KENNEDY punya porsi tersendiri dalam sejarah politik Amerika. Dialah presiden Amerika termuda, waktu dilantik masih berumur 43 tahun, sekaligus sebagai satu-satunya orang Katolik yang sukses meraih jabatan itu. Undang-undang tak tertulis yang hanya menjatahkan kursi presiden bagi orang Kristen Protestan tak berlaku baginya. Pada pemilu presiden tahun 1960, dia menumbangkan calon Partai Republik, Richard Nixon. Kennedy tak ambil pusing pada soal menang telak atau tidak. Dia yakin betul, kursi presiden bisa dimanfaatkan untuk mempertebal simpati rakyat. Caranya? Membuat gebrakan-gebrakan baru. Gebrakan pertama dan paling sukses terjadi pada 25 Januari 1961, ketika dia mengadakan konperensi pers di depan kamera TV. Nama Kennedy kontan menjulang, dunia pun tercengang. Diperkirakan sekitar 60 juta orang ikut menyaksikan acara itu lewat layar TV. Maklum, para kepala pemerintahan pra-Kennedy sangat "alergi" berbicara spontan di depan kamera TV atau corong radio. Mereka takut salah ngomong di depan rakyat, karena tak mau kehilangan pemilih. Media massa cetak Amerika, yang biasanya kritis terhadap pemerintah, terperangkap. Mereka ikut mendewakan Kennedy yang baru 100 hari jadi presiden. Bahkan foto-foto keluarga Kennedy hampir setiap hari menghias halaman depan. Apa pun kata Kennedy dikutip bagai fatwa. Sebenarnya muslihat politik serupa sudah dilakukan Kennedy di saat kampanye. Dengan alasan agar rakyat bisa menentukan siapa lebih hebat, Nixon ditantang berdebat di depan kamera TV dan corong radio. Sebuah tindakan yang dianggap kelewat nekat oleh kawan dan lawan. Menurut Kennedy, itu harus dilakukan agar popularitasnya bisa sejajar dengan Nixon. Nekat memang watak keturunan Kennedy. Kakeknya adalah jutawan yang memulai bisnisnya sebagai pedagang gelap minuman keras. Ayahnya, Joseph Patrick Kennedy, doyan berspekulasi. Duitnya ditebar di berbagai bidang bisnis, terutama di pasar saham Wall Street. Tahun 1926, dengan pengalaman kosong, Joseph nekat masuk ke dunia film sebagai produser. Hebatnya, dalam dua tahun dia melahirkan 76 judul film. Joseph kawin dengan Rose Fitzgerald, anak John Fitzgerald. Seorang jutawan keturunan Irlandia yang pernah jadi wali kota Boston dua kali. Dari merekalah lahir John Fitzgerald Kennedy pada bulan Mei 1917, sebagai anak kedua dari sembilan bersaudara. Berkat Rose, yang mencurahkan waktu untuk gereja dan keluarga, kerukunan di rumah tercipta -- mengimbangi watak Joseph yang menjadikan anak-anak gemar bersaing. Semula Joseeh menjagokan anak tertuanya, Joseph Fitzgerald, di kancah politik. Tapi, pada tahun 1944, dia tewas ketika bertugas dalam Perang Dunia Kedua di Eropa sebagai perwira angkatan laut yang bertugas sebagai pilot pesawat pengebom. Maka, pilihan lalu dijatuhkan pada adiknya, yang kemudian berjanji. "Ayah, saya akan menjadi orang Katolik Irlandia pertama yang menjadi presiden." Seluruh keluarga Kennedy lalu menggalang kerja sama untuk mengegolkan cita-cita itu. Termasuk Rose, yang ditunjuk sebagai ujung tombak untuk menjaring suara kaum wanita. Sedangkan posisi manajer kampanye diserahkan kepada Robert, yang kemudian diangkat sebagai Jaksa Agung setelah JFK menjadi presiden. Sebagai jutawan sekaligus politikus, Joseph paham betul apa yang dibutuhkan anak-anaknya. Pada tahun 1926, dia mengajak seluruh keluarganya pindah dari Kota Boston di Massachusetts ke New York. Dengan alasan agar dekat dengan Wall Street -- pasar saham terbesar di dunia -- serta untuk menghindarkan diri dari perasaan anti-Katolik dan anti-Irlandia. Selain itu, bagi setiap anaknya, dia menyimpan US$ 1 juta yang bisa diambil setelah mereka dewasa. Dan agar tak jadi berandalan, Kennedy-Kennedy yunior dikirim ke sekolah-sekolah elite yang berdisiplin sangat tinggi. Bahkan di tingkat pendidikan tinggi, mereka harus memilih universitas papan teratas seperti Harvard. Perlu diingat, Joseph adalah alumnus Universitas Harvard. Contoh konkret juga diberikan Joseph dengan masuk dalam kelompok politik Presiden Franklin D. Roosevelt dalam Partai Demokrat. Lalu, tahun 1938, setahun setelah diangkat oleh Presiden Roosevelt menjadi duta besar di London, dia mengangkat JFK sebagai sekretaris selama 6 bulan. Kala itu, John Kennedy masih memasuki tahun ketiga sebagai mahasiswa ilmu politik Universitas Harvard. Dia lulus dengan predikat cum laude pada tahun 1940. Dengan mengantungi ijazah Harvard, JFK mendaftarkan diri untuk menjadi perwira angkatan laut. Nyaris gagal, gara-gara pernah mengalami cedera tulang belakang sewaktu berlatih sepak bola gaya Amerika di masa mahasiswa. Maka, baru di akhir tahun 1942, ketika cederanya dianggap sembuh, Kennedy diberi tugas operasional. Dia dikirim ke Kepulauan Solomon sebagai komandan sebuah kapal patroli torpedo. Di sanalah Kennedy mulai unjuk gigi. Ketika kapalnya dihajar torpedo Jepang, dia berhasil menyelamatkan beberapa anak buahnya. Salah seorang di antaranya bahkan ditarik sejauh 3 mil oleh Kennedy dengan menggigit sabuk pengaman orang itu. Maka, sebagai imbalan, dia mendapat tanda jasa sebagai pahlawan perang. Hanya saja, pada tahun 1944, dia harus kembali ke AS untuk menjalani operasi tulang belakang. Berhenti sebagai prajurit, Kennedy bekerja sebagai wartawan di koran Herald American dan kantor berita International News Seruice. Kennedy tak berminat jadi wartawan profesional. Dia cuma mau membina lobi dengan orang pers, yang sudah dimulai sejak mahasiswa dengan menjadi staf redaksi koran kampus Harvard Crimsom. Maka, wajar kalau kemudian pahlawan perang ini menjadi politikus yang paling supel menghadapi pers dan pintar bergaya di depan kamera. Pada bulan April 1946, Kennedy masuk pertarungan politik sesungguhnya dengan ikut pemilu anggota Kongres. Sukses. Dia bisa mengambil alih bekas kursi rekan separtainya yang berminat jadi wali kota Boston. Kendati menang sangat tipis, gaya kampanyenya membuka babak baru. Terhitung sebagai politikus ingusan, toh ia berani muncul sebagai sosok independen. Dalam kampanye, dia tak mau mengaitkan diri dengan nama-nama kondang. Berbeda dengan tradisi kaum politikus kala itu, yang selalu mengandalkan nama-nama besar untuk menggaet hati para pemilih. Gaya "kurang ajar" itu ternyata justru mengena di hati para pemilih. Maka, dalam pemilu tahun 1948, dia terpilih kembali sebagai anggota Kongres tanpa lawan. Bahkan dua tahun kemudian, Kennedy menghancurkan calon Partai Republik, Vincent J. Caleste, dengan mengumpulkan suara lima kali lebih banyak. Kemenangan telak itu membulatkan hati Kennedy untuk terjun dalam pemilu anggota Kongres tahun 1952. Dia bertanding di wilayah pemilihan Massachusetts. Lawannya adalah senator senior dari Partai Republik, Henry Cabot Lodge. Sadar pada kehebatan lawan, keluarga Kennedy rela menghabiskan ratusan ribu dolar selama masa kampanye. Bayangkan, hanya untuk menarik simpati kaum hawa, sang ibu menggelar berbagai resepsi yang notabene dihadiri oleh 50 ribu undangan. Edan! Tapi hasilnya memuaskan. Pada bulan November Kennedy menggilas Lodge dengan keunggulan 70 ribu suara. Maka, dialah satu-satunya orang Demokrat yang bisa mengimbangi kemenangan mutlak Partai Republik dalam pemilu yang membawa pasangan Eisenhower-Nixon menjadi presiden dan wakil presiden. Lebih meyakinkan lagi, dalam pemilu anggota Senat tahun 1958, JFK memecahkan rekor dengan memborong 869 ribu suara. Para pendukung demokrat memilih Kennedy untuk mewakili partai pada pemilu presiden tahun 1960. Sebagai senator, Kennedy bisa demikian cepat menarik simpati lantaran konsisten dalam memperjuangkan kesejahteraan rakyat kelas menengah ke bawah. Kennedy selalu tampil di barisan depan dalam membongkar berbagai kebobrokan di tubuh serikat-serikat buruh, yang dikuasai oleh para mafia dan tak pernah membuat laporan keuangan. Jadi, klop betul kalau Kennedy duduk sebagai anggota Komite Operasi-Operasi Pemerintah dan Komite Kesejahteraan Buruh dan Rakyat. Di tingkat dunia, Kennedy menarik perhatian dengan mendesak Prancis agar membebaskan Indocina dan Aljazair. Dia juga pernah mengimbau pemerintah untuk mengurangi bantuan kepada negara-negara di Afrika dan Timur Tengah, karena dianggap sebagai pemborosan dan tak efisien. Karena itu, Senat lalu memasukkan dia sebagai anggota Komite Hubungan Luar Negeri. Selain itu, hadiah Pulitzer yang diperoleh dari bukunya yang berjudul Profiles in Courage juga punya andil dalam melejitkan nama Kennedy. Hadiah itu mengukuhkan Kennedy sebagai politikus intelektual yang sangat memahami arti kepeloporan. Padahal, buku ditulis tahun 1954, ketika Kennedy harus menjalani operasi tulang belakang. Berbekal popularitas yang menjulang, pada bulan Januari 1960 Kennedy menyatakan ikut dalam pemilu presiden. Dia berhadapan dan menang melawan senator kawakan Hubert Humprey dan Lyndon B. Johnson dalam pemilihan pendahuluan. Maka, pada bulan Juli Kennedy ditahbiskan sebagai calon tunggal Partai Demokrat untuk jabatan presiden. Dalam menghadapi Pemilu sesungguhnya, Kennedy juga mendemostrasikan kenekatannya. Tak hanya dalam soal menantang Nixon untuk mengadakan perdebatan terbuka. Ia juga berani menghadiri undangan Persatuan Pendeta Potestan Houston Raya, yang menyimpan kecurigaan: bahwa seorang presiden yang beragama Katolik akan lebih tunduk pada Paus ketimbang pada rakyat. "Saya tidak akan mau menerima perintah penguasa gereja mana pun dalam tanggung jawab saya sebagai pejabat negara," jawab Kennedy. Sebuah jawaban politik yang mengundang amarah umat Katolik fundamentalis. Gairah petualang Kennedy ternyata tak juga mereda setelah sukses meraih kursi presiden. Yang paling gila adalah keinginannya menggilas rezim komunis pimpinan Fidel Castro. Maka, pertengahan April 1961, setelah beberapa kali gagal meracun Castro, sejumlah pelarian Kuba di Amerika yang dilatih dan dipersenjatai CIA didaratkan di Teluk Babi, Kuba. Hasilnya adalah sebuah tragedi. Para penyerbu itu dibantai oleh prajurit dan rakyat Castro. Tercatat, 127 orang tewas, termasuk 4 pilot tempur Amerika. Plus 1.189 orang ditawan. "Kennedy lalu kehilangan gairah. Tugas pun lalu menjadi momok baginya," tulis Theodore Sorensen, dalam bukunya yang berjudul Kennedy. Semangat Kennedy kembali pulih setelah kaki-tangan CIA berhasil membunuh diktator republik Dominika, Rafael Rujillo. Maka, rencana lanjutan terhadap pembunuhan Castro dilanjutkan, dengan nama sandi Operasi Musang. Kali ini, perang terbuka tak masuk perhitungan. Kennedy menghendaki agar penumbangan Castro dilakukan lewat gerakan-gerakan intelijen untuk memancing pergolakan politik dan terorisme. Lebih aib lagi, upaya Kennedy untuk menghabisi Castro ternyata juga memanfaatkan tenaga para bos bromocorah di Amerika. Padahal, menjelang keberhasilannya menjadi presiden, dalam sebuah sidang Komite Anti-Kejahatan di Senat, JFK sesumbar: "Di sini kita hanya mengenal satu peraturan. Kita tidak akan menggulung penjahat. Tapi membunuh mereka." Praginanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini