Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Komisi Yudisial akan memantau seluruh sidang gugatan atas Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1409 Tahun 2018 tentang Pencabutan Izin 13 Pulau Reklamasi di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Juru bicara Komisi Yudisial, Farid Wajdi, mengatakan lembaganya akan melakukan pemantauan meski laporan atau permintaan dari masyarakat belum masuk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jika dilihat dari sisi urgent (kemendesakan) proses tersebut, sidang yang dimaksud patut untuk masuk pemantauan prioritas," kata Farid kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Persidangan di PTUN menjadi perhatian Komisi Yudisial setelah majelis hakim mengabulkan satu dari empat gugatan perusahaan pengembang Pulau Reklamasi terhadap SK Gubernur 1409. Putusan dengan nomor 24/G/2019/PTUN-JKT tersebut memenangkan perusahaan pengembang Pulau H, PT Taman Harapan Indah, dengan memerintahkan perpanjangan izin proyek reklamasi di pulau tersebut.
Putusan ini juga memancing respons sejumlah kelompok, termasuk Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta. Mereka mempersoalkan keterbukaan informasi dan proses sidang dari PTUN dan Pemprov DKI Jakarta. Mereka menilai informasi tentang gugatan terhadap SK pencabutan izin pulau buatan baru menyebar setelah pemberitaan media. Padahal, biasanya, perkara yang melibatkan kepentingan orang banyak akan dipantau sejumlah kelompok pemerhati sejak awal sidang.
Saat ini, masih ada tiga perkara lain yang persidangannya masih berlangsung di PTUN Jakarta. Ketiganya diajukan oleh pengembang Pulau F, PT Agung Dinamika Perkasa; pengembang Pulau I, PT Jaladri Kartika Pakci; dan pengembang Pulau M, PT Manggala Krida Yudha. Tiga gugatan ini telah terdaftar pada 27 Februari, 27 Mei, dan 26 Juli 2019.
Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Arief Maulana, mengatakan koalisi akan melaporkan hakim yang memenangkan PT Taman Harapan Indah. Ketiganya adalah ketua majelis hakim Edi Septa Surhaza dan anggotanya, Adhi Budhi Sulistyo serta Susilowati Siahaan.
"Sejak awal sidang seakan ditutupi," kata Arief. "Kami juga akan meminta KY untuk melihat jalannya sidang gugatan pengembang lainnya."
Menurut Arief, berdasarkan Pasal 83 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara, hakim dapat memanggil para pihak yang berkepentingan dalam proses pemeriksaan perkara yang berlangsung. Dalam perkara ini, kata Arief, hakim bisa memeriksa para nelayan yang terkena dampak dari keputusan proyek pulau buatan di Teluk Jakarta.
Menurut Arief, hakim hanya menggelar sidang yang dihadiri penggugat, yaitu perusahaan pengembang pulau buatan dan tergugat utama, pemerintah Jakarta. "Ini salah satu rujukan kami untuk melaporkan hakim PTUN ke KY," kata dia.
Kuasa hukum pemerintah DKI Jakarta, Denny Indrayana, mengatakan pemerintah provinsi tak berhenti berupaya dengan keluarnya putusan PTUN. Pemerintah Jakarta sedang mempersiapkan sejumlah langkah perlawanan untuk tetap menghentikan proyek reklamasi di Teluk Jakarta.
"Masing-masing kasus punya karakteristiknya masing-masing, jadi tunggu tanggal mainnya aja," kata Denny. Menurut dia, pemerintah Jakarta masih memiliki waktu dua bulan untuk menyiapkan strategi yang lebih detail.
JULNIS FIRMANSYAH | IMAM HAMDI | FRANSISCO ROSARIANS
Pemulihan atau Pembatalan
Kuasa hukum Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam kasus Pulau Reklamasi, Denny Indrayana, mengatakan akan berusaha memulihkan kembali Surat Keputusan Gubernur Nomor 1409 Tahun 2018 tentang Pencabutan Izin 13 Pulau Reklamasi, yang tengah digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Satu dari empat perusahaan pengembang pulau buatan telah memenangi gugatan. Tiga gugatan lainnya masih berjalan di pengadilan.
Objek Gugatan:
Surat Keputusan Gubernur Nomor 1409 Tahun 2018 tentang Pencabutan Izin 13 Pulau Reklamasi
Penggugat:
Pengembang Pulau H, PT Taman Harapan Indah, dalam perkara nomor 24/G/2019/PTUN-JKT.
Pengembang Pulau F, PT Agung Dinamika Perkasa, dalam perkara nomor 153/G/2019/PTUN-JKT.
Pengembang Pulau I, PT Jaladri Kartika Pakci, dalam perkara nomor 113/G/2019/PTUN-JKT.
Pengembang Pulau M, PT Manggala Krida Yudha, dalam perkara nomor 31/G/2019/PTUN-JKT.
Status:
Perkara nomor 24
Hakim telah mengetok putusan dengan memenangkan PT Taman Harapan Indah. Hakim memerintahkan pemerintah Jakarta menggugurkan surat keputusan pencabutan izin dan melanjutkan izin pembangunan Pulau H.
Perkara nomor 153
Masih berlangsung sejak didaftarkan pada 26 Juli 2019.
Perkara nomor 113
Masih berlangsung sejak didaftarkan pada 27 Mei 2019.
Perkara nomor 31
Masih berlangsung sejak didaftarkan pada 27 Februari 2019.
Dalil Pemerintah Provinsi Jakarta:
1. Gubernur DKI Jakarta berwenang mencabut surat keputusan yang diteken atau dikeluarkan pejabat sebelumnya.
2. Proses pencabutan izin sudah sesuai dengan prosedur, dengan menerbitkan surat keputusan yang baru.
3. Ada cacat pelaksanaan dan substansi dalam surat-surat keputusan pemberian izin pembangunan pulau buatan.
JULNIS FIRMANSYAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo