejala lain, seperti hidung mampat, sesak napas, dan mudah lelah. "Sampai saat ini, leher saya masih terasa kaku dan nyeri. Selain itu, tubuh masih terasa tidak bertenaga dan sering kelelahan," ujar dia kepada Tempo, Ahad lalu.

Karena derita itu pula Wulan terpaksa berhenti bekerja di sebuah perusahaan asuransi sejak Desember lalu. Dia pun sadar bahwa dirinya diduga menderita long Covid atau gejala Covid-19 yang tidak hilang meski sudah dinyatakan negatif dari virus itu. "Saya masih bertanya-tanya apakah memang tidak ada pengobatan bagi kami yang menderita long Covid?" ujar dia.

Tak pernah terpikir di benak Wulan bahwa dia bisa terinfeksi virus yang menyerang sistem pernapasan itu. Dia merasa sudah melakukan protokol kesehatan dengan ketat setiap hari, dari menghindari kerumunan atau tempat keramaian, menjaga kebersihan setiap selesai beraktivitas di luar rumah, hingga menaburi disinfektan di semua barang. Bahkan, Wulan rutin berolah raga untuk menjaga kesehatan.

Mengingat ketatnya protokol kesehatan yang dia lakukan, Wulan juga tak curiga saat sang suami, Awan, sempat mengalami demam pada 25 Agustus lalu. Selama tiga hari demam, Awan mengalami gejala yang lebih berat, yaitu muntah-muntah, kembung, dan diare, sehingga harus dilarikan ke rumah sakit. Hasil tes cepat pun masih non-reaktif. Saat itu, Wulan ikut merawat suami selama beberapa hari. Tapi, akibatnya, dia tertular. "Panas badan saya 38,2 derajat Celsius. Karena tidak ada sesak, saya kira demam biasa dan diberi obat antibiotik oleh dokter. Saat menggosok gigi mau berangkat kerja, kok sudah tidak ada bau (aroma)," ujar dia.

Wulan masih belum berpikir bahwa ia sudah terinfeksi virus corona meski mulai tidak bisa merasakan apa pun yang ia makan. Saat itu, Wulan berkonsultasi pada dokter spesialis telinga, hidung, dan tenggorokan (THT). Karena tidak menemukan gejala apa pun, dokter mulai curiga ada infeksi Covid-19 pada Wulan. "Pada September, saya dinyatakan positif. Tapi, karena gejala ringan, saya tidak diisolasi di rumah," ujar dia.

Keluhan belum berakhir. Kelebihan konsumsi vitamin C membuat kadar asam lambung Wulan meningkat. Ia pun dirawat dan diisolasi hingga hasil tes polymerase chain reaction (PCR) dinyatakan negatif. Tapi gejala sisa masih terasa meski sudah tiga bulan berlalu. Dokter terus memberikan isyarat bahwa gejala long Covid biasanya akan berakhir. Hasil pemeriksaan semuanya menunjukkan tidak ada gejala lain meski dia sudah bolak-balik rawat inap di rumah sakit selama Desember-Januari.

"Saya masih bingung, bagaimana lagi pengobatan bagi kami. Apalagi ada salah seorang dokter bilang, kalau sudah di atas tiga bulan, gejala tersebut akan permanen," ujar Wulan yang terpukul oleh diagnosis tersebut. Derita ini membuat dia beberapa kali terpikir untuk mengakhiri hidup.

Dokter spesialis pulmonologi dan kedokteran respirasi (paru) dari Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan, Erlina Burhan, mengatakan ada penyintas Covid-19 yang masih akan merasakan gejala, seperti mudah lelah, anosmia, nyeri di bagian perut, kepala, ataupun dada, sering lupa, merasa cemas atau bingung, sulit konsentrasi, dan sesak napas. Menurut dia, gejala seperti itu paling lama terjadi selama 12 pekan. "Namun, untuk gejala sesak napas biasanya agak lama, tergantung apakah ketika ia sakit tingkat kerusakannya luas atau tidak. Kalau ada yang menimbulkan kerusakan anatomi di paru, sehingga terjadi fibrotik, biasanya gejalanya akan lama," ujar Erlina.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namun, ujar Erlina, biasanya gejala seperti anosmia akan hilang dengan sendirinya. Menurut dia, jumlah orang yang mengalami gejala long Covid tidak banyak, hanya 15 persen dari penyintas. Beberapa faktor risikonya, antara lain, usia lanjut, hipertensi, obesitas, ataupun gangguan psikologis. Meski Covid-19 menyerang sistem pernapasan, Erlina berujar tak menutup kemungkinan virus tersebut merusak atau menyerang organ lain. “Ini yang menimbulkan keluhan sisa. Biasanya, mereka harus rutin kontrol karena harus menggunakan pendekatan multidisiplin untuk mengatasi setiap keluhan," ujar Erlina.

LARISSA HUDA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus