NYALA Kennedy menggigit lagi. Bukan hanya karena pada 22 November tahun ini, tepat seperempat abad kematiannya. Buat mereka yang sekarang sudah mencapai usia setengah baya, termasuk mereka yang sekarang sudah naik ke posisi yang cukup menentukan dalam politik, refleks-refleks dasar politik yang berlaku sekarang di Amerika dimulai pada awal 1960-an. Tiba-tiba saja seorang yang menarik dengan daya berpikir sophisticated mengayunkan langkah politik yang lugas menggantikan tokoh pedalaman seperti Eisenhower. Tokoh buruk yang digambarkan dalam film The Ugly American itu digantikan oleh Peace Corps -- pemuda-pemudi yang turun menolong saudara-saudara mereka yang kurang beruntung di Dunia Ketiga. Sampai sekarang langkah JFK yang penuh kejutan dan terampil sebagai presiden berhasil menutup semua versi kusam tentang dirinya. Baik secara langsung atau samar-samar, spirit Kennedy terus-menerus muncul dalam kampanye pemilihan presiden 1988. Gubernur Michael Dukakis menekankan pada tempat asalnya Negara Bagian Massachusetts, yang juga negara bagian Kennedy. Ia juga menyatakan perasaannya sebagai Kennedy, yang selalu punya semangat berjuang di pihak mereka yang tak diperhitungkan (underdog). Sementara itu, orang-orang Partai Republik, mulai dari Jack Kemp sampai ke Dan Quayle (yang sekarang jadi wakil presiden) selalu mencari gambaran tentang diri mereka sebagai kaum muda yang penuh dengan vitalitas dan bertindak spontan. "Karya-karya sejarah tentang Kennedy yang muncul dalam tahun-tahun terakhir ini memang cenderung negatif dan menguakkan hal-hal yang tak diinginkan. Tapi selama kampanye kepresidenan yang baru lalu, semua rujukan yang mengarah kepada almarhum presiden itu selamanya positif," kata Gary Reichart, seorang sejarawan dari Universitas Maryland. "Yang selalu muncul adalah kecemerlangan seorang Kennedy yang memanfaatkan kepresidenannya untuk menyeru kepada seluruh bangsa," katanya lagi. Karya Prof. Herbert S. Parmer yang sebanyak dua jilid dan terbit 10 tahun lalu adalah karya pertama yang dianggap meninggalkan sifat "kontra-pemujaan" Kennedy. Ia setuju dengan pendapat Reichart. "Tak diragukan lagi bahwa gaya Kennedy masih merupakan standar untuk kepresidenan dalam zaman televisi seperti sekarang ini," kata Parmer dalam satu wawancara baru-baru ini. "Itu jelas sekali ketika Bentsen (calon wapres Partai Demokrat) menghardik 'kau bukan Kennedy' kepada Dan Quayle." Bulat sudah pendapat dalam menilai kepandaian, sifat menawan dan gaya Presiden Kennedy dalam mencapai apa yang diinginkannya. Namun, banyak sekali pertanyaan yang berbau ingin mengusut siapa sebenarnya JFK. Sebagaimana kita ketahui dalam beberapa tahun terakhir ini, Amerika dilanda hal-hal baru. Fenomena yang di zaman JFK belum matang atau asing dari segi perspektif zaman, kini menggelepar. Umpamanya saja: gerakan feminis, gerakan perdamaian Vietnam, paham kiri baru, dan malahan neokonservatisme. John Kennedy dalam versi lain muncul kemudian. Itu berasal dari para sejarawan dan barisan penulis biografi, dengan Gary Wills sebagai tokohnya yang terkemuka. Versi lain itu juga datang dari para peneliti yang lebih tertarik pada desas-desus dan gosip. Kalau dikumpulkan secara menyeluruh, versi lain Kennedy itu menggambarkan seseorang yang duduk di Gedung Putih dan mengatur segalanya bagaikan seorang tokoh mafia yang menjalankan operasinya dengan rahasia. Ia membentuk citra tentang dirinya dengan kepandaian memanipulasikan agen P.R. yang cekatan, baik untuk kepentingan nasional maupun politik luar negerinya. Studi dan perdebatan masih gencar sampai kini. Misalnya saja tentang hubungannya dengan pemimpin golongan hitam Dr. Martin Luther King dan komitmennya terhadap visi Dr. King. Dalam masalah gerakan hak-hal sipil, para sejarawan yang pernah memberi kredit pada masa kepresidenan JFK kini cenderung meninggalkan pendapatnya. Beberapa penulis, dan yang terakhir adalah Taylor Branch, mengatakan bahwa era itu seharusnya diidentifisasikan dengan Rev. Dr. Martin Luther King Jr. Dipertanyakan oleh antara lain Taylor Branch, yang baru saja menerbitkan bukunya di bawah judul Parting the Waters: America in the King Years. Buku Branch menceritakan bagaimana Kennedy mengeksploitasikan sebuah panggilan telepon kepada Ny. Coretta Scott King (istri Martin Luther) ketika suaminya dipenjarakan pada 1960. Kemudian Kennedy memanipulasikan itu sebagai persahabatan yang erat dengan Dr. King, sebagai cara untuk menarik para pemilih golongan hitam. Buku itu juga menceritakan bagaimana Kennedy begitu takut pada Direktur FBI Edgar Hoover, yang mengetahui dan kemudian membocorkan petualangan asmaranya. Dan karena itu ia menyetujui permohonan Hoover untuk mengintip percakapan telepon King. Benarkah JFK menunjukkan tanda-tanda oportunisme? Setelah masa kepresidenannya yang berusia 1.000 hari, Kennedy selalu diagungkan sebagai kampiun hak-hak sipil orang hitam. Padahal, kebanyakan hasil legislatif yang mengacu kepada hak-hak sipil itu merupakan produk pemerintahan Lyndon Johnson. Dalam hal ini versi yang diajukan Branch jauh kurang hebat ketimbang versi yang mengatakan Kennedy kampiun hak-hak sipil. Dalam sepuluh tahun terakhir ini, banyak laporan muncul tentang: petualangan Kennedy di tempat tidur. Antara lain dengan bom seks Marilyn Monroe dan cewek piaraan Mafia Judith Exner. Dikabarkan pula selama Perang Dunia II sebagai perwira intelijen, JFK berhubungan mesra dengan wanita yang dicurigai simpatisan Nazi. Laporan-laporan semacam itu, walaupun banyak yang kurang bisa dipercaya, telah menunjukkan Presiden sempat terjerumus ke dalam pergaulan bebas, citra yang gegabah. Akhir-akhir ini semua itu tak diperdebatkan lagi. Prof. Henry F. Grati, dari Universitas Columbia di New York, adalah seorang yang mengkhususkan diri pada kepresidenan Amerika. Ia mengatakan penguakan atas tingkah laku Kennedy memang berlawanan dengan karya-karya terdahulu yang cenderung memuji-mujinya dan terbit dalam kurun waktu 10-15 tahun setelah ia tewas. "Karya-karya tentang Kennedy lain sekali dengan karya-karya tentang Lincoln," kata Prof. Grati. "Dalam hal Kennedy apa ya disebut sebagai hagiografi (penulisan tentang orang-orang suci) harus bergeser dan memberi tempat kepada penilaian kembali yang kritis. Itu datang dari arah golongan liberal yang menjadi 'disilusi' lantaran Perang Vietnam." Penilaian kembali itu datang dari golongan kiri baru. Mereka mengatakan bahwa asumsi bersifat perang dingin dan kesetiaan kepada kepentingan kapitalisme yang cenderung ekspansif telah membentuk berbagai kebijaksanaan yang ditempuh Kennedy. Ini adalah kesimpulan yang ditarik oleh Bruce Mirof, menulis Pragmatic Illusions, terbit pada 1976. Pada 1974 Nancy Gager Clinch, seorang penulis feminis, menerbitkan artikelnya berjudul The Kennedy Neurosis, yang dikatakannya sebagai suatu studi " psiko- sejarah". Pada waktu itu ia diserang dari kanan kiri gara-gara teorinya yang diberinya nama Seksualitas JFK dan Ayahnya, Joseph P. Kennedy, yang "hiperaktif" dan kemudian muncul dalam kepemimpinan yang bersifat "macho". Tapi teori Nancy Clinch itu muncul kembali dalam buku The Kennedy Imprisonment karya Gary Wills. Wills adalah profesor dalam kebudayaan Amerika dan kebijaksanaan umum dari Universitas Northwestern. Ia memberikan subjudul pada bukunya A Mediation of Power dan menggambarkan Presiden Kennedy sebagai orang yang terperangkap dalam mitosnya sendiri. Di situ ia membukakan pula sebuah rahasia bahwa buku Kennedy yang berjudul Profiles of Courage, yang kemudian mendapat hadiah Pulitzer, sebenarnya ditulis oleh Almarhum Arthur Krock, kolumnis dan kepala Biro New York surat kabar The New York Times. Wills menggambarkan JFK sebagai seorang yang berani mengambil risiko yang kompulsif, baik dalam kehidupan pribadinya maupun di muka umum. Petualangan Teluk Babi (serangan terhadap Kuba) sebagai "pertunjukan gaya James Bond dan sesuatu yang nyata-nyata menunjukkan definisi Perbatasan Baru". "Perbatasan Baru" (New Frontier) merupakan slogan perjuangan yang dipekikkan oleh JFK. Seperti halnya dengan para sejarawan lain, Wills mengatakan perlu ada kegagalan lain selain Teluk Babi. Dan itu tak lain dari Vietnam. Mengenai tanggung jawab langsung Kennedy atas masalah Vietnam, sampai sekarang hal itu masih belum jelas. Ketika ia terbunuh, ada sekitar 16.000 tentara Amerika di Vietnam. Tapi tugas mereka belum jelas. Para penasihat dan mereka yang membela Kennedy seperti Kenneth O'Donnell dan Arthur M. Schlesinger Jr. berpegang pada pendapat, kalau saja Kennedy masih hidup, ia pasti dapat menyelamatkan Amerika dari kehancuran di Asia Tenggara itu. Asumsi di atas ditentang oleh oleh David Halberstam, yang menulis buku The Best and the Brightest, terbit 1972. Buku itu memusatkan kritiknya terhadap para teknokrat dan anggota kabinet yang merencanakan dan menjalankan perang tersebut. Orang-orang itu ditarik ke Washington oleh Kennedy, itulah kesimpulan Halberstam. Penulis itu juga mengatakan, kalau benar Kennedy punya perasaan ragu atas Vietnam, ia tak pernah mengatakannya di muka umum secara terbuka. Di samping Schlesinger, golongan loyalis Kennedy diperkuat oleh beberapa penulis beken lain seperti: Theodore White, Joe Alsop, dan Ben Bradlee. Masih ada sederet penulis lain yang lebih chauvinistis Kennedy lagi. Termasuk ke dalam itu penulis-penulis seperti Victor Navasky, yang mendapat julukan anggota kehormatan Klan Kennedy. Para pengritik menamakan mereka "sejarawan keraton" atau penulis "Babad Kennedy". Ada juga yang menyebutnya: "pemelihara nyala api". Sejarawan Wills menyebut para loyalis Kennedy itu sebagai kelompok feodal yang kesetiaannya sudah demikian laten. Tapi ada pula yang mengatakan bahwa dedikasi mereka terhadap faktor-faktor positif Kennedy merupakan bukti akan keahlian JFK sebagai seorang pemimpin yang memberikan inspirasi. "Lihat dan bandingkan dengan para pemuja yang disebut loyalis Reagan, yang hanya mementingkan diri sendiri. Sikap mereka yang sebenarnya sudah tersingkap, bahkan sebelum masa pemerintahan Reagan berakhir. Kita mesti mengagumi orang-orang Kennedy itu." Para sejarawan muda mengatakan bahwa pergulatan antara para loyalis dan revisionis sebenarnya sudah hilang. Menurut mereka, pengritik Kiri Baru sudah mulai luntur kekiriannya, sedangkan mereka yang mempertahankan JFK lantaran mereka secara pribadi terlibat dengan era Kennedy sudah mulai mundur. Mereka harus memberi tempat kepada angkatan baru yang memandang era Kennedy sebagai sesuatu yang jauh dari mereka dan merasa tak terikat dengan zaman itu. "Barangkali kita telah belajar tentang yang baik dan buruk tentang JFK. Sekarang giliran sejarawanlah yang memikul tanggung jawab untuk meletakkan itu pada proporsi yang sebenarnya," kata sejarawan Reichart. Tapi memandang tokoh sejarah tidak bisa dengan hanya satu dimensi atau dengan cara hitam-putih. Siapa Kennedy sebenarnya masih menjadi misteri. A. Dahana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini