Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BUJUKAN itu disampaikan Jusuf Kalla kepada Amien Rais. ”Kalau Pak Amien bisa datang untuk melepas keberangkatan kami, tentu akan lebih bagus,” katanya.
Malam sudah sangat larut di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, Jumat dua pekan lalu. Kalla dan Wiranto, pasangannya, besoknya akan mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum sebagai calon presiden dan wakil presiden. Ketua Golkar Jusuf Kalla dan Ketua Majelis Pertimbangan Partai Amanat Nasional Amien Rais duduk satu meja untuk membicarakan kemungkinan kongsi kedua partai. Dalam pertemuan itu juga hadir Dradjad Wibowo dan Tjatur Sapto Edy—keduanya legislator dari PAN.
Terhadap ajakan Kalla itu, Amien Rais menjawab pendek. ”Itu mustahil bagi saya. Tapi, kalau teman-teman ini mau datang, silakan,” kata Amien menunjuk Dradjad dan Tjatur. Cerita yang sedikit berbeda datang dari Hanafi Rais, putra Amien Rais, yang juga hadir dalam pertemuan itu.
Kata Hanafi, setelah ayahnya menolak, Kalla meminta Dradjad dan Tjatur ikut mendampingi dirinya ke Komisi Pemilihan Umum. Amien setuju. Kepada Tempo, Amien menjelaskan soal restunya kepada kedua kader. ”Tidak ada partai yang bisa memutlakkan para anggotanya untuk mengambil sikap yang seragam, monolitik, dan absolut” (lihat ”Amien Rais: Jangan Larut dan Terkubur”).
Pertemuan Amien dan Kalla itu segera jadi omongan. Amien dituding ”berselingkuh” dengan Kalla, pesaing Yudhoyono dalam pemilihan presiden 8 Juli nanti. Ditanyai soal kemungkinan ”merebut” PAN dari Yudhoyono, Kalla hanya tertawa. ”Ha-ha-ha…, belum,” ujarnya Rabu pekan lalu.
Namun seorang petinggi tim pemenangan JK-Win—begitu pasangan Kalla-Wiranto kini disingkat—membenarkan soal rencana menggamit Amien Rais itu. Menurutnya, ada kesamaan antara konsep ekonomi kerakyatan yang diusung Amien Rais dan ekonomi kebangsaan Jusuf Kalla.
Sejatinya secara resmi Partai Amanat Nasional telah menyatakan berkoalisi dengan Partai Demokrat pada rapat kerja nasional di Yogyakarta awal Mei lalu. Empat orang petinggi partai, termasuk Sekretaris Jenderal Zulkifli Hasan, telah pula diutus hadir dalam acara deklarasi SBY-Boediono di Bandung beberapa jam sebelum Amien dan Kalla bertemu.
Meski semula mendukung Yudhoyono, Amien kecewa karena sang calon presiden memilih Gubernur Bank Indonesia Boediono sebagai calon wakil presiden. Amien ingin yang mendampingi Yudhoyono adalah Hatta Rajasa, Wakil Ketua Majelis Pertimbangan PAN sekaligus Menteri-Sekretaris Negara. Pilihan Yudhoyono terhadap Boediono membuat PAN meriang.
ADALAH Aksa Mahmud, adik ipar Kalla, yang menggagas pertemuan di Gedung Muhammadiyah malam itu. Aksa mulai bergerak ketika nama Boediono disebut-sebut akan mendampingi Yudhoyono sebagai calon wakil presiden, beberapa hari sebelum deklarasi Bandung. Menurut Dradjad Wibowo, Aksa berulang kali menghubunginya via telepon. Aksa juga mengontak Ismail, anggota staf pribadi Amien Rais.
Pertemuan diadakan beberapa jam setelah deklarasi Bandung, ”Untuk menghormati Pak SBY, karena bagaimanapun dia kan sahabat Pak Amien,” kata Dradjad.
Menurut Hanafi, ayahnya dan Kalla berbincang soal politik, persiapan menghadapi pemilihan presiden, dan konsep ekonomi kerakyatan. Menurut Dradjad, konsep ekonomi kebangsaan Kalla lebih meyakinkan ketimbang ekonomi pasar yang disebut-sebut diusung Boediono. Dradjad mengaku terkesan dengan beberapa gagasan Kalla, seperti program listrik sepuluh ribu megawatt, rumah susun sederhana, dan bantuan langsung tunai.
Menurut seorang politikus PAN, Amien sesungguhnya tak bersemangat mendukung SBY Berbudi—singkatan pasangan Yudhoyono-Boediono. ”Kampanye PAN untuk SBY Berbudi akan dilakukan ala kadarnya saja,” kata politikus itu.
Sikap yang lebih tegas datang dari Dradjad Wibowo. Katanya, Amien Rais bukan hanya umara, tapi juga ulama. Sebagai tokoh Muhammadiyah, pendapat Amien Rais bagi sebagian orang dianggap sebagai fatwa. ”Karena itu, suara konstituen PAN bisa saja berubah ke pasangan lain,” kata Dradjad.
Selasa pekan lalu, Dradjad sendiri telah bertolak ke Yogyakarta bersama rombongan Kalla-Wiranto. Namanya pun secara resmi sudah tercatat sebagai juru kampanye tim ini. Soal ini, Dradjad enggan berkomentar. ”Mengalir sajalah,” katanya.
UPAYA Yudhoyono ”menjinakkan” Amien Rais sebetulnya sudah lebih dari cukup. Rabu dua pekan lalu, Yudhoyono telah bertemu dengan Amien Rais di Wisma Negara, Jakarta. Kepada Amien, Yudhoyono mengharapkan dukungan PAN yang ngambek karena kadernya tak digamit menjadi calon wakil presiden. Yudhoyono telah pula melayangkan surat pribadi kepada Amien. Selain menjelaskan alasan memilih Boediono, ”SBY berjanji akan memakai ekonomi kerakyatan dan bukan pasar bebas,” kata Tjatur Sapto Edy (lihat ”Boediono No, Delapan Kursi Yes”, Tempo 18-24 Mei 2009).
Dalam pertemuan Amien-Yudhoyono juga dibicarakan perihal jatah kursi menteri untuk PAN. Kepada Tempo beberapa waktu lalu, Amien sempat menyebut nama tiga kader yang layak masuk kabinet. Mereka adalah Dradjad Wibowo, Tjatur Sapto Edy, dan Didik J. Rachbini. Ketiganya legislator yang membidangi masalah keuangan-moneter, energi, dan pendidikan. Menurut Amien, jika Hatta terpilih menjadi calon wakil presiden, PAN hanya akan mengajukan dua menteri—mengingat suara partai matahari biru itu dalam pemilu legislatif hanya enam persen.
Sabtu malam, sehari setelah Amien bertemu dengan Kalla, politikus 65 tahun itu mengumpulkan sekitar 25 pengurus PAN tingkat provinsi. Hadir dalam acara itu Hanafi Rais dan Sekretaris Jenderal Zulkifli Hasan. Pertemuan di rumah dinas Hatta Rajasa di kompleks menteri Widya Chandra, Jakarta Selatan, ini baru selesai sekitar pukul satu dinihari. Menurut Ketua PAN Aceh Azwar Abubakar, dalam acara itu Hatta menjelaskan perihal dirinya yang tidak terpilih sebagai calon wakil presiden.
Menurut Hatta kepada peserta rapat, Yudhoyono urung memilihnya menjadi calon wakil presiden karena PAN terbelah dua: yang satu merapat ke Partai Demokrat dan yang lain ke Partai Gerindra. Sedangkan Partai Keadilan Sejahtera, yang juga menjadi mitra koalisi Demokrat, aktif bergerilya mengincar posisi yang sama. ”Tapi Pak Hatta tidak menyalahkan siapa pun,” kata Ketua PAN Jawa Barat Ahmad Adib Zein. Soal dukungan PAN dalam kampanye SBY Berbudi juga dibicarakan. Saat ini Hatta adalah ketua tim kampanye Yudhoyono.
Sementara Amien Rais menjauh dari Yudhoyono, Ketua Umum PAN Soetrisno Bachir justru sebaliknya. Sebelumnya, Soetrisno berkeras agar PAN berkoalisi dengan Gerindra. Ia sendiri sempat bersiap menjadi calon wakil presiden mendampingi calon presiden dari Gerindra, Prabowo Subianto
Kini Soetrisno Bachir justru merapat ke Partai Demokrat. Ia sendiri baru meneken pakta koalisi dengan Demokrat empat jam setelah pasangan SBY Berbudi menyetor formulir ke Komisi Pemilihan Umum. Ketika ditemui di restoran Gourmet Garage, Kemang, Jakarta Selatan, Rabu pekan lalu, Soetrisno tak mau banyak bicara. ”Tanyakan saja ke Rizki,” katanya.
Rizki Sadiq, Wakil Sekretaris Jenderal PAN, mengatakan bosnya mau meneken kesepakatan dengan Demokrat setelah Prabowo menelepon Jumat malam dua pekan lalu. Saat itu Prabowo mengatakan akan berduet dengan Megawati Soekarnoputri dari PDI Perjuangan.
Mengetahui Soetrisno bagai layang-layang putus, utusan SBY meneleponnya. Sabtu pagi, Yudhoyono sendiri yang mengontak Soetrisno. Ketua Umum PAN itu tak punya pilihan. Sabtu pukul sembilan malam di sebuah tempat di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, pakta itu diteken. Dokumen dibawa salah satu Ketua Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. ”Penandatanganan dilakukan sambil makan malam,” kata Rizki.
Apa yang dijanjikan Yudhoyono kepada Soetrisno? Santer terdengar PAN diiming-imingi empat menteri: dua untuk kubu Amien, dua lagi untuk kubu Soetrisno. Soal ini, Rizki menjawab pendek, ”Sekarang ini lumrah saja kalau terdengar banyak janji.” Adapun kubu Demokrat membantah telah menanam tebu di bibir. ”Macam-macam saja. Enggak ada itu,” ujar Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Marzuki Alie.
Budi Riza, Amandra Mustika Megarani, Muhammad Syaifullah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo