Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Berhenti sebagai kotamadya ?

Tampaknya gubernur jawa-tengah tak menghendaki pemilihan wali kota. namun dengan segala fasilitas yang ada, salatiga dapat diandalkan agar boleh tetap sebagai kotamadya. (kt)

7 Februari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SALATIGA yang akhir-akhir ini terkenal sebagai kota PSSI-wan, karena adanya "diklat sepakbola" di sana, kini sedang menunggu penentuan nasib statusnya. Kota dengan luas 30 kilometer persegi dengan penduduk 73.000 jiwa (catatan tahun 1975) di ketinggian 600 meter di permukaan laut itu sedang diteliti apakah akan tetap sebagai kotamadya, digabung dengan Kabupaten Semarang atau jadi kota administratif saja. Maka Salatiga sekarang cuma diperintah seorang pejabat Walikota karena S. Sugiman baru saja habis masa jabatannya lalu diminta menerukan tugas sementara. Sebab menurut pejabat Walikota itu, "selama dalam penelitian, Gubernur Jateng tak menghendaki pemilihan walikota". Meski tak punya tempat tamasya yang bisa mengeduk uang seperti Kopeng bagi tetangganya Kabupaten Semarang, Salatiga menurut Sekwildanya Rujito SH, sedang sibuk meningkatkan tempat pemandian Kalimantan sehingga luasnya jadi 50 x 20 m dan akan bertingkat internasional dengan biaya Rp 57.660.000 di antaranya Rp 10 juta bantuan Gubernur Suparjo. Memang Kopeng sering dikaitkan dengan Salatiga, meski jelas tak memasukkan duit buat kota terdiri 1 kecamatan dan 9 desa itu. Kolam renang itulah tempat tamasya yang bisa mendatangkan duit nanti. Dan karena Salatiga letaknya antara Semarang dan Sala dengan jalan raya dipadati 6000 kendaraan umum Salatiga juga ketiban untung berupa hasil retribusi terminal bis dan taksi serta pasar yang letaknya berdekatan. Dan memang hasil-hasil retribusi itulah sumber pendapatan Salatiga. Retribusi pasar tahun kemarin (Januari sampai dengan Nopember) terkumpul Rp 12.916.870, sedang retribusi terminal bis dan taksi Rp 12.786.585 dan sebagainya sehingga total jenderai Rp 38.284.807. Ini berarti kurane sedikit saja dari target yang dikejar Rp 39.025.000. Yang tentu saja akan terlampaui bila hasil retribusi liburan Desember telah dilaporkan oleh Pejabat Walikota Sugiman. Itu semua tak termasuk hasil kolam renang yang sedang ditingkatkan tadi. Rumah Murah Tak aneh bila Salatiga ternyata mampu membangun monumen perjuangan dengan biaya Rp 2.500.000. Monumen berujud patung 3 pahlawan untuk mengenang Brigjen Anumerta Soediarto kelahiran Demak, Laksamana Anumerta Jos Sudarso dan Marsekal Muda Udara Anumerta Agustinus Adisoetjipto, kedua-duanya kelahiran Salatiga. Cuma sayang tak tampak dari jalan raya utama. karena terletak di depan kantor Walikota yang jauh dari jalan raya. Ada kebolehan lain dari kota Salatiga selama di bawah Sugiman. Yakni punya poyek pembangunan 30 rumah rakyat. Rumah berukuran 6 x 9 m di atas tanah 15 x 20 meter dengan harga Kp 700.000 itu boleh dibeli dengan angsuran selama 7 bulan @ Rp 100.000. Proyek perumahan rakyat ini dimungkinkan berkat adanya tanah seluas 21.000 meter persegi bekas milik De Canisius Stichting (berkedudukan di Yogyakarta) yang telah dijadikan tanah negara. Rumah-rumah ini semula dikerjakan DPU Kodya Salatiga. Tapi ada keseretan. Karena para pengangsur kurang mampu memenuhi kewajiban melunasinya sampai bulan Juni lalu. Maka dimintalah pihak swasta PT Muriaco untuk campur tangan. Inipun tersendat-sendat. Karena ternyata sang PT pun tak mampu memenuhi janjinya menyelesaikan pembangunan rumah-rumah itu. Meskipun harga rumah sudah dinaikkan jadi Rp 850.000. Tapi akhirnya dengan susah payah DPU berhasil menyelesaikan 13 rumah,para calon sendiri menyelesaikan 9 rumah (baru 75%) dan PT Muriaco Semarang sendiri cuma 8 rumah (baru selesai 70O). Dan keadaan ini tentu saja mengundang "kericuhan" lain. Misalnya, seperti lazimnya terjadi di mana-mana, calon pemilik akan mengoper ke lain calon. Tentu saja tak hanya itu. Sebagai tindak lanjut pernyataan DPRD Kodya Salatiga 1 Januari 1972 yang menetapkan Salatiga sebagai kota pariwisata dan pendidikan, Salatiga juga repot menggali-gali potensi dan membina prasarananya. Udara kota yang sejuk, terletak di persimpangan jalan ke kota-kota Semarang, Sala, Magelang dan Yogyakarta, menyebabkan Salatiga berambisi jadi kota pariwisata. Sedangkan adanya IKIP Kristen Satya Wacana, IKIP Muhammadiyah dan IAIN Walisongo, 44 buah STK, 50 SD, 20 SMP dan sebuah Taman Tani milik Yayasan Katolik yang mencetak kader petani dan peternak, diandalkan Salatiga buat menunjang sebutan kota pendidikan. Lalu adanya pabrik tekstil Dumatex dan menurut rencana akan dibangun satu lagi, Timatex, yang bisa menyerap tenaga 1400 dan akan mulai berproduksi tahun ini, membikin Salatiga tak malu-malu ingin disebut kota industri. Alhasil semua itu agaknya cukup berarti untuk diandalkan agar boleh tetap sebagai kotamadya?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus