Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERCAKAPAN seru terjadi di antara anggota mailing list penggemar musik rock klasik. Yang dibicarakan adalah sejarah seseorang yang menggilai musik cadas 1970-an itu. Seseorang mengaku kesengsem rock klasik setelah mendengarkan lagu Yes dan Genesis. Yang lainnya ”diracuni” oleh radio. Gandhi Hadiwitanto, seorang penggila musik rock dari Pekalongan, menulis, ”Selain mendengar kaset koleksi milik Om, Saya kenal musik rock dari majalah Aktuil.”
Majalah Aktuil memang sempat menjadi ikon penting bagi dunia rock klasik. Terbit di Bandung pertama kali pada 8 Juni 1967, Aktuil menyebarkan ideologi musik rock dengan gempita. Dengan ulasan dan reportase yang informatif, majalah ini sempat menjadi ”kitab suci” para rockmania di Tanah Air.
Majalah ini berawal dari kekecewaan. Adalah Denny Sabri Gandanegara, kontributor majalah Discorina yang terbit di Yogyakarta, yang merasa tak puas dengan konsep redaksional di media tempatnya bekerja. Denny lantas mengajak Bob Avianto (penulis lepas soal film) dan Toto Rahardjo (pemimpin Kelompok Musik dan Tari Viatikara) untuk membuat majalah musik, film, dan sastra yang lebih bertenaga. Ketika itu para penggagas menghabiskan Rp 10 juta sebagai modal pertama majalah Aktuil.
Awalnya, Aktuil hanya dicetak 5.000 eksemplar. Jumlah itu langsung ludes dilahap pencinta musik di Bandung dan sekitarnya. Angka penjualan terus meningkat hingga mencapai 125 ribu eksemplar pada awal 1970-an. Untuk menampung pelbagai karya jurnalistik musik, majalah dwimingguan ini memperbesar format ukuran. Dari yang sebelumnya berukuran 16 x 21 sentimeter menjadi 21 x 29,7 sentimeter.
Peningkatan tiras yang begitu pesat merupakan buah dari strategi redaksional yang jitu. Aktuil, misalnya, kerap melaporkan kisah pementasan musik rock dengan gaya reportase yang memikat. Pada zaman ketika siaran MTV belum bisa ditonton di Indonesia dan tabloid musik belum seramai sekarang, liputan Aktuil adalah oase bagi penggila classic rock.
Pada 1968 majalah ini sudah memiliki kantor biro di Hamburg, Jerman Barat. Ketika itu Jerman merupakan kiblat utama musik rock di Eropa. Grup musik Scorpion, misalnya, berasal dari negara itu. Kelompok musik asal Liverpool, Inggris, The Beatles, memulai kariernya dengan pertama kali manggung di Bonn, Jerman Barat.
Secara visual, Aktuil berbeda dengan majalah lain yang ada di Indonesia. Aktuil berani tampil beda dengan background warna gelap yang mencolok. Majalah ini juga menjadi pionir dalam pembagian striker, poster, dan cendera mata lainnya bagi para pembaca setia.
Sukses besar mencapai puncaknya pada 4 dan 5 Desember 1975. Ketika itu Denny Sabri berhasil mengundang grup rock asal Inggris, Deep Purple, untuk manggung di Jakarta. Inilah pentas supergrup dunia yang pertama kali diadakan di Indonesia. Pentas bersejarah tersebut dijejali tak kurang dari 100 ribu penggila Deep Purple.
Tapi masa keemasan Aktuil itu tak bertahan lama. Tak lama setelah pentas Deep Purple itu, Remy Silado, salah satu staf redaksi Aktuil yang paling berpengaruh, hengkang ke majalah Top yang terbit di Jakarta. Kepergian Remy langsung membuat Aktuil goyah. Maklumlah, seniman ”serba bisa” ini merupakan tiang utama liputan Aktuil. Menurut Remy, gaji yang minim adalah alasan utama kepindahannya. Akhirnya, setelah gonta-ganti kepemilikan, pada 1981 Aktuil benar-benar mati. ”Manajemennya amburadul dan awak redaksi makin melempem,” kata Remy Silado.
Meski kini tinggal nisan, Aktuil tetap merupakan bahan kajian yang menarik. Dalam artikel berjudul Pasang Surut Musik Rock di Indonesia yang dimuat di majalah Prisma, Oktober 1991, peneliti sosial Tjahjo Sasongko dan Nug Katjasungkana pernah menyebut Aktuil memiliki kaitan ideologis dengan pemerintah Orde Baru. Menurut keduanya, Aktuil mendukung semangat Orde Baru yang ingin menepis citra anti-Barat di Indonesia. Sebelumnya, Presiden Sukarno sangat membenci musik ngak ngik ngok yang datang dari Barat. Karya-karya The Beatles, misalnya, dianggap tak progresif dan revolusioner.
Aktuil mendobrak itu semua, meski sayangnya tak lama. Kitab suci dari Bandung itu kini digantikan oleh mailing list, MTV, dan percakapan di kafe-kafe (lihat Arak Rock di Kafe-Kafe).
Setiyardi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo