Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kolonel Tusuk Istri di Pengadilan

26 September 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KOLONEL Laut M. Irfan, 50 tahun, langsung berdiri, meski majelis hakim Pengadilan Agama Sidoarjo, Jawa Timur, belum lagi mengetukkan palunya. Dia minta hakim membaca ulang amar putusan pembagian harta gono-gini antara Irfan dan bekas istrinya, Eka Suhartini. Hakim menuruti permintaan Irfan.

Tak dinyana, Irfan marah dan mencabut sangkur. Ia menusuk Eka, 43 tahun, yang duduk di sebelahnya, hingga tersungkur. Seorang anggota majelis hakim, Ahmad Taufiq, 52 tahun, yang melerai, juga ditusuknya hingga tewas. Dia berusaha kabur, namun dihadang pengojek. Tak berapa lama kemudian, petugas dari Kepolisian Resor Sidoarjo datang. Hari itu juga Irfan menjadi penghuni tahanan Polisi Militer AL Lantamal III. Dalam perjalanan menuju rumah sakit, Eka meninggal.

Irfan menggugat bekas istrinya, Eka, dan menuntut harta gono-gini berupa rumah seluas 390 m2 beserta isinya senilai Rp 1 miliar lebih di Jalan Taman Asri Utara, Perumahan Pondok Candra Indah, Waru, Sidoarjo. Selain itu, juga mobil Toyota Kijang, Honda Accord, dan Suzuki Escudo yang ditaksir bernilai Rp 240 juta. Majelis hakim menolak permintaan Irfan lantaran semua itu adalah harta yang diperoleh Eka dari orang tuanya, Laksamana Pertama (Purn.) R. Soetoro.

Akibat perbuatannya itu, Irfan mendekam di tahanan Pomal. Komandan Polisi Militer TNI-AL Lantamal III Surabaya, Kolonel Marinir Wingky S., mengatakan Irfan terancam hukuman mati. ”Itu pembunuhan berencana. Kalau tidak, kenapa dia membawa sangkur ke ruang pengadilan?” katanya. Selain itu, Irfan dipastikan dipecat dari TNI-AL. ”Dia tak menyesali perbuatannya,” kata Wingky.

Lagi, Ahmadiyah Diserang

TIGA perkampungan di kawasan perkebunan teh Desa Sukadana, Kecamatan Campaka, dan Desa Salagedang, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur, Senin malam pekan lalu diserbu massa. Diselingi teriakan ”Allahu akbar”, ratusan orang menyerbu perkampungan pengikut Ahmadiyah tersebut. Akibat aksi brutal itu, empat masjid, dua musala, tiga mobil, dan 89 rumah pengikut Ahmadiyah rusak berat. ”Harta warga senilai Rp 100 juta juga diembat massa,” kata Rupandi, kuasa hukum Ahmadiyah Cianjur.

Sopandi, 45 tahun, warga Kampung Neglasari, Desa Sukadana, tak menyangka kampungnya bakal diserbu. Sejak kampus Ahmadiyah di Bogor diserang Juli lalu, kata Sopandi, pengikut Ahmadiyah di daerahnya tidak mendapat gangguan. ”Kami sudah di sini selama 50 tahun,” kata Sopandi. Diduga, penyerbuan tersebut dipicu isu Ahmadiyah akan menggelar tablig akbar. Padahal, kata dia, Ahmadiyah tidak mengadakan kegiatan itu.

Dalam aksi ini, polisi telah menahan 12 orang sebagai tersangka perusakan. Aliansi Kerukunan Umat Beragama di Bandung mengutuk aksi penyerbuan tersebut. ”Tindakan itu melanggar undang-undang dan hak asasi manusia,” kata Dindin Abdullah Ghazali, juru bicara Aliansi Kerukunan Umat Beragama. Di Kabupaten Cianjur diperkirakan ada 5.000 pengikut Ahmadiyah, 2.000 di antaranya tinggal di Kecamatan Campaka dan Cibeber.

Soeharto Ziarah Makam

BEKAS presiden Soeharto, 87 tahun, ternyata cukup sehat untuk melakukan ziarah makam ke Solo dan Yogyakarta. Jumat pekan lalu, ia berkunjung ke makam istrinya, Tien Soeharto, dan orang tuanya di Yogyakarta.

Didampingi empat anaknya—Siti Hardijanti Rukmana, Bambang Trihatmodjo, Sigit Harjojudanto, dan Mamiek Soeharto—mereka berziarah ke makam Tien di Karanganyar, Solo. Setelah itu, Soeharto menuju makam ibu dan ayahnya di Desa Kemusuk, Bantul, Yogyakarta.

Di Kemusuk, Soeharto tampak lelah menaiki 31 anak tangga menuju persemayaman Sukirah, ibunya. Dia berdoa 20 menit, lalu menabur bunga. Saat menuruni tangga, dia berhenti sejenak, lalu melambaikan tangan kepada puluhan warga Kemusuk yang menonton. ”Bapak memang sehat. Hanya sulit kalau berbicara,” ujar Tutut.

Penampilan Soeharto itu menjadi omongan politik. ”Pemerintah harus mengumumkan soal kesehatan Soeharto. Kalau perlu, bentuk tim dokter independen,” ujar Firman Jaya Daeli, salah satu pengurus PDI Perjuangan. Selama ini, pengadilan Soeharto selalu tertunda karena alasan kesehatan.

Demonstrasi Menentang Kenaikan Harga BBM

RENCANA kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) 1 Oktober mendatang disambut demonstrasi di berbagai daerah. Ratusan mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi di Nusa Tenggara Barat (NTB), Jumat pekan lalu, memprotes rencana itu depan gedung DPRD NTB. Daripada menaikkan harga BBM, lebih baik, ”Bersihkan koruptor saja,” teriak Muhammad Fihiruddin, koordinator aksi dari Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Mataram.

Unjuk rasa menentang kenaikan harga BBM juga terjadi di Solo, Jawa Tengah. Ratusan demonstran gabungan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta, buruh, dan pengemudi becak Kamis pekan lalu menggelar aksi di depan kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta. Selain berorasi, massa juga membakar ban di jalan raya Solo-Kartasura. Massa juga sempat menyandera sebuah truk tangki solar dan ”menyegel” SPBU di Pabelan.

Aksi serupa juga dilakukan mahasiswa di Bandung, Jawa Barat, dengan ”menyegel” gedung PT Pertamina Unit Pemasaran III Cabang Bandung. ”Ini simbol kekecewaan terhadap Perta-mina,” kata Presiden Keluarga Mahasiswa ITB, Muhammad Syaiful Anam. Penolakan terhadap kenaikan harga BBM juga merembet ke Provinsi Jambi. Selama berorasi, ratusan mahasiswa juga menyandera truk tangki BBM. ”Kami menuntut kenaikan harga BBM dibatalkan,” te-riak seorang mahasiswa.

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Widodo A.S., menghormati aksi unjuk rasa menentang rencana kenaikan BBM. ”Unjuk rasa adalah refleksi menyampaikan pendapat,” ka-ta Widodo. Namun, ia meminta agar unjuk rasa tidak anarkistis.

Wartawan ’Oposisi’ Divonis Satu Tahun

MAHKAMAH Agung men-jatuhkan vonis satu tahun penjara terhadap pemimpin redaksi dan wartawan tablo-id Oposisi, Medan, Dahri Uhum Nasution dan Daham Siregar. ”Ini kemunduran. Di zaman kolonial saja tak ada wartawan yang dihukum pidana badan. Kami sedang menyiapkan peninjauan kembali,” kata Nasution, Jumat pekan lalu.

Nasution dan Siregar diadili dalam kasus pencemaran nama baik Rektor Institut Agama Islam Negeri Medan, Yakub Matondang. Mereka dianggap bersalah karena menulis berita berjudul ”3,5 Tahun Rektor IAIN Diduga Kumpulkan Hasil KKN” dalam tabloid Oposisi No-vem-ber 1999. Tulisan itu memaparkan dugaan KKN yang dilakukan Matondang.

Pengadilan Negeri M-edan memenangkan gugatan Ma-tondang. Dalam sidang 5 Sep-tember 2002, hakim menjatuhkan vonis satu tahun penjara kepada kedua-nya. Pengadilan Tinggi Me-dan dan Mahkamah Agung me-nguatkan putusan peng-adilan negeri. Tabloid yang terbit tahun 1999 ini sudah berhenti beroperasi sejak 2000 lalu. Selain konsentrasi pada kasus gugatan, kata Nasution, juga karena masalah ke-uangan.

Petani dan Polisi Bentrok, Puluhan Orang Terluka

AKIBAT bentrok massal antara petani dan polisi di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), 49 petani dan polisi luka-luka. Bentrokan itu terjadi di areal Bandara Internasional Tanak Awu, Kabupaten Lombok Te-ngah, Minggu dua pekan lalu. Kejadian ini dipicu pembubaran rapat Serikat Tani Nusa Tenggara Barat yang dilakukan Kepolisian Resor Lombok Tengah dan petugas Brimob Kepolisian NTB.

Bentrokan berawal ketika Serikat Petani NTB mengadakan rapat umum di Tanak Awu untuk memperingati Hari Tani Nasio-nal. Peringatan tersebut berlangsung meriah karena dihadiri 700 petani dan meng-undang 10 organisasi petani luar negeri. Polisi menduga pertemuan tersebut dilakukan untuk menolak rencana pembangunan bandara internasional di Tanak Awu seluas 551 hektare.

Dengan alasan ilegal, Kepala Polres L-om-bok Tengah, Ajun Komisaris Besar Pol-isi I Dewa Maningka Jaya, memerintahkan rapat tersebut dibubarkan. ”Kami dapat peri-n-tah Mabes Polri,” kata Maningka. Polisi me-rangsek, petani bertahan. Adu fisik dan lempar batu tak terhindarkan.

Sedikitnya 37 petani terluka, 25 di anta-ranya tertembak peluru karet. Di pihak lain, 11 polisi luka tertusuk bambu runcing dan terkena lemparan batu. Atas insiden ini, Solidaritas Masyarakat Anti-Kekerasan mendesak DPRD NTB supaya mengusut kasus tersebut. ”Kami juga diancam sekelompok pam swakarsa,” kata Taufik Hurrachman, aktivis Solidaritas Masyarakat Anti-Kekerasan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus