KARENA kegemaran Peter Sutcliffe lebih dari sekadar merenggut nyawa dan mencabik-cabik pakaian wanita, terjemahan yang lebih tepat untuk julukannya adalah: Tukang Jagal dari Yorkshire - the Yorkshire Ripper. Tiga belas wanita korbannya ditemukan dalam keadaan simpang siur. Sosok Peter Sutcliffe si pembantai wanita itu, ganjil luar biasa. Sangat pendiam di masa kecil dan remajanya. Setelah dewasa mengaku mendapat wangsit. Konon, ia mendengar perintah Tuhan yang menunjuk dia sebagai pesuruh pilihan. Keganjilan Peter Sutcliffe, si pembunuh yang menghebohkan beberapa tahun lalu, menggoda wartawan Gordon Burn untuk turun menyingkapkan latar belakang si penerima wangsit. Berbulan-bulan lamanya jurnalis itu menetap di Bingley, kampung halaman Peter, bahkan tinggal di tengah keluarga Sutcliffe, begitu sang Ripper ditangkap setelah "merampungkan pembantaian bunga" yang ke-13. Wartawan itu berbincang-bincang dengan John Sutcliffe, ayah Peter, sambil menyantap makanan yang dimasak sendiri si tua itu. Atau mengobrol ketika minum-minum di pub. Semuanya akhirnya menghasilkan tulisan panjang dua kali muat di The Sunday Times Magazine, Mei silam. Gordon Burn melakukan lawatan pelacakan ke Yorkshire Barat pada musim dingin 1981, hari-hari diumumkannya penangkapan Peter Sutcliffe. Kendati tidak lama, Burn sempat menyewa sebuah kamar di lantai dasar rumah bersuasana murung keluarga John Sutcliffe. Di sanalah Jane, termuda di antara tiga anak perempuan John, tinggal. Abang Jane, Carl, pernah tinggal pula di situ sampai ia kemudian membeli sebuah rumah sendiri. Mondok di Jalan Priestthorpe No. 1 membuat Burn tidak tenteram. Ia lalu pindah ke kamar kecil di loteng bar Fleece, di jalan utama Bingley. Di sini ia merasa lebih nyaman. Pasalnya, ada yang memberitahu dia bahwa Peter si pembantai adalah "pengunjung tetap" kamar mandi dari kamar yang disewakannya di Priestthorpe No. 1 itu. Sepotong celana milik Peter masih tercampak di sana. Rupanya menjadi kegemaran Peter berlama-lama mengunci diri di kamar mandi - kebiasaan masa kanak yang tak dapat ditinggalkannya. Ia sering pula terbaring dalam keadaan terjaga sepanjang malam sampai fajar datang. Kasus Peter memang ganjil. Menurut Burn, walaupun perkaranya sudah disidangkan, Peter Sutcliffe tetap terra incognifa. Misalnya, para ahli ilmu jiwa yang dipanggil untuk memberikan kesaksian yang seharusnya meneliti apa Peter sakit jiwa atau tidak, menganggap tidak terlalu perlu menemui keluarganya, yang telah "terbeli" media massa. Sebaliknya, kerabat dan kenalan Peter Sutcliffe yang mengenal seluruh kehidupannya merasa bahwa kenyataan dan khayalan Peter sering berbaur dan mengabur pada minggu-minggu dan bulan-bulan setelah penangkapannya. Namun, pengadilan dan para ahli jiwa tak percaya. Mereka menganggap, pendapat itu sebagian besar diakibatkan oleh beraninya agen-agen pers membayar para kerabat dengan harga tinggi untuk mendapat "naskah bagus" yang sensasional. Burn sendiri mengaku menggunakan bahan yang dapat dikorek, diamati, dan "dirasakannya" sendiri, dalam upaya mengungkapkan "sesuatu di balik fakta". * * * Terletak di lembah indah Aire, enam mil dari Bradford, di kawasan tenang yang sedang berkembang, Bingley tetap kota pedalaman. Masyarakatnya konservatif. Keadaan ini disaksikan Nyonya Gaskell satu setengah abad silam. Melawat ke Utara untuk mempersiapkan biografi seorang temannya, Charlotte Bronte, Gaskell menumpang kereta api yang tahu-tahu "salah wesel" ke Bingley. Tiba di kota dusun itu sang pengarang kaget bukan buatan menyaksikan sikap kaku dan curiga tak menentu penduduknya. "Tingkat kehidupan yang hanya mampu mencukupi keperluan sendiri membuat mereka cenderung menolak pendatang asing... orang asing acap dijawab secara kurang ajar - itu pun jika mereka sudi memberikan tanggapan. Tidak jarang hal itu berlanjut dalam gangguan fisik. Tetapi jika pendatang menerimanya dengan arif dan kepala dingin, serta memuji-muji sikap mereka yang "pada dasarnya" baik, mereka dapat segera berbalik bersahabat dan ramah, malahan bisa dipercaya." Demikian kesimpulan Nyonya Gaskell pada 1857. Konon, sikap demikian tak banyak berubah hingga sekarang. Para pegawai dan orang-orang yang berbelanja merupakan langganan utama stasiun Bingley. Para pelancong, penumpang utama kapal kanal Leeds Liverpool, tersengal-sengal mendaki puncak Five Rise Lock. Dari sana terhampar pemandangan kota, bekas galian pondasi bangunan yang dibuat Bradford & Bingley Building Society, serta tanur-tanur tinggi Bowling Green Mills yang telantar. Toh, terutama sejak 1960-an hingga sekarang, Bingley ramai dikunjungi penduduk sekitarnya. Mereka mencari udara yang masih segar. * * * John Sutcliffe kawin dengan Kathleen Coonan di Bingley beberapa saat sebelum Perang Dunia II berakhir. Anak sulungnya lahir 15 bulan kemudian, pada 6 Juni 1946. Itulah Peter Sutcliffe, si pembunuh. Kathleen, penganut Katolik yang taat, masih melahirkan enam orang anak lagi dalam masa 15 tahun berikutnya. Tetapi hanya Peter yang lembut dan sakit-sakitan, karenanya menjadi anak ibu yang disayangi. Sikap Kathleen yang "terlalu melindungi" si sulung inilah yang dituding suaminya sebagai pangkal sial yang menjerumuskan Peter menjadi banci, dan pemalu. Maka, dalam upaya mencegahnya menjadi pemalu yang berketerusan, Peter dikirim ke sekolah Katolik St. Joseph di Bingley, saat ia baru berusia empat tahun. Padahal, pada kenyataannya hingga usia tujuh tahun pun ia tidak mampu beranjak dari ketiak ibunya. Tiga anak laki-laki lainnya, kecuali Mick - "tinggi besar, perkasa, periang, penuh gairah hidup, yang sangat bertolak belakang dengan Peter" - sesuai dengan gagasan John tentang seorang "pemuda sejati". Walaupun 14 tahun lebih muda, Carl, seperti Peter, tumbuh "terikat pada tali celemek ibunya". Dan, lagi-lagi seperti Peter, menderita di lingkungan sekolah. Harus membesarkan enam anak, merawat rumah dan bekerja malam sebagai babu, Kathleen hanya sempat ke gereja tiga atau empat kali dalam setahun. Tapi iman perempuan itu tidak pernah luntur, dan dipandang sebagai contoh teladan wanita Katolik yang sepatutnya. Besar hati, pekerja keras, dan penyayang merupakan predikatnya yang tetap melekat di hati para tetangganya setelah ia meninggal pada 1978, dalam usia 59 tahun. Dijuluki sebagai ibu yang "berbakti", dengan satu-satunya kelemahan yang disesalkan: sikap yang "terlalu lembut". Kathleen adalah pelindung utama Mick, yang pada usia remaja masih menggelendot di sekitar pinggang ibunya, terhadap polisi. Ketika anak itu berusia 13 untuk pertama kalinya ia ditangkap dan kemudian terus-menerus keluar-masuk penjara karena merampok dan mencederai orang. Dari penampilan "lasak" di masa remajanya, Kathleen tahu-tahu harus memerankan seorang ibu yang bijaksana sesuai dengan usia dan kelasnya. Suaminya, sebaliknya, tampil dalam gaya anak-anak muda. Jas dengan dasi sutera, dari saku atas menyembul lipatan sapu tangan. Rambutnya dipangkas rapi. Apalagi jika ia tampil menyanyi dalam paduan suara pria di kotanya, atau kalau ke pesta dansa. Ia masih mampu bermain football dengan baik dalam usia 40-an dan malahan 50-an - dan bangga menikmati reputasinya, kendati dalam tingkat lokal Bingley. Sebagai akibat terlalu berminat pada urusan di luar rumah ia nyaris menjadi orang asing bagi istrinya - hingga harus menjalani hidup berpisah dengan istrinya selama tiga bulan. Anak-anaknya juga mengenal ayahnya tidak lebih sebagai seorang indekosan. Dan jika sang ayah berada di rumah, ia sepenuhnya seorang tuan: tidak ada yang dapat diperbincangkan dengan dia, dan kata-katanya adalah undang-undang. Adalah peristiwa langka kalau sempat terlihat keluarga Sutcliffe keluar bersama untuk menonton John bermain kriket. Tidak seperti anak-anak lelaki teman main ayahnya, Peter tidak pernah menaruh cukup minat terhadap pertandingan olah raga tersebut. Ia lebih senang menemani ibunya berjalan-jalan keluar-masuk toko. "Bagi si Peter, kami pemain kriket adalah kumpulan orang gila yang memukul-mukul bola dengan sepotong kayu," John belakangan menjelaskan, dengan agak malu, keoada rekan-rekannya. Ketika Peter berusia 10 dan siap meninggalkan SD, ayahnya melakukan upaya terakhir untuk menjuruskan putranya itu ke olah raga favoritnya. Ia membuat bola kulit dan landasan main football di halaman rumahnya di Jalan Manor. Itulah hadiah Natal istimewa dari dia. Latihan pertama berlangsung tepat pada hari libur pertama. "Ayuh buyung, bawa keluar peralatan footbal mu," katanya mencoba membangkitkan animo. "Oh, cuaca terlalu dingin .... Aku tak ingin ...." Jawaban ini segera membangkitkan amarah John. "Tak ada gunanya semua lapangan dan peralatan football baru jika kau tidak ingin menggunakannya. Sekarang, ayuhlah. Siap-siap." Sang ayah memulai dengan memperagakan cara mendribel bola, menggiringnya dan mengontrolnya, menuju ke pitch dalam sepatu but cokelat yang mengkilap, sambil meneriakkan aba-aba. Kemudian giliran Peter. Anak itu mencoba sebisa-bisanya melakukan apa yang diinginkan ayahnya, seperti yang belakangan dituturkan John Sutcliffe. "Kukira, ia cukup alamiah. Kukira, ia menikmati permainan itu ." Kembali ke rumah, Peter membongkar perangkat lapangan dan membawanya sekalian ke rumah bersama peralatan main, dan menyimpannya. Tapi tak pernah disentuhnya lagi. Beberapa tahun kemudian ibunya memberikan semua peralatan itu kepada seorang anak tetangga yang berminat pada football dan acap menonton permainan John. Peter cenderung begitu pendiam di rumah, sehingga tak seorang pun di antara keluarganya yang tahu apakah ia sedang di rumah atau ke luar. Ia masuk kamar atau meninggalkannya tanpa merasa perlu memberitahu seorang pun. Bisa saja seseorang masuk ke kamar Peter tanpa merasa atau memperhatikan bahwa ia sedang duduk di sana. Waktu berjam-jam ia habiskan di kakus - menclok di sana sepanjang petang jika tidak ada anggota keluarga yang mengusiknya. Dan ini menjadi guyonan keluarga. Monopolinya terhadap kamar mandi mendapat toleransi sebagai keanehannya yang lain, sampai kakak-kakak perempuannya berangkat dewasa. Tuduhan bahwa ia memakai waktu lebih banyak di kamar mandi ketimbang semua perempuan di rumah itu, yang berarti lima orang, termasuk ibu dan neneknya, tak habis-habisnya dipercakapkan. Di sana ada sebuah lubang sebesar biji melinjo yang sering kali dimanfaatkan diam-diam oleh Carl untuk mengintip kelakuan abangnya. Ternyata, yang dilakukan Peter tidak lain tidak bukan cuma menggunting milimeter demi milimeter rambutnya yang hitam menarik. Ia mampu berdiri tak bergerak-gerak di depan cermin selama setengah jam atau lebih, tenggelam dalam dunianya sendiri. "Sangat cermat" adalah citra yang setengah memuji, setengah mengejek, dilekatkan kepadanya pada usia remaja, di samping "sangat diam". Kecuali pada jam-jam pergi kerja, ia cenderung menggunakan separuh dari usia belasan tahunnya di dalam kamar yang pada malam hari dipakai bersama dengan dua saudara laki-lakinya. Ia meninggalkan sekolah pada usia 15, dan bekerja di bursa wol di Bradford. Tetapi dengan segera tampak ia tidak betah dengan lingkungan hiruk-pikuk. Namun, bertukar-tukar pekerjaan terjadi berulang kali padanya, oleh banyak orang dinilai lebih sebagai ketidakmampuan melihat ke depan ketimbang ketidakmampuan menyesuaikan diri. Menjelang HUT-nya yang ke-18 terlihat tanda-tanda bahwa Peter mulai keluar dari sarangnya. Ia membeli sebuah sepeda motor, sebagai layaknya anak muda lainnya di tempat kerjanya - suatu gejala umum remaja masa kini. Dan sang ayah segera mensyukuri perkembangan baru Peter ini, sementara Peter mulai pula berminat pada majalah-majalah bina raga. Ia segera mendaftarkan diri sebagai peserta pusat latihan bina raga, dan berlatih secara teratur. Tak seorang pun di antara anggota keluarganya yang tahu. Ia memang sangat tertutup. Tapi hasilnya segera kelihatan. Dan ia mendapat pekerjaan baru yang agaknya sesuai dengan pembentukan tubuh yang diinginkannya: tukang gali kubur. Pekuburan Bingley, salah satu tempat yang sangat populer, dinilai tempat paling indah dan menarik menurut jenisnya di Inggris." Yang berkata demikian bukan sembarang orang, tapi seorang sejarawan setempat yang bernama Harry Speight, pada 1904. Cagak-cagak di Bukit Bingley, bersebelahan dengan Sekolah Tata Bahasa Bingley dari abad ke-19, panorama yang terhampar cukup asyik. Hutan-hutan lebat di seberang sungai, di seberang jalan mendongak Five-Rise Locks, sementara pasar lelang hewan ada di sisi yang lain. Di pekuburan bagian Katolik, yang ditandai oleh salib-salib yang runcing tinggi, hamparan bangunan dan mobil-mobil tampak kecil dan tak berarti di tengah-tengah jajaran bukit dan padang, yang bagai berbaris menuju cakrawala. Keindahannya terasa sekali pada bulan-bulan musim panas, saat "bisnis" kubur menyepi, suasana pekuburan lebih menyeramkan - bahkan bagi penggali kubur berpengalaman. * * * Di kubur inilah Peter Sutcliffe bersumpah kelimpahan wangsit. Dihadapkan ke meja hijau Pengadilan Old Bailey karena dituduh membunuh 13 wanita dan mencoba membantai tujuh orang lainnya, si maha pendiam itu berusaha mempengaruhi hakim dengan dalih telah menerima wahyu. Dikatakannya, turunnya wahyu itu terjadi di pekuburan Bingley, 1967, ketika usianya 21, saat pertama kali ia mendengar "suara" yang menetapkan dia sebagai penerus perintah Tuhan di dunia. Katanya, itu adalah pengalaman yang "sangat menakjubkan", yang pada waktu itu masih dirahasiakannya. "Waktu itu hari mulai hujan. Saya pergi ke atas tebing untuk memandang ke lembah. Tiba-tiba saya merasa mengalami sesuatu yang fantastis," katanya kepada sidang dengan gemetar. "Kutatap lembah dan sekitarnya, dan saya renungkan langit dan bumi, dan betapa tak berartinya kita semua. Tetapi saya merasakan betapa pentingnya diriku saat itu... Saya merasa telah terpilih." Sementara itu, di pekuburan sendiri terjadi serentetan peristiwa ganjil. Ada orang tiba-tiba tersiram air, sementara yang lainnya mendadak ditimpuk batu bata. Cuma Gary Jackson yang selamat, walau terbilang rajin berdiri dengan kamera untuk merekam kejadian. Ia mencuri menjepret orang yang ingin menjahili ukiran atau patung pada nisan. Atau entah iseng entah apa berlagak sebagai mayat hidup, dengan membedaki wajahnya dengan lumpur yang sudah mengering. Peter tidak menunjukkan suatu perasaan ketika mengetahui teman-teman sekerjanya "memata-matai dia". Ia pandai menyimpan perasaan. Tak seorang pun tahu apa yang dipikirkannya, karena air muka Peter tidak pernah berubah: dari sejak tiba di tempat kerjanya pada pagi hari sampai berbenah pulang pada petangnya, ia selalu memasang senyum menyeringai yang mengesankan tinggi diri, atau senyum "Nabi", separuhnya penuh rahasia. Dan ini kesan Billy Moore: "la tidak menanggapi apa pun yang Anda tanya, kecuali nyengir, seolah ingin berkata, 'Bocah-bocah. Yang kalian omongkan semua kosong'." Tapi Gary Jackson lain lagi: "Ia datang terlambat setiap pagi, manis dan kalem, seolah-olah saban hari ia merencanakan menyuguhkan senyuman manis." "Kita sering merasa menjadi semacam persembahan di upacara penguburan,"ujar Laurie Ashton, teman Peter yang lain, mengenang. "Atau merasa harus menyelesaikan tugas sampai rampung, dan tak jarang dengan rasa jemu. Tapi Peter tidak. Ia acap menuntun nenek-nenek keluar dari halaman pekuburan dan dengan ramah dan santun. Toh tanpa menunjukkan perasaannya, dalam bentuk apa pun. Yang Anda dapatkan dari dia cuma senyum kosong." Yang menimbulkan pergunjingan pada waktu itu adalah kegemarannya mengembara di semak-semak, merenung-renung sendirian, bukannya cagak-cagak seperti yang lain. Dan ia tidak pernah mencopot jaket kulit tiruan warna hitam yang selalu dikenakannya, bahkan di puncak musim panas. Ia sukar berkeringat, tampaknya, dan, ketika kembali ke bedeng, hanya menggulung lengan bajunya sampai ke siku untuk berbasuh. Tetapi tak seorang pun menganggap hal itu penting. Sudah lama, di luar jam kerja, ia diterima dalam suasana kekeluargaan dengan sebutan "Pete kita". Ia turut turun ke White Horse pada jedah siang, walaupun tidak pernah benar-benar ikut minum. Ia bengong saja ketika yang lainnya menyuiti gadis-gadis yang lewat Park Road di Bingley pusat. Hari kerja di pekuburan senantiasa diakhiri dengan main dart di "kantin", di tengah asap arang batu dan api kompor menguasai ruangan yang remang-remang. Peter membawa tape-recorder listrik dan memutar lagu-lagu rekamannya sendiri sehingga terseling-seling dengan suara ayahnya yang menyanyikan lagu-lagu sejenis Molly Malone. Dan Laurie Ashton mendapat izin dari pengawas pekuburan menarik Chevrolet tua aar ia dapat mengotak-atiknya pada waktu senggang. Kegandrungan Ashton adalah musik Amerika 1950-an dan mobil Amerika 1950-an. Dua tahun lebih tua dari Peter, ia tidak pernah merasa tua untuk menyukai gaya Teddy-boy yang gemerlapan, dan menjauhi model lama. Untuk kerja, ini artinya celana biru es circulation stopper, sepatu brothelcreeper yang sangat lembut, kaus oblong hitam, rambut model quiff yang membuat kepalanya keberatan untuk ditopang tubuhnya yang kecil, dan cincin-cincin kuningan. Dua puluh tahun berlalu, penampilan demikian masih tetap digemari di Bingley. Gaya inilah yang konon dikembangkan penyanyi rock Elvis Presley, figur yang menjadi patokan banyak wanita di dalam memilih pasangannya. Akibat bersatu gangdengan Laurie Ashton, Peter buru-buru meminjam pakaian rompi ayahnya, tiruan pucat dari pola yang gemerlap. Ia juga mencari-cari dasi model tali sepatu. Apa yang membuat mereka bisa akrab? Ini: minat yang sama terhadap mesin. Sementara itu, teman lama Ashton, Eric Robinson, yang turut kelatahan gaya Teddy-boy menambah jumlah anggota gang. Robinson ini ternyata tetangga keluarga Sutcliffe jua adanya. Dia sejak remaja rupanya sudah terbiasa menjadi gali kelas teri di kawasan perbukitan di sekitar kota. Terakhir ia dihukum karena menjebol dan mencuri mentega, minyak babi, dan segentong asinan di sebuah toko di Jalan Utama. Ketika Eric membeli mobil Vauxhall Wyvern, Peter meminjamkan 20, dan, meskipun belum punya SIM dan masuk asuransi, ia mengajar Eric menyetir di Padang Baildon. Pada 1964 keduanya menyertai Laurie membeli Plymouth Fury. Peter lalu mendemonstrasikan betapa hebat ia mengendarai roda-tiga Reliant di atas satu roda depannya, kemudian di atas dua rodanya. Ini dilakukannya di ruang peraga. Hal-hal kecil seperti ini dapat mendorong Peter tertawa gelak tanpa kendali - yang tersentak terhenti ketika sadar diri. Petualangan kecil-kecilan seperti itu belum apaapa bila dibandingkan bahwa Eric dan Laurie gila senjata api, seperti umumnya anak muda Bingley. Eric menggunakannya tidak sekadar untuk menembak tupai dan tikus got. Ia memiliki sejumlah Luger dan air-pistol, yang kalau tidak diacungkan ke televisi, seperti hendak menembak, tentu ditodongkannya kepada ibunya. Pada saat-saat tertentu ia membawa bedilnya ke padang-padang terbuka dan menembaki apa saja hingga berkeping-keping. Peter selalu menanggapi keadaan seperti itu dengan histeris. Gejolak darah mudanya mendapatkan jalan keluar sejak ia berteman dengan dua anak muda itu. Para penggali kubur acap kali mendapat tambahan uang saku dengan membantu perusahaan-perusahaan penguburan yang menggunakan pekuburan Chapel of Rest. Jas hitam panjang yang harus mereka kenakan saat mengusung peti mati tidak membuat mereka kehilangan kegembiraan. "Ia [Peter] mampu juga tertawa," kata Laurie Ashton mengenang. "Tawa yang lepas." Tetapi rasa humornya dan rasa humor yang lainnya dengan cepat buyar. Misalnya, suatu hari Peter memartil kepala seorang rekannya yang lebih tua, dan tidak lama kemudian terlihat melemparkan sebungkah batu ke keranda yang siap dikebumikan. "Nah, ini dapat membuat kau bangkit dari kuburmu, Bung," katanya ketika itu sambil tertawa khas melalui hidung. Jenis pekerjaan yang ditakuti kebanyakan pekerja pekuburan adalah membersihkan, seperti mencuci lantai dan gereja pekuburan. Apalagi jika pengawas pekuburan mengingatkan pada saat menyerahkan kunci bahwa "ada seseorang di dalam". Hanya dua orang di antara mereka yang tidak merasa takut: Peter dan Gary Jackson. "Bukan si mati yang dapat mencelakakan kau, tetapi yang hidup," Gary sering berkata. Mengetahui ketakutan rekan-rekan lainnya, baik Gary maupun Peter tergoda untuk menakut-nakuti. Ketika sudah ketahuan siapa yang mendapat giliran membersihkan gereja, Gary ataupun Peter diam-diam membungkus dirinya dengan kain kafan dan berdiri atau tiduran di suatu tempat. Lalu, ketika rekan yang dapat giliran mulai kelihatan mendekat, si mayat palsu melambai-lambaikan kedua tangannya .... Karena sikap tak mudah bergidik dengan "para langganan", Gary dan Peter mampu meraih tambahan pendapatan 9 seminggu dengan membantu para pelaksana penguburan dengan pelbagai cara. "Kau bisa membantu mengganti piyamanya jika dia meninggal di tempat tidur, memandikannya, dan sejenisnya. Pekerjaan cukup halal guna meraih beberapa shilling untuk makan siang," tutur Jackson. Mendengar ada yang mencari tenaga untuk mengerjakan pekerjaan serupa selama satu dua jam pada petang hari, Peter pergi melamar. Dan ia mendapat kerja tambahan di rumah mati di kota. Ketika tak lama kemudian Eric Robinson datang ke pekuburan, Peter menunjukkan sesuatu yang menarik. "Waktu itu hanya ada satu penguburan. Para kerabat dan pelayat sudah pulang, sedangkan Peter dan Laurie masih- di sana," cerita Eric. "Peter lalu turun, membuka keranda dan menyelidiki. Mayat seorang perempuan berusia sekitar 64 tahun. 'Nah, ini dia'," katanya beberapa menit kemudian. Peter lalu mulai membual kepada Eric tentang "benda" yang ia ambil dari para jenazah, dan tinggi, hamparan bangunan dan mobil-mobil tampak kecil dan tak berarti di tengah-tengah jajaran bukit dan padang, yang bagai berbaris menuju cakrawala. Keindahannya terasa sekali pada bulan-bulan musim panas, saat "bisnis" kubur menyepi, suasana pekuburan lebih menyeramkan - bahkan bagi penggali kubur berpengalaman. * * * Di kubur inilah Peter Sutcliffe bersumpah kelimpahan wangsit. Dihadapkan ke meja hijau Pengadilan Old Bailey karena dituduh membunuh 13 wanita dan mencoba membantai tujuh orang lainnya, si maha pendiam itu berusaha mempengaruhi hakim dengan dalih telah menerima wahyu. Dikatakannya, turunnya wahyu itu terjadi di pekuburan Bingley, 1967, ketika usianya 21, saat pertama kali ia mendengar "suara" yang menetapkan dia sebagai penerus perintah Tuhan di dunia. Katanya, itu adalah pengalaman yang "sangat menakjubkan", yang pada waktu itu masih dirahasiakannya. "Waktu itu hari mulai hujan. Saya pergi ke atas tebing untuk memandang ke lembah. Tiba-tiba saya merasa mengalami sesuatu yang fantastis," katanya kepada sidang dengan gemetar. "Kutatap lembah dan sekitarnya, dan saya renungkan langit dan bumi, dan betapa tak berartinya kita semua. Tetapi saya merasakan betapa pentingnya diriku saat itu... Saya merasa telah terpilih." Sementara itu, di pekuburan sendiri terjadi serentetan peristiwa ganjil. Ada orang tiba-tiba tersiram air, sementara yang lainnya mendadak ditimpuk batu bata. Cuma Gary Jackson yang selamat, walau terbilang rajin berdiri dengan kamera untuk merekam kejadian. Ia mencuri menjepret orang yang ingin menjahili ukiran atau patung pada nisan. Atau entah iseng entah apa berlagak sebagai mayat hidup, dengan membedaki waiahnya dengan lumpur yang sudah mengering. Peter tidak menunjukkan suatu perasaan ketika mengetahui teman-teman sekerjanya "memata-matai dia". Ia pandai menyimpan perasaan. Tak seorang pun tahu apa yang dipikirkannya, karena air muka Peter tidak pernah berubah: dari sejak tiba di tempat kerjanya pada pagi hari sampai berbenah pulang pada petangnya, ia selalu memasang senyum menyeringai yang mengesankan tinggi diri, atau senyum "Nabi", separuhnya penuh rahasia. Dan ini kesan Billy Moore: "Ia tidak menanggapi apa pun yang Anda tanya, kecuali nyengir, seolah ingin berkata, 'Bocah-bocah. Yang kalian omongkan semua kosong'." Tapi Gary Jackson lain lagi: "Ia datang terlambat setiap pagi, manis dan kalem, seolah-olah saban hari ia merencanakan menyuguhkan senyuman manis." "Kita sering merasa menjadi semacam persembahan di upacara penguburan,"ujar Laurie Ashton, teman Peter yang lain, mengenang. "Atau merasa harus menyelesaikan tugas sampai rampung, dan tak jarang dengan rasa jemu. Tapi Peter tidak. Ia acap menuntun nenek-nenek keluar dari halaman pekuburan, dan dengan ramah dan santun. Toh tanpa menunjukkan perasaannya, dalam bentuk apa pun. Yang Anda dapatkan dari dia cuma senyum kosong." Yang menimbulkan pergunjingan pada waktu itu adalah kegemarannya mengembara di semak-semak, merenung-renung sendirian, bukannya cagak-cagak seperti yang lain. Dan ia tidak pernah mencopot jaket kulit tiruan warna hitam yang selalu dikenakannya, bahkan di puncak musim panas. Ia sukar berkeringat, tampaknya, dan, ketika kembali ke bedeng, hanya menggulung lengan bajunya sampai ke siku untuk berbasuh. Tetapi tak seorang pun menganggap hal itu penting. Sudah lama, di luar jam kerja, ia diterima dalam suasana kekeluargaan dengan sebutan "Pete kita". Ia turutturun ke White Horse pada jedah siang, walaupun tidak pernah benar-benar ikut minum. Ia bengong saja ketika yang lainnya menyuiti gadis-gadis yang lewat Park Road di Bingley pusat. Hari kerja di pekuburan senantiasa diakhiri dengan main dart di "kantin", di tengah asap arang batu dan api kompor menguasai ruangan yang remang-remang. Peter membawa tape-recorder listrik dan memutar lagu-lagu rekamannya sendiri sehingga terseling-seling dengan suara ayahnya yang menyanyikan lagu-lagu sejenis Molly Malone. Dan Laurie Ashton mendapat izin dari pengawas pekuburan menarik Chevrolet tua agar ia dapat mengotak-atiknya pada waktu senggang. Kegandrungan Ashton adalah musik Amerika 1950-an dan mobil Amerika 1950-an. Dua tahun lebih tua dari Peter, ia tidak pernah merasa tua untuk menyukai gaya Teddy-boy yang gemerlapan, dan menjauhi model lama. Untuk kerja, ini artinya celana biru es circulation stopper, sepatu brothelcreeper yang sangat lembut, kaus oblong hitam, rambut model quiff yang membuat kepalanya keberatan untuk ditopang tubuhnya yang kecil, dan cincin-cincin kuningan. Dua puluh tahun berlalu, penampilan demikian masih tetap digemari di Bingley. Gaya inilah yang konon dikembangkan penyanyi rock Elvis Presley, figur yang menjadi patokan banyak wanita di dalam memilih pasangannya. Akibat bersatu gang dengan Laurie Ashton, Peter buru-buru meminjam pakaian rompi ayahnya, tiruan pucat dari pola yang gemerlap. Ia juga mencari-cari dasi model tali sepatu. Apa yang membuat mereka bisa akrab? Ini: minat yang sama terhadap mesin. Sementara itu, teman lama Ashton, Eric Robinson, yang turut kelatahan gaya Teddy-boy menambah jumlah anggota gang. Robinson ini ternyata tetangga keluarga Sutcliffe jua adanya. Dia sejak remaja rupanya sudah terbiasa menjadi gali kelas teri di kawasan perbukitan di sekitar kota. Terakhir ia dihukum karena menjebol dan mencuri mentega, minyak babi, dan segentong asinan di sebuah toko di Jalan Utama. Ketika Eric membeli mobil Vauxhall Wyvern, Peter meminjamkan 20, dan, meskipun belum punya SIM dan masuk asuransi, ia mengajar Eric menyetir di Padang Baildon. Pada 1964 keduanya menyertai Laurie membeli Plymouth Fury. Peter lalu mendemonstrasikan betapa hebat ia mengendarai roda-tiga Reliant di atas satu roda depannya, kemudian di atas dua rodanya. Ini dilakukannya di ruang peraga. Hal-hal kecil seperti ini dapat mendorong Peter tertawa gelak tanpa kendali - yang tersentak terhenti ketika sadar diri. Petualangan kecil-kecilan seperti itu belum apa-apa bila dibandingkan bahwa Eric dan Laurie gila senjata api, seperti umumnya anak muda Bingley. Eric menggunakannya tidak sekadar untuk menembak tupai dan tikus got. Ia memiliki sejumlah Luger dan air-pistol, yang kalau tidak diacungkan ke televisi, seperti hendak menembak, tentu ditodongkannya kepada ibunya. Pada saat-saat tertentu ia membawa bedilnya ke padang-padang terbuka dan menembaki apa saja hingga berkeping-keping. Peter selalu menanggapi keadaan seperti itu dengan histeris. Gejolak darah mudanya mendapatkan jalan keluar sejak ia berteman dengan dua anak muda itu. Para penggali kubur acap kali mendapat tambahan uang saku dengan membantu perusahaan-perusahaan penguburan yang menggunakan pekuburan Chapel of Rest. Jas hitam panjang yang harus mereka kenakan saat mengusung peti mati tidak membuat mereka kehilangan kegembiraan. "Ia [Peter] mampu juga tertawa," kata Laurie Ashton mengenang. "Tawa yang lepas." Tetapi rasa humornya dan rasa humor yang lainnya dengan cepat buyar. Misalnya, suatu hari Peter memartil kepala seorang rekannya yang lebih tua, dan tidak lama kemudian terlihat melemparkan sebungkah batu ke keranda yang siap dikebumikan. "Nah, ini dapat membuat kau bangkit dari kuburmu, Bung," katanya ketika itu sambil tertawa khas melalui hidung. Jenis pekerjaan yang ditakuti kebanyakan pekerja pekuburan adalah membersihkan, seperti mencuci lantai dan gereja pekuburan. Apalagi jika pengawas pekuburan mengingatkan pada saat menyerahkan kunci bahwa "ada seseorang di dalam". Hanya dua orang di antara mereka yang tidak merasa takut: Peter dan Gary Jackson. "Bukan si mati yang dapat mencelakakan kau, tetapi yang hidup," Gary sering berkata. Mengetahui ketakutan rekan-rekan lainnya, baik Gary maupun Peter tergoda untuk menakut-nakuti. Ketika sudah ketahuan siapa yang mendapat giliran membersihkan gereja, Gary ataupun Peter diamd-iam membungkus dirinya dengan kain kafan dan berdiri atau tiduran di suatu tempat. Lalu, ketika rekan yang dapat giliran mulai kelihatan mendekat, si mayat palsu melambai-lambaikan kedua tangannya .... Karena sikap tak mudah bergidik dengan "para langganan", Gary dan Peter mampu meraih tambahan pendapatan 9 seminggu dengan membantu para pelaksana penguburan dengan pelbagai cara. "Kau bisa membantu mengganti piyamanya jika dia meninggal di tempat tidur, memandikannya, dan sejenisnya. Pekerjaan cukup halal guna meraih beberapa shilling untuk makan siang," tutur Jackson. Mendengar ada yang mencari tenaga untuk mengerjakan pekerjaan serupa selama satu dua jam pada petang hari, Peter pergi melamar. Dan ia mendapat kerja tambahan di rumah mati di kota. Ketika tak lama kemudian Eric Robinson datang ke pekuburan, Peter menunjukkan sesuatu yang menarik. "Waktu itu hanya ada satu penguburan. Para kerabat dan pelayat sudah pulang, sedangkan Peter dan Laurie masih- di sana," cerita Eric. "Peter lalu turun, membuka keranda dan menyelidiki. Mayat seorang perempuan berusia sekitar 64 tahun. 'Nah, ini dia'," katanya beberapa menit kemudian. Peter lalu mulai membual kepada Eric tentang "benda" yang ia ambil dari para jenazah, dan terutama yang 13elakangan ia berikan kepada saudara perempuannya, Maureen: cincin-cincin yang indah. "Kau tak usah pergi ke toko perhiasan," katanya, "kau boleh memperolehnya sebuah." Ketika Maureen bertanya dari mana benda itu ia dapatkan, Peter menjawab, "Dari jenazah di tempat kerjaku," lalu ia tertawa gelak-gelak ketika gadis itu dengan marah mencampakkannya. Itu dianggap Peter sangat lucu. Tak ayal apa yang dicurigai terjadi di pekuburan segera menjadi gunjingan ramai di Bingley. Dan seorang laki-laki, rekan sekerja ayah Peter Sutcliffe yang punya kerabat yang dikebumikan di sana, sampai perlu menyampaikan keluhan kepada polisi setempat. Laurie Ashton tahu apa yang terjadi di sana. Tetapi ia cuma duduk dan memperhatikan Peter membuka keranda pada saat-saat tertentu saja, dan mengaku tidak pernah melihat Peter menyentuh sebuah cincin pun. "Ia suka menuntun wanita tua keluar dari daerah pekuburan, tetapi setelah itu ia segera turun kembali ke liang lahad. Ia membuka penutup peti mati, menutupnya kembali dengan perlahan-lahan, kecuali bagian muka jenazah. Dengan sangat hati-hati, ia memindahkan kain penutup muka dan menatap tajam barang 30 detik dengan pemusatan pikiran yang penuh. Setelah selesai, kami kembali menimbuni liang lahad dengan tanah, mengambil mangkuk air masing-masing, dan pergi." Pada saat demikian Peter diam-diam merasa puas, seperti yang terlihat jauh di balik wajahnya. * * * Ada jalur rel kereta api langsung antara Bingley dan laut. Perjalanan ke Morecambe, di Pantai Lancashire, memakan waktu 90 menit. Penduduk Bingley, biasanya secara berombongan, telah menggunakannya bertahun-tahun. Morecambe lebih kecil dan tidak sesemarak Blackpool, terletak 30 mil ke arah selatan. Pernah menerima julukan Bradford-on-Sea, Morecambe masih tetap punya daya tarik sekarang ini. Di sini banyak acara bisa dibuat untuk memuaskan "golongan lebih muda". Nyatanya, "kaum masa kini" yang turun ke kota pada akhir minggu sempat menciutkan hati golongan tua. Keluarga Stoky, mertua Anne, kakak perempuan Peter Sutcliffe yang tertua pindah ke Morecambe dari Bingley begitu menjalani masa pensiun. Anne dan suaminya Trevor ikut pindah beberapa tahun kemudian. Karena adik langsung Peter, Anne lebih memahami kakaknya ketimbang saudara-saudara perempuan mereka yang lain. Anne sering menjadi "pelindungnya" di sekolah, dan membelanya dari berbagai gangguan dan gertakan. Pada usia belasan tahun Peter ganti menemani Anne ke pesta-pesta, "demi keamanan". Semacam balas budi jadinya. Setelah Anne kawn dengan Trevor Stooky, buruh bangunan, pada 1966, ia menetap di Bingley selama beberapa tahun. Tetapi lapangan pekerjaan bagi Trevor semakin langka di daerah itu - hingga lelaki itu lebih banyak menganggur - dan mabuk-mabukan. Inilah yang membuat mereka memutuskan boyong ke Morecambe, pada pertengahan 1970-an. Saat itu di sana sedang dibangun banyak sekali obyek wisata. * * * Whitehall Theatre yang tua di ujung barat kota sudah lama menganggur ketika George Nicholson datang membelinya. Ia merombaknya menjadi museum karya lilin, "dalam tradisi keluaga Tussaud", pada awal musim semi 1956. Inilah salah satu obyek wisata itu. Nicholson memulai dengan hanya 28 model. Yang dipajang terutama patung tokoh-tokoh sejarah: Abraham Lincoln, Florence Nightingale, William Shakespeare, Disraeli, di samping sejumlah figur politik, olah raga, dan seni yang sedang jaya waktu itu. Stanley Matthews, Gilbert Harding, Norman Wisdom, Sir Anthony Eden, dan Sabrina adalah namanama yang menempati ruang-ruang pamer sebesar kamar. Sikap mereka boleh berdiri ataupun duduk di atas lantai. Sambutan ternyata tidak sampai meledak. Model-model baru dipajang dan dijajakan, tapi tetap tak banyak menarik pengunjung. Ini terutama mungkin karena Nicholson tidak berhasil mencapai imbangan vital antara figur yang "penuh respek" dan yang menyeramkan, yang seabad lalu menaikkan nama Madame Tussaud. Dua puluh tahun kemudian tidak banyak berubah. Kecuali, pada 1970-an, menjadi semacam kumpulan barang-barang aneh. * * * Pada 1967, Peter Sutcliffe dipecat dari pekuburan Bingley, sebagai penggali kubur, untuk kedua kalinya. Alasannya, ia tidak mampu bangun pagi-pagi. Keteledoran ini juga terjadi pada tempat-tempat kerjanya yang lain. Tidur tampaknya menjadi kenikmatan tiada batas baginya. Kebiasaannya ini bukan cuma di pagi hari, juga pada petang hari. Misalnya ketika sore hari berjanji dengan teman sekerjanya untuk keluar berjalan-jalan. Saat temannya sudah datang rapi-rapi, ternyata Peter masih mendengkur di atas loteng. Pada usia 21, Peter sudah jarang sakit-sakitan lagi seperti di masa kecilnya. Ini mungkin karena ia rajin latihan olah raga berat, misalnya angkat besi, sehingga tubuhnya sekuat gajah. Namun, ia tampaknya masih bertemperamen gamang. Walaupun ia berada dalam "lindungan" keluarganya, ia masih tetap saja berlaku serba canggung dan kikuk. Ketidakmampuannya untuk rileks, bahkan ketika duduk di depan televisi, merupakan pembawaan Peter yang terus-menerus dipercakapkan seisi rumah. Tidak seorang pun anggota keluarganya pernah melihat ia santai. Ia selalu tampak duduk tegak, dengan kedua kakinya bertumpu kaku, sambil memutar-mutarkan matanya ke kiri ke kanan jika ada yang berbicara kepadanya - tanpa memalingkan kepalanya. Betapa tegangnya Peter diceritakan sendiri oleh saudaranya, Mick. Pada suatu kesempatan pergi bersama yang jarang untuk minum di Fisherman, kedai minuman di kanal di Bingley, Mick melihat betapa kakunya dia. "Aku tahu, ia agak tegang. Ia masuk dan duduk dengan kedua tangan di kedua lututnya, begitu kakunya, sehingga mau rasanya berkata: 'Sialan, santai saja mengapa!' Tapi anehnya, setelah ia mereguk beberapateguk bir, ia langsung bepekerti sebaliknya." "Ia tidak minum banyak. Biasanya ia minum beberapa botol kecil. Tetapi ketika aku menyuguhkan beberapa botol besar, nah, ia menjadi begitu meledak-ledak ketimbang sebelumnya, tertawa dan bercakap-cakap dan bercerita yang lucu-lucu. Sekali ia melepas tawa jangan harap ia berhenti dalam 10 menit. Disusul dengan berteriak-teriak, menjerit-jerit, sehingga seluruh kedai menoleh. Tapi ia tak mempedulikan mereka." Mick baru berusia 17 tahun ketika Peter membawa dia ke Bradford untuk pertama kalinya ke warung-warung minuman di pusat kota. Peter sendiri baru ke sana sekitar dua atau tiga tahun sebelumnya. Setelah mereguk beberapa gelas, ia menunjukkan bagaimana caranya mengobrol dengan cewek-cewek. "Jika kau dapat memainkan kartumu dengan baik malam ini, kau boleh dapatkan aku," itulah taktik yang biasa ia gunakan - dan Mick bukan satu-satunya orang yang tidak terkesan. Tapi kadang-kadang ia berhasil membuat janji dan pulang tergopoh-gopoh membawa cerita ke hadapan Mick. Pada suatu malam, beberapa bulan sebelum HUT-nya yang ke-21, Peter pulang ke rumah dengan perasaan riang ria. Saat itu 14 Februari, Hari Valentine, 1967. Ia telah menemukan "teman kencan", katanya kepada Mick di kamar yang mereka tinggali bersama di Jalan Cornwall. Ia bercerita bagaimana caranya menggaet sang cewek: dengan menumpahkan setengah botol bir ke roknya, dan kemudian berkeras mengantarkannya dengan sepeda motor untuk ganti pakaian. Gadis itu kemudian kembali bersamanya ke Bradford dan berjanji akan bertemu lagi minggu depan.... Semua rekan sekerja Peter di pekuburan Bingley tahu benar bagaimana membuat wajah kawan itu merah padam tersipu-sipu: buku "porno" yang biasanya beredar dari tangan ke tangan di tempat kerja. Peter biasanya bingung dan tidak tahu bereaksi dengan pantas. Ia panik suatu kali karena terangsang secara gila oleh gambar telanjang istri rekannya yang lebih tua yang ditaruh di dalam dompet pemiliknya. Gambar-gambar itu memang diambil secara provokatif dari berbagai sudut pengambilan. Pangkalnya barangkali karena Peter terlalu sopan. Bahkan ketika pergi minum-minum dengan Eric Robinson dan Laurie Ashton - biasanya di kawasan "redup-redup" - ia senantiasa mencoba bersopansantun. Ia dengan cepat salah tingkah jika ada yang memulai bercerita jorok di depan cewek-cewek. Dan jika ada wanita yang berani menggodanya, ia gemetar kebingungan. Hal begini sempat membikin ganjalan bagi teman wanita Laurie, Cath, yang sedang bersiap menjadi Nyonya Ashton. Peter yang begitu sopannya, tapi ngebet, termalu-malu dengan muka merah jambu ketika berbicara dengan dia. Padahal, sebagai anak yang bersaudara 12 laki dan perempuan, Cath bukannya tak biasa dengan humor cabul dan kata-kata jorok. Akhirnya, seorang gadis, Sonia memasuki kehidupan Peter Sutcliffe. Penampilan gadis ini mengingatkan orang kepada seorang gadis yang diboyong dari Cekoslovakia ketika orangtuanya kabur dari sana 20 tahun yang silam - ketimbang seorang anak perempuan yang lahir beberapa stopan bis dari kedai minuman keras. Pakaiannya, dibandingkan dengan mini dan stiletto yang lagi mode waktu itu, tampak terbikin dari kain kasar dan ketinggalan zaman. Tubuhnya pendek dan gendut. Rambutnya yang agak parjang "model Afrika" yang, berbeda dengan Cath dan teman-temannya, jarang didandani di salon. Llu, cara ia menolak untuk bergunjing di tempat-tempat pertemuan, membuat Sonia tidak banyak mempunyai teman wanita. Ia tampaknya lebih banyak teman di kalangan penggali kubur. Dan di sanalah Sonia bertemu dan berteman dengan Peter. Seperti Peter Sutcliffe, Sonia adalah kombinasi aneh antara sikap malu-malu dan pengkhayal. Keduanya dengan cepat mengambil jarak dari temanteman lamanya. Mereka juga lebih banyak berduaan di luar pub ketimbang bergabung dengan temanteman lainnya di sekitar meja. Mereka pun lebih senang mengasingkan diri. Dengan cepat keduanya menciptakan pagar pemisah di sekeliling mereka, sehingga hanya sedikit saja yang berhasil menerobosnya pada tahun-tahun berikutnya. Pad usia 16 tahun, Sonia masih duduk di bangku sekolah untuk membina kariernya sebagai guru yang bertahun-tahun dipersiapkan oleh ayahnya yang ambisius. "Cewekku akan memperoleh jabatan bagus setelah ia selesai sekolah," begitu suatu kali Peter berkata kepada Laurie. * * * Setelah pacaran selama tujuh tahun, akhirnya Peter Sutcliffe menikahi Sonia Szurma pada musim panas 1974. Tapi ada goresan luka yang cukup dalam pada perkawinan itu. Lima tahun sebelum pernikahan itu, ketika Sonia belajar di Bradford Technical College untuk meraih tingkat A, ia menjalin hubungan cinta dengan seorang pemuda Italia. Inilah mungkin yang mendorong Peter mengadakan kontak untuk pertama kalinya dengan seorang pelacur. Ketika Peter Sutcliffe berdiri di depan hakim Pengadilan Old Bailey 14 tahun kemudian, dengan tuduhan membunuh 13 wanita dan mencoba menjagal tujuh orang lainnya, ia mengaku bahwa pada awalnya sekadar ingin "menyamai skor" Sonia. Tetapi ia jadi panas karena pada usaha itu ia bertemu perempuan yang "kasar dan jalang", yang menggelapkan uang yang dipinjamkannya. Waktu Peter menagih uangnya, lonte itu menertawakan dia. Setelah kejadian ini, katanya, pikirannya "kacau balau": "kebencian umum terhadap setiap pelacur" berkembang sengit di dalam dirinya. "Suara Tuhan", yang konon ia dengar pertama kali di Bingley dua tahun sebelumnya dan membuat hatinya "tenteram", kini mulai mengirimkan perintah "penugasan". "Suara yang saya yakin berasal dari Tuhan berkata bahwa pelacuran adalah biang kerok semua persoalan .... Saya diperintahkan melaksanakannya dan itu perlu: Untuk mengenyahkan kaum pelacur. Sesuatu harus dilakukan untuk menanganinya," katanya di depan pengadilan. Ia lalu menyerang seorang pelacur dengan batu bata di daerah Lumb Area di Bradford. Sekitar sebulan kemudian, Oktober 1969, ia ditangkap karena terbukti "mempersenjatai diri untuk rencana pencurian". Walaupun dalam sidang pada 1981 Peter mengakui bahwa ia membawa martil karena bermaksud membunuh pelacur, ia tidak mendapat hukuman berat. Sesudah tahun itu, tidak terjadi serangan terhadap pelacur dalam masa enam tahun - pada masa ia telah menikahi Sonia. Pada 1972, ketika sedang belajar di sekolah guru di London Selatan, terungkap bahwa Sonia menderita tekanan perasaan, yang didiagnosakan sebagai schizophrenia. Kesabaran dan kelemahlembutan luar biasa yang ditunjukkan Peter kepada calon istrinya sangat mengesankan keluarga Szurma. Maka, ada keberanian melepaskan putri mereka yang sakit jiwa. Dan, dengan syarat bahwa Sonia harus tetap tinggal di bawah pengawasan mereka di Tanton Crescent, orangtuanya setuju Peter menikahinya pada 10 Agustus 1974. Tepat pada HUT Sonia yang ke-24. Hubungan Peter dengan mertuanya cukup akrab, dan mereka dapat menyesuaikan diri satu dengan lainnya. Hubungan Sonia dengan keluarga Peter tidak begitu jelas. Apa yang dicoba diatasi, sikap pemalu Sonia supaya tidak tampil sebagai suatu keangkuhan. Sonia sendiri berusaha menjaga sedapat-dapatnya agar tidak didudukkan sebagai pesakitan yang siap diadili. Pada musim panas 1977, sesaat sebelum Sonia mengisi lowongan guru cadangan, ia dan Peter pindah ke rumah sendiri di Garden Lane di Heaton. Terletak di daerah pinggiran "pilihan" dari sebuah kawasan lampu merah di Bradford. Inilah tempat jarahan Peter selama beberapa, waktu. Sementara itu, ketidakcocokan mereka mulai muncul dan semakin jelas. Akibatnya Sonia secara terang-terangan menyatakan keinginannya bertemu dengan teman-teman dan keluarga pada sembarang waktu yang dikehendakinya. Malahan Sonia tak malu-malu mengakui kepada Mick di depan banyak orang bahwa ia dan suaminya secara terpisah mencari hiburan sendiri-sendiri dengan teman-teman "profesional". Celakanya, bagi Peter konflik ini dengan mudah terpecahkan. Sambil melihat kenyataan cintanya yang mulia terbagi ia masih mampu menerimanya dengan rasa maaf, yang bisa juga muncul sebagai mengejek jika Sonia tidak bersama dia. Cukup banyak waktu dihabiskan Sonia tanpa mendengar radio atau rekaman, di kamar atas yang cuma dilengkapi tikar tua. Ini cukup membuat Carl, saudara Peter, tercengang. Carl pernah melihat Sonia cuma berdiri di depan jendela, "hanya menatap, seperti seekor tikus kecil". Namun, ada saat-saat Sonia tidak bisa mengendalikan amarahnya, dan meledak. Misalnya, ketika Carl memacu sepeda motornya dengan suara meraung-raung di Garden Lane. Tapi umumnya ia bagaikan , embun pagi menggelantung di dedaunan. Orang-orang yang tahu Sonia sebagai guru sekolah yang pemalu dan bersuara lemah-lembut - termasuk ayah Peter untuk waktu yang lama sukar membayangkan wanita itu punya peran dominan yang lain. Namun, memperhatikan sifat menantunya yang berang, John Sutcliffe seperti merindukan latar 6elakang Eropa Timur-nya. "Di sana," ujarnya, "setiap laki-laki pegang peran utama dan perempuan selamanya di dalam rumah." Jika tinggal berdua di rumah, Sonia dengan cepat bangkit amarahnya melihat Peter hanya duduk di depan televisi sepanjang waktu. Ia akan segera mencabut steker dari dinding. Ia juga tidak membolehkan Peter membaca koran. Ini acap diikuti dengan menjambak rambut di kepalanya, menendangnya, dan menjerit-jerit begitu kerasnya yang membuat para tetangga mendongakkan kepalanya. Tetapi aneh, Peter bereaksi kalem, memeluk bahu Sonia, sampai perempuan itu bisa ditenangkan. Tak pernah ia menyakitinya. Ia lebih senang meninggalkan rumah ketimbang meninggikan suaranya. Jangan harap Peter masuk rumah tanpa membuka sepatunya dulu. Atau menaruhkan begitu saja pakaiannya di bak mesin cuci. Istrinya tak tahu bagaimana bau kaus kaki atau pakaian dalamnya, dan Peter lebih senang mencuci pakaiannya sendiri di bak cucian piring. Sonia memang sangat pembersih. Kalau ia mencuci karpet, itu dilakukannya dengan menyikatnya inci demi inci dalam sehari penuh. "Aku sudah menguburkannya di kebun belakang rumah, kalau aku menjadi Peter," kata Carl kepada Mick. Mick sendiri tidak ragu-ragu mengatakan apa yang dirasakannya terhadap Sonia. "Kau sama brengseknya dengan Peter," katanya. Akhirnya, hanya kalau diundang saja mereka datang ke rumah Sonia di Garden Lane. Biasanya di hari raya Natal, atau ulang tahun. Pertama kali Peter menjamu keluarganya sendiri di rumah adalah pada malam 9 Oktober 1977 - sekitar tiga tahun setelah pernikahannya, dan seminggu setelah pindah ke rumah baru yang paling mereka banggakan. Hanya sekelompok kecil yang berkumpul pada "selamatan" di hari Minggu itu: Jane dan suaminya, Ian Mick dan Susan, yang akan menjadi istrinya yang kedua John dan Katheleen serta, tentu saja, Peter dan Sonia. Annie Rhodes, teman John dari Bingley, adalah satu-satunya orang lain. Annie berkeras memberikan tumpanan kepada ayah-ibu Peter ke Heaton. Tapi Peter sendiri mendesak agar mereka tinggal dulu. Petang itu dimulai dengan kaum pria mereguk minuman dan kaum wanita berceloteh tentang mebel bagus dengan Sonia. Kedua kelompok itu baru berbaur ketika perbincangan sampai pada soal unsur paling menarik tata rias kamar duduk rumah itu. Contoh barang-barang tembika Sonia dipajang di semua sudu kamar depan, dan juga hampir di tiap pojok rumah. Menatap pada sejumlah silinder abstral yang melintir-melintir, umumnya dicat hijau, Mick tidal tahu pendapatnya. Ia hanya teringat pesan Peter agar tidak tertawa. Masih ada sejumlah patung kecil diletakkan di atas piano di kamar makan. Dan hanya ketika semua sudah berada di meja makan untuk santap malam, barulah ke canggungan para hadirin ber angsur hilang. Menyadari bahwa Sonia salah hitung tentang selera para tamunya, Peter sebelumnya sudah bersiap-siap dengan kentang rebus. Sayangnya, tidak direbus lama, sehingga ketika Jane menusukkan garpu ia pun terpaksa nyeletuk, "Keras seperti batu." Kemudian Peter mencoba juga menyuapkan masakannya ke mulutnya. Tapi umbiumbian celaka itu menggelinding jatuh ke lantai. Yang terjadi kemudian adalah: Jane merasa belum pernah tertawa begitu renyah selama hidupnya. Aneh, Sonia sendiri tidak tampak tergelitik tersinggung atau murka. Ia lebih asyik mendengar pujian mertuanya, bahwa ia berhasil membuat "Ratu Victoria yang indah". Tak jelas, apakah itu nama kue lapis, atau gaya ruang dalam. Inilah seluruh suasana yang direkam Jane melalui kamera instamatiknya. Hampir sepanjang "acara" sampai Annie mengajak Mick dan Susan pulang dengan mobilnya ke Bingley, dan Peter mengantar kedua orangtuanya, disertai Jane dan Ian. Peter Sutcliffe bukannya putar haluan dan balik pulang ke rumahnya di Heaton pada tengah malam menjelang dinihari itu. Ia malahan melintasi pusat kota Bradford dan mengemudikan mobilnya ke Manchester Road. Dalam waktu setengah jam, The Yorkshire Ripper itu berhasil melucuti pakaian dan mencabik-cabik wanita yang telah dibunuhnya enam hari sebelumnya. Almarhumah adalah korbannya yang keenam. * * * Peter si tukang cabik punya alasan dalam dirinya untuk singgah ke rumah kenangan di Morecambe, setelah tahun 1975. Soalnya, ada Anne dan Trevor dan, yang lebih penting, dua kemenakannya, serta kakak perempuan neneknya yang menetap di sana. Bekerja di sebuah perusahaan transpor rekayasa kecil di dekat rumahnya di Heaton, ia selalu pulang pergi ke Wales atau Skotlandia. Morecambe hanya 10 menit bermobil dari jalan utama di Lancaster. Karena itu, ia dengan mudahnya dapat singgah di rumah Anne dan keluarganya atau, walaupun jarang-jarang, ke kediaman nenek Renee, beberapa kali dalam sebulan. Kalau waktu luang, ia hampir tidak pernah absen mengunjungi rumah lilin Tussaud. Baik sendirian maupun dengan Mick atau Carl, jika kedua saudaranya itu menyertainya, seperti yang kerap terjadi. Begitu melangkah ke ambang pintu, Peter langsung berbelok ke kanan, naik ke tingkat atas. Ia terus mendaki ke galeri teratas, lalu berbelok tajam ke tempat penyimpanan patung-patung yang sangat gelap. Setelah itu, ia cepat-cepat menyelinap ke ruangan yang terlarang bagi seseorang yang belum berusia 16--17 tahun. "Museum Anatomi" adalah nama yang gagah untuk dua ruang kecil remang-remang dan berbau apak yang senantiasa dikunjungi Peter itu. Bau pesing menyertai pajangan yang konon "antik", kendati dibikin dari lilin biasa. Bau-bauan menjadi lengkap tengiknya karena ditambah bau lemak binatang, bahan utama lilin. Lilin yang dipakai untuk membuat patung memang sama mutunya dengan lilin pelita biasa, sehingga mudah rapuh. Karenanya, banyak patung rekah dan berlubang - tampak usaha penyelamatan dengan merekatkan selotip. Beberapa patung cacat yang digantungkan di dinding ruangan dijuluki Mick dengan "kamar tubuh-tubuh yang menyeramkan". Ukuran badan patung tidak normal, dan lagi tanpa kepala atau tanpa anggota tubuh. Ada sembilan patung wanita yang terpenggal di sekitar bawah perut karena kerusakan, sehingga fungsinya yang ingin menggambarkan "sembilan tahap kehamilan" kepada pengunjung terganggu. Patung wanita hamil itu memang seram luar biasa. Impresi luka menganga di sekitar pusar yang merobek makin lama makin besar ingin menggambarkan kehamilan di Abad Pertengahan. Dan daging yang tidak sehat, dari gambaran Abad Kegelapan itu, ditandai dengan kepucatan daging palsu dan kesegaran kain kasa tukang jagal yang ketika itu sudah disebut "pembedahan". Tubuh-tubuh simpang siur itu dihamparkan, dengan dada telanjang, dan bagian rawan di bawah perut pun tidak ditutup-tutupi. Tak heran jika ruangan ini terlarang bagi anak-anak di bawah umur. Ada ruangan lain yang lebih kecil, seperti terowongan yang hampa udara, dan merupakan galeri yang lebih menggidikkan dari "kamar tubuh-tubuh yang menyeramkan". Dan kamar ini fokus pameran. Di sinilah Peter Sutcliffe sering gentayangan. Di ruangan ini digambarkan akibat dahsyat perbuatan laknat sebelum nikah. Sebuah kamar sumpek dijejali kotak-kotak bertutup kaca tebal seperti yang biasa dimiliki seorang taxidermist. Tiap kotak - bayangkan - berisi tumpukan daging manusia. Bibir vagina pada daging itu dibuat melepuh kemerah-merahan, dilelehi darah dan nanah di sekitar "rambut"-nya yang abu-abu, jelas maksudnya, terserang penyakit sifilis. Empat wajah bayi cemar diwujudkan sebagai parut-parut pada wajah dan goresan dalam. Inilah ruangan yang disukai Peter, gambaran yang penuh nanah dan daging busuk. Karya pusat koleksi campur baur ini agaknya adalah patung dada wanita. Aslinya diilhami oleh sejumlah karya patung keagamaan, seperti Bunda Maria sedang menyusui bayi Yesus. Kepala merunduk dengan anggunnya dan terbungkus dalam kain kasa, sedangkan dua jari kanan memegangi puting tetek. Puting tetek dihitamkan, sedangkan teteknya sendiri putih lilin yang tertutup warna merah berbintik-bintik. Itulah jejak-jejak penyakit kelamin juga adanya. Pada karya ini, seperti juga lainnya, dicantelkan kartu yang sudah pudar warnanya, dengan goresan huruf Gothic gaya lokal. "Orang bijaksana melihat setan dan menghindarinya tapi si tolol menyongsongnya, dan dihukum" tertera di kepala rusak empat orang anak. Di buah zakar yang mengelupas tertera kata-kata ini: "Kebejatannya akan menghancurkan dirinya sendiri. Dan ia akan terjerat dengan dosanya sendiri". Lalu ini: "Bagi para suami yang brengsek, kasus ini patut menjadi perhatian mereka. Juga bagi para suami dan ayah baik-baik yang terjerumus, yang telah menghancurkan kebahagiaan keluarganya". Kalimat ini tersampir pada patung "madonna" yang begitu parahnya dicederai. Keluar dari "Museum Anatomi", pengunjung dihadapkan dengan patung utuh Kristus yang sedang disalib. * * * Beberapa saat sebelum ulang tahun hari perkawinannya, Juli 1975, Peter Sutcliffe menyerang seorang wanita di Keighley dengan martil. Enam minggu setelah itu, seorang wanita lain mendapat giliran di Halifax. Dengan alat pencabut nyawa yang sama. Walaupun luka parah, baik Anna Rogulskyj maupun Olive Smelt selamat. Enam minggu kemudian, Peter melawat ke Leeds dan membunuh orang pertama dari 13 korbannya yang tewas. Ketiga belas wanita itu-dibantainya dalam waktu lima setengah tahun. Jenazah Wilma McCann ditemukan tukang susu di lapangan main Pangeran Philip pada pukul 07.41 pagi, Kamis 30 Oktober 1975. Ia terbaring telentang dengan celana panjangnya tergeletak di dekat tumitnya. Kutangnya tanggal hingga payudaranya tanpa penutup dan inilah cara Peter Sutcliffe memperlakukan korbannya yang menyohorkan namanya sebagai The Yorkshire Ripper, tukang cabik dari Yorkshire. Wilma malang ditikam sembilan lubang di perut bagian bawah dan lima lubang di bagian dada, dengan pisau bermata satu, atau obeng. Tetapi karena keadaan luka-lukanya, lubang-lubang tikaman berwarna cokelat di atas tubuhnya yang pucat, Wilma pada saat ditemukan cuma tinggal sebagai sisa-sisa manusia, bagaikan buntalan barang yang tercecer. Paling-paling seperti seorang peragawati lumpuh, kalau tamsil Gordon Burn sesuai untuk dipakai. * * * Pada 1981, Pengadilan Old Bailey yang mengadilinya berhasil membuktikan bahwa ia bersalah melakukan pembunuhan terhadap 13 wanita dan mencoba menghabisi tujuh lainnya. Ia dijatuhi hukuman total penjara seumur hidup. Pengadilan kemudian memperdebatkan bahwa Peter menderita gangguan mental. Tetapi jaksa penuntut dengan sukses menyanggah bahwa si pencabik nyawa itu gila, karena itu patut dihukum. Pada bulan Maret 1984, ia dipindahkan dari penjara ke Broadmoor, sesuai dengan usul menteri dalam negeri. Menteri dalam negeri agaknya ingin meyakinkan Majelis Rendah tentang keharusan memperhatikan kemunduran serius kondisi kejiwaan Peter Sucliffe. Sejak saat itu, koleksi patung lilin Nicholson dan Madam Tussaud di Morecambe memperoleh pajangan baru - figur yang diharapkan dapat membanjirkan pengunjun Pada pintu gerbang Ruang Horor, beberapa meter dari Ruang Anatomi yang menyeramkan - yang pernah menjadi tempat Peter gentayangan sambil menyimak tampang-tampang menakutkan - kini berdiri patung Peter Sutcliffe, sang Pencabik Nyawa. Apakah memang Peter mencita-citakan untuk "berdiri" di sana, hanya dia sendiri yang tahu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini