Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Memasyarakatkan Barang Kering

Diskusi panel biologi UI membahas tentang perkembangan bioteknologi dalam berbagai bidang. Kurikulum perguruan Tinggi Indonesia belum mendukung. (ilt)

8 September 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BIOTEKNOLOGI memang bukan hal yang sama sekali baru buat Indonesia. Sebagal teknologi yang mencakup berbagai proses hayati pada sumber daya alam, "bioteknologi tradisional" kita sudah mengenal proses peraglan, atau pembuatan tempe dan oncom dengan menggunakan jasad renik. Tetapi, bila masalah meningkat ke pemahaman dan penguasaan zat pembawa keturunan, seperti gen, DNA, RNA, dan plasmid, persoalannya menjadi lain. Prospek perkembangan bioteknologi itulah yang dibahas diskusi panel biologi UI, akhir bulan lalu. Kegiatan yang merupakan bagian Pekan Biologi 1984, yang diselenggarakan komisariat Senat Mahasiswa Biologi FMIPA UI, ini terutama melihat pemanfaatan bioteknologi dalam berbagai bidang: farmasi, teknologi pangan, pertanian, dan lingkungan hidup. Apalagl, d bidang ini, "Potensi kita bukan main besarnya," kata A.M. Satari, deputi Ketua Bidang Pengkajian Ilmu Dasar dan Terapan BPPT. Karena itu, dalam Jangka pendek akan dilakukan inventarisasi mikroba potensial. Bioteknologi, seperti dikatakan Satari, "Memang bertumpu pada aktivitas mikroba" - alias jasad renik. Inventarisasi itu akan meliputi segi sistematika serta fisiologinya. Mikroba didukung struktur genetik yang sederhana, sehingga lebih mudah dimanipulasikan. Ia juga mampu membiak dalam tempo singkat, serta dapat mengubah struktur lingkungannya melalui aktivitas biologis. Di bidang pertanian, sebagai contoh, mikroba dapat berkembang dua kali lipat dalam waktu 20 menit. Sementara itu, sel tanaman jagung hanya menghasilkan dua generasi dalam setahun. Di lapangan kedokteran misalnya, insulin, yang bekerja pada metabolisme karbohidrat untuk mempermudah glukosa dalam darah masuk ke dalam sel-sel tubuh selama ini diperoleh dari pankreas hewan. "Bayangkan berapa banyak hewan harus dikorbankan untuk menghasilkan insulin tersebut," kata Dr. Asri Rasad, dekan FK UI dalam makalahnya. Kini insulin diproduksikan sel bakteri. Caranya dengan memindahkan gen yang bertanggung jawab terhadap pembuatan insulin, dari sel beta pankreas ke dalam sel bakteri. Tentu tidak mudah. Pekerjaan dimulai dengan membelah kromosom sel beta pankreas ke dalam fragmen-fragmen, kemudian mencari fragmen yang mengandung gen insulin, lalu merangkaikannya dengan DNA bakteri. Di dalam bakteri itu, gen insulin asal sel pankreas tetap berfungsi membuat insulin. Di Indonesia belum dilakukan manipulasi genetika melalui rekombinasi DNA. "Tetapi, kita tentu akan ke sana," kata Satari. Persiapan yang sudah dilakukan untuk menyongsong era itu, antara lain, teknologi kultur Jaringan. Teknologi ini merupakan dasar bagi pengembangan manipulasi genetlka. Satari agak mengeluhkan para ahli bioteknologi yang bekerja terpencar, dengan Jaminan dan fasilitas laboratorium yang kurang memadai. Tetapi, menurut Indrawati Ganjar, moderator diskusi panel dan ketua Jurusan Biologi FMIPA UI, "LIPI tengah mengusahakan Sentrum Biologi di Indonesia." Ia sendiri, yang bekerja sama dengan beberapa peneliti dari Pusat Penelitian Mikrobiologi Delft, Negeri Belanda, sudah mengidentifikasikan tiga jenis mikroba. Ini juga dalam rangka inventarisasi tadi itu. Dalam waktu dekat, Indrawati merencanakan mempresentasikan hasil identifikasi tadi di dalam forum ilmiah. Kekurangan tenaga, menurut Indrawati, bisa dikaji pada sikap memandang rendah Jurusan biologi sebagai jurusan yang "kering". Maka, lewat Pekan Biologi ke-2 inilah yang pertama tahun lalu permasalahan bologi hendak dicuatkan untuk memancing perhatian. "Biologi sering diremehkan, dikira cuma meneliti hewan dan tanaman saja," katanya. Tetapi, sarjana biologi lulusan Universitas Utrecht, Negeri Belanda, itu mengaku, "Bioteknologi yang banyak manfaatnya bagi kehidupan manusia memang belum digarap serius di Indonesia." Para ahli Indonesia, katanya, baru sampai pada penelitian dasar - paling pada tingkat menegah. Sementara itu, alih teknologi di lapangan ini kelihatannya berjalan seret. "Bioteknologi yang diberikan kepada kita oleh negeri maju sebetulnya sudah usang," kata Satari. Ia menilai, bioteknologi mutakhir harus kita uber sendiri. Pendapat ini senada dengan Indrawati, yang menuntut sikap kritis dalam menerima alih teknologi. Dari segi ini pula, agaknya, Satari menganggap kurikulum perguruan tinggi di Indonesia belum mendukung pengembangan bioteknologi. "Belum mengarah pada sasaran yang diperlukan," katanya. Mestinya, kurikulum jurusan biologi di perguruan tinggi lebih ditekankan pada bidang biokimia, genetika, elektronika, dan komputer. Tegasnya, usaha mernasyarakatkan "barang kering" ini masih dihadang pelbagai hambatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus