AWAL tahun 1976 ini Jakarta tak hanya ditandai dengan genangan
air. Kemacetan arus lalulintas yang terjadi di berbagai jalan
pun tak urung menunjukkan frekwensi yang lebih tinggi dari
bulan-bulan sebelumnya. Di jalan Diponegoro misalnya,
pertengahan bulan yang lalu sempat terjadi kemacetan lalu-lintas
yang agak luar biasa. Selama 2 jam lebih, kendaraan-kendaraan
dari arah Menteng menuju Salemba dan sebaliknya memabati jalan
tersebut sehingga nyaris tak bisa bergerak. Begitu pula dengan
kendaraan yang berada di jalan Proklamasi, jalan Raden Saleh dan
Cikini Raya tak satu pun yang bisa lolos dari kepungan kendaraan
lain yang letaknya sudah semrawut. Konon awal kejadian bermula
dari matinya lampu lalu-lintas yang pada hari itu padam di
berbagai wilayah Jakarta. Dan beberapa hari kemudian kejadian
yang sama terjadi pula di sekitar Tugu Pak Tani -- Prapatan
Kwitang -- yang pada hari-hari biasa juga merupakan tempat
"kemacetan" lalu-lintas karena sebuah pipa ledeng pecah .
Itu yang kebetulan. Belum lagi yang terjadi secara rutin di
berbagai jalan, 'bisa bikin sakit saraf', ujar seorang menejer
Perusahaan Tekstil yang berkantor di Kota. Tapi, benarkah bahwa
memecahkan masalah kemacetan lalulintas -- yang konon karena
makin padatnya jalan-jalan di ibukota dengan kendaraan-kendaraan
pribadi -- cukup sulit? Menurut ir Bun Yamin Ramto, Kepala DPU
DKI "DKI sendiri tak sanggup, karena ada yang menyangkut
kebijaksanaan Pemerintah Pusat". (TEMPO 3 Januari 76 ). Tentu
saja masih bisa dipersoalkan. Di jalan Senen Raya misalnya,
perbaikan jalan yang berlangsung selama 2 bulan terakhir ini
menimbulkan kemacetan lalu-lintas yang bukan kepalang. Sebulan
lebih, jalan-jalan yang berada di sekitar tempat perbaikan itu
merupakan daerah angker bagi pengendara mobil dan motor. Jalan
yang selama ini menampung rus kendaraan yang datang dari Cempaka
Putih, Kramat Raya dan Kwitang menuju Lapangan Banteng nyaris
menjadi pool kendaraan saking sukarnya bergerak. Sebabnya,
sederhana saja, tak ada usaha menyebar arus kendaraan itu,
padahal sebagian dari jalan Senen Raya dan jalan Kwini sedang
ditimbuni batu alias tak dapat dilalui.
Radio
Namun dari kantornya di Balai Kota, Syariful Alam Kepala Humas
DKI mengomentari kemacetan lalulintas yang sering terjadi pada
bulan Januari ini hanya berucap, "secara tak langsung ada
hubungannya dengan hujan yang turun terus menerus". Begitupun
khusus tentar kemacetan di Senen Raya, Syariful mengakui
bahwa pemecahannya baru datang kemudian, yaitu menyebarkan arus
kendaraan yang datang dari Cempaka Putih ke arah Bungur dan
sebagian lagi ke Kramat Raya. Sedang untuk masa datang, menurut
dia, kemacetan lalulintas akan segera dapat diatasi bila
komputer yang mengatur sinyal lalulintas -- yang akan dipasang
di Balai Kota -- selesai akhir tahun ini. Dengan sistim komputer
itu, tutur Syariful, kemacetan yang terjadi di beberapa jalan
akan dengan segera pula dipecahkan. Bahkan melalui siaran radio
-- masih dalam kaitan sistim itu -- para pengendara dapat
diberitahukan daerah-daerah mana yang sedang mengalami kema-
cetan. Tapi dengan nada skeptis dia juga mengatakan bahwa
penggunaan komputer yang memakan biaya sampai Rp 600 juta itu,
"baru berarti kalau peranan pemakai jalan-sejalan dengan era
komputerisasi". Alias punya disiplin. Silakan coba.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini