Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ANGKA putus sekolah di tiga level jenjang pendidikan pada tahun ajaran ini masih sangat tinggi. Nopan Saputra, 17 tahun, satu di antara 17.324 anak tingkat sekolah menengah pertama yang putus sekolah pada tahun ajaran 2023/2024. Lulusan SMP Negeri 1 Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, itu terpaksa tak melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah atas karena orang tuanya tidak sanggup membayar iuran sumbangan pembinaan pendidikan (SPP), uang gedung sekolah, dan seragam sekolah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Selama ini saja kebutuhan makan kami sudah dikurangi supaya anak-anak bisa bersekolah," kata Matinem, 50 tahun, ibu Nopan, Rabu, 24 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Matinem bekerja sebagai buruh penjual sayur di pasar. Suaminya, Mudiyono, bekerja sebagai buruh tani. Penghasilan keduanya sekitar Rp 1,4 juta sebulan. Pasangan Mudiyono-Matimen mempunyai lima anak. Nopan baru putus sekolah. Dua saudara Nopan tak bersekolah sejak kecil. Dua lagi hanya lulus sekolah dasar dan SMP.
Total anak putus sekolah bersamaan dengan Nopan pada tahun ajaran ini mencapai 72 ribu orang. Angka itu hanya pada tingkat SD, SMP, serta SMA yang berada di lingkup Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Jumlah anak putus sekolah pada tahun ajaran ini naik cukup tinggi jika dibanding pada tahun ajaran sebelumnya sebanyak 64.430 orang.
Koordinator Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia Ubaid Matraji dan peneliti Indonesia Corruption Watch bidang korupsi pendidikan, Almas Sjafrina, mengatakan jumlah anak putus sekolah masih sangat tinggi akibat pemerintahan Presiden Joko Widodo tidak sanggup menyelenggarakan pendidikan dasar bebas biaya.
Padahal Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional mengatur penyelenggaraan pendidikan dasar sembilan tahun, dari SD sampai SMP, tanpa biaya. Tapi banyak sekolah tetap menarik pungutan dari peserta didik. “Mereka memungut biaya atas nama komite sekolah,” ujar Ubaid pada 3 Juli 2024.
Dua tahun setelah Jokowi menjadi presiden ketujuh, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah. Di sini pemerintah mengizinkan komite sekolah menarik sumbangan untuk menutupi kekurangan biaya satuan pendidikan, pembiayaan kegiatan, serta pengembangan sarana dan prasarana sekolah.
Kewenangan komite itu menjadi pintu masuk sekolah untuk menarik berbagai jenis pungutan berkedok sumbangan. “Modus yang umum digunakan adalah menyebut pungutan tersebut sumbangan, padahal wajib,” kata Almas.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Thamrin Kasman pernah menjelaskan kewenangan komite sekolah menarik sumbangan serta bantuan untuk kepentingan sekolah. Ia mengatakan penarikan sumbangan ataupun pungutan memang dibolehkan asalkan tidak tertera dalam 13 item yang didanai dengan Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Mahasiswa membentangkan spanduk menuntut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menghentikan komersialisasi dan liberalisasi dunia pendidikan, di Jakarta, Juni 2020. Tempo/M. Taufan Rengganis
Thamrin berdalih, pungutan ataupun sumbangan dimungkinkan karena secara riil anggaran BOS tidak cukup memenuhi kebutuhan operasional sekolah. “Lalu, kalau ada yang mau menyumbang untuk menutupi itu, ya, silakan,” tutur Thamrin pada 16 Juli 2017.
Praktik komersialisasi pendidikan di sekolah juga membonceng proses penerimaan peserta didik baru (PPDB). Pihak sekolah memperjualbelikan kuota siswa baru lewat PPDB jalur zonasi dan prestasi.
Contoh terbaru, penggelembungan nilai 51 lulusan SMP Negeri 19 Depok, Jawa Barat, oleh pihak sekolah pada PPDB tahun ajaran ini. Nilai rapor ke-51 anak itu digelembungkan sampai 20 persen dari nilai asli yang tercatat pada e-Rapor—aplikasi yang dikembangkan Kementerian Pendidikan untuk memudahkan guru mengisi nilai siswa. Dinas Pendidikan Kota Depok akhirnya membatalkan kelulusan 51 siswa tersebut di sekolah negeri.
Dasar hukum PPDB jalur zonasi dan prestasi adalah Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 17 Tahun 2017 tentang PPDB pada Taman Kanak-kanak, SD, SMP, SMA, SMK, atau Bentuk Lain yang Sederajat. Jalur zonasi paling sering disalahgunakan. Dalam sistem zonasi, pihak sekolah wajib memprioritaskan calon siswa baru yang tinggal berdekatan dengan sekolah.
Ketentuan ini yang mendorong orang tua calon siswa baru menggunakan berbagai cara agar anaknya diterima di sekolah negeri unggulan. Mereka mengakalinya dengan menitipkan nama anak pada kartu keluarga kerabatnya yang beralamat di dekat sekolah tujuan.
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, menyatakan angka partisipasi sekolah jenjang 7-12 tahun dan 13-15 tahun cenderung meningkat sejak 2018-2023. Ia mengklaim peningkatan itu karena kebijakan penerimaan peserta didik baru yang telah disempurnakan. “PPDB lebih berkeadilan, sangat pro orang miskin,” ujarnya.
Tidak hanya di level sekolah, banyak anak yang terpaksa tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi karena faktor biaya. Contohnya Afifa—nama samaran—yang mundur di tengah jalan meski sudah lolos jalur tes nasional calon mahasiswa baru pada Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Surabaya (Unesa) tahun ini.
Setelah lolos tes, lulusan SMAN 4 Bojonegoro, Jawa Timur, ini bermohon untuk mendapatkan Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP Kuliah), tapi ditolak. Pihak kampus justru menyodorkan nilai uang kuliah tunggal (UKT) yang harus dibayar Afifa sebesar Rp 2,4 juta per semester. Afifah masuk kelompok tiga dalam kategori pembagian UKT mahasiswa baru di Unesa.
Kedua orang tua Afifa tak sanggup membayarnya. Ayah Afifa bekerja sebagai buruh serabutan dengan penghasilan maksimal Rp 1 juta sebulan. “Makanya aku undur diri,” katanya, Senin, 8 Juli 2024.
Kepala Sub-Direktorat Kesejahteraan dan Kewirausahaan Mahasiswa Unesa Ahmad Bashri mengakui memang banyak calon mahasiswa baru di kampusnya yang gagal mendapat KIP Kuliah. Alasannya, kuota KIP Kuliah sangat terbatas.
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Kemendikbudristek, Anindito Aditomo tak setuju jika pemerintah dinilai mengkomersialkan pendidikan. Dia mengklaim pemerintah lebih memprioritaskan anak-anak dari keluarga tak mampu agar bisa mengakses pendidikan hingga perguruan tinggi. Ia mencontohkan KIP Kuliah anggaran dan penerimanya terus naik.
Data Kementerian Pendidikan mencatat, anggaran dan kuota penerima KIP-K meningkat tiap tahun. Pada 2024, misalnya, anggarannya naik menjadi Rp 13,9 triliun dari sebelumnya Rp 11,8 triliun. Penerimanya hampir menyentuh satu juta mahasiswa. "Postur anggaran kami sudah berpihak ke masyarakat, terutama masyarakat miskin," kata Anindito, Kamis, 25 Juli 2024.
Baca juga:
Seiring dengan tingginya angka putus sekolah, kampus justru ugal-ugalan dalam menerbitkan gelar guru besar. Investigasi majalah ini mengungkap sejumlah pejabat publik mendapat gelar guru besar dengan jalan melanggar prosedur. Misalnya Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Sufmi Dasco Ahmad, yang meraih gelar guru besar meski belum sepuluh tahun menjadi dosen.
Sufmi Dasco Ahmad memberi sambutan saat pengukuhan dirinya sebagai guru besar ilmu hukum Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat, Desember 2022. Dpr.go.id/Yoga/Man
Ketua Harian DPP Partai Gerindra itu dikukuhkan sebagai guru besar ilmu hukum di Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat, pada 1 Desember 2022. Dasco berdalih sudah mengajar di Universitas Kebangsaan sejak 2010. Lalu ia pindah mengajar di Universitas Azzahra, Jakarta, pada 2016-2020. “Lalu saya pindah ke Universitas Pakuan yang memenuhi syarat untuk mengajukan guru besar,” ucap Dasco.
•••
KEPALA Staf Kepresidenan Moeldoko masih mengingat betul alasan Presiden Joko Widodo sehingga memilih Nadiem Anwar Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Oktober 2019. Ia mengatakan salah satu keinginan Jokowi saat itu adalah dunia pendidikan harus merespons pasar.
“Orientasinya harus pada market dan lompatan-lompatan pengembangan iltek. Itu selalu ditekankan,” ujar Moeldoko, Rabu, 24 Juli 2024.
Nadiem dilantik menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bersamaan dengan seluruh jajaran Kabinet Indonesia Maju jilid II pada 2019. Munculnya nama Nadiem ini menuai sorotan karena latar belakang pendiri Gojek itu sebagai pebisnis.
Baca juga:
Sebelum menjadi menteri, Nadiem menjabat penasihat informal presiden di bidang teknologi. Ia pun sering berdiskusi dengan Jokowi. Sebagian besar diskusinya berujung pada usulan agar kualitas sumber daya manusia dibenahi, yang dimulai dari sistem pendidikan.
"Dari situlah dia (Presiden Jokowi) bilang, oke pendidikan, dan itu satu-satunya posisi yang saya bilang. Terus terang bahwa (posisi) yang lain saya pasti akan bilang (tidak)," tutur Nadiem di kantornya pada 28 Februari 2020.
Nadiem mengungkapkan tiga alasan Jokowi memilihnya sebagai Menteri Pendidikan. Pertama, ia dianggap mampu mengantisipasi tantangan masa depan, termasuk kebutuhan pekerjaan. Kedua, pentingnya peran teknologi dalam mendukung pengembangan 300 ribu sekolah dan 50 juta murid di Indonesia. Terakhir, Jokowi membutuhkan sosok inovatif. “Sekali lagi ini adalah visi Bapak Presiden, bukan visi saya,” kata Nadiem.
Nadiem Makarim dalam acara serah-terima jabatan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di gedung Kemendikbud, Jakarta, Oktober 2019. Tempo/M. Taufan Rengganis
Di awal menjabat menteri, di samping menggagas Kurikulum Merdeka Belajar, Nadiem mulai menerbitkan berbagai kebijakan. Salah satunya mengenai biaya kuliah di kampus negeri.
Lewat Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 25 Tahun 2020 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Pendidikan, Nadiem mengatur biaya kuliah berdasarkan kelompok mahasiswa. Peraturan menteri ini hanya membatasi tarif kuliah untuk kelompok satu dan dua, yaitu Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta setiap mahasiswa per semester. Tarif uang kuliah untuk kelompok berikutnya ditetapkan oleh kampus.
Empat tahun berselang, Nadiem mengubah peraturan tersebut. Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 2 Tahun 2024, yang baru saja diterbitkan Nadiem, menjadi pijakan kampus negeri berlomba-lomba menaikkan tarif UKT tahun ini. Peraturan terbaru ini memberi keleluasaan kampus negeri untuk memperbanyak kategori kelompok mahasiswa baru, dengan tarif UKT yang tidak seragam.
“Kebijakan itu menyuburkan komersialisasi pendidikan di kampus,” kata Koordinator Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia Ubaid Matraji.
Ubaid menduga Presiden Jokowi sengaja membawa sektor pendidikan ke arah komersialisasi dengan memilih Nadiem sebagai Menteri Pendidikan. “Road map-nya ke komersialisasi dan liberalisasi. Jadi pendidikan ini bagian dari lahan bisnis sehingga yang ditunjuk adalah pebisnis,” ujarnya.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Abdul Haris membantahnya. "Tidak benar pemerintah melakukan komersialisasi pendidikan tinggi,” kata Haris, Kamis, 11 Juli 2024.
Kementerian Pendidikan ataupun Moeldoko sempat kalang kabut setelah muncul gelombang protes atas kenaikan tarif UKT tersebut. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi mengumpulkan para rektor perguruan tinggi negeri di sebuah hotel di Jakarta pada pertengahan Mei 2024. “Kami dimintai pendapat soal biaya UKT,” ucap seorang rektor kampus negeri di Jawa Barat, bulan lalu. Hasil pertemuan itu, Kementerian Pendidikan akan menunda kenaikan biaya kuliah.
Hasil rapat tersebut yang disampaikan oleh Nadiem saat dipanggil Presiden Jokowi ke Istana Kepresidenan pada 27 Mei 2024. Seusai pertemuan, Nadiem membatalkan kenaikan UKT. Meski kenaikan itu dibatalkan, Nadiem tak pernah mencabut peraturan Menteri Pendidikan tersebut.
Adapun Moeldoko menggelar rapat bersama rektor di kantornya. Mereka membahas solusi atas penolakan tersebut. Moeldoko mengatakan biaya UKT yang tinggi merupakan konsekuensi dari status perguruan tinggi negeri badan hukum (PTNBH).
“Kalau kita menuju PTNBH, kemandirian perguruan tinggi harus betul-betul bisa diandalkan,” kata Moeldoko, Rabu, 24 Juli 2024.
Status PTNBH ini berpijak pada Undang-Undang Pendidikan Tinggi yang terbit pada 2012. Meski terbit pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Jokowi yang menjabarkannya lewat Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2015 tentang Bentuk dan Mekanisme Pendanaan PTNBH. Dengan status ini, kampus diberi keleluasaan mengelola keuangan, termasuk mencari sumber pendapatan, antara lain dari mahasiswa.
Pada era Presiden Jokowi, pendidikan Indonesia tidak pernah mencapai target. Skor Programme for International Student Assessment (PISA)—program untuk mengukur capaian pendidikan suatu negara—Indonesia justru menurun pada setiap periode pengukuran.
Skor PISA Indonesia di tiga disiplin ilmu pada 2022 turun dibanding pada 2015 dan 2018. Ketiga disiplin ilmu itu adalah matematika, literasi membaca, dan sains. Moeldoko beralasan penurunan angka PISA terjadi karena tekanan pandemi Covid-19.
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, juga menyatakan sekalipun skor PISA turun, peringkat literasi Indonesia naik 5 sampai 6 posisi dibanding PISA 2018. Dia menjelaskan literasi membaca internasional di PISA 2022 rata-rata turun 18 poin, sedangkan skor Indonesia mengalami penurunan sebesar 12 poin.
Dia menyebut, capaian skor PISA tidak bisa digunakan untuk mengukur dampak kebijakan Kurikulum Merdeka lantaran pada 2020 terjadi pandemi. "Ukurannya adalah Asesmen Nasional, sama dengan PISA," ucap Anindito. Asesmen Nasional mencakup dua poin penilaian, yaitu membaca dan matematika. Adapun penilaian di bidang sains tak termasuk.
Anindito mengklaim cakupan Asesmen Nasional lebih luas dibanding penilaian PISA yang hanya mengambil beberapa sampel. Asesmen itu juga berlaku untuk sekolah yang berada di daerah 3T atau tertinggal, terdepan, dan terluar, sekolah yang melayani anak miskin, maupun sekolah berkualitas terburuk. "Untuk semua sekolah di Indonesia, termasuk madrasah," katanya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Catatan Redaksi:
Penjelasan Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Kementerian Pendidikan, Riset, dan Teknologi Anindito Aditomo hanya ada di versi digital.