Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Deputi Komisioner Pengawas Perbankan IV Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Budi Armanto, menyatakan lembaganya mendorong percepatan konsolidasi, merger, dan akuisisi antarbank. Alasannya, jumlah bank di Indonesia saat ini sudah terlalu gemuk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat ini, menurut Budi, terjadi ketimpangan kinerja serta kontribusi dari 115 bank yang beroperasi di Indonesia. Sebanyak 70 persen total aset industri perbankan dikuasai oleh 15 bank teratas. "Sisanya terbagi dalam 90 bank lebih. Artinya jumlah bank kecil-kecil ini banyak sekali," ujar dia kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Budi, banyaknya jumlah bank dapat merugikan bisnis perbankan nasional karena bakal kalah bersaing dengan bank-bank negara tetangga yang sebentar lagi masuk ke Indonesia. "Bank kecil-kecil akan sulit berkompetisi dengan bank-bank negara tetangga," ucapnya.
Industri perbankan domestik saat ini masih tertinggal dibandingkan dengan industri yang sama di kawasan ASEAN. Tidak hanya modal, ketertinggalan bisnis perbankan Tanah Air juga menyangkut jaringan, pemasaran, operasional, dan pengembangan teknologi informasi. "Negara ini sangat besar. Kalau kalah bersaing maka kue ekonomi Indonesia akan dimakan oleh mereka," ujar Budi.
Terlebih, menurut Budi, kompetisi menjelang implementasi ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) sudah di depan mata. Pelaksanaan kesepakatan tersebut akan membuat persaingan makin terbuka.
Penetrasi perbankan domestik di pasar global, Budi menambahkan, diharapkan meningkat seiring dengan perluasan akses dan jaringan melalui AFAS yang dimulai pada 2020. Lewat kerja sama tersebut, perbankan nasional lebih berekspansi ke negara lain di kawasan ASEAN. Sebaliknya, bank-bank dari negara tetangga juga akan mudah masuk ke Indonesia. "Untuk itu, kami mendorong bank-bank kecil menjadi besar, melalui merger atau konsolidasi, atau akuisisi, tapi kenyataannya mereka tidak mau," kata Budi.
Masalahnya, menurut Budi, bank-bank besar di dalam negeri sebagian masih enggan mengambil bank kecil. "Karena merasa tidak ada keuntungannya untuk bank-bank besar." Buktinya, proses konsolidasi perbankan beberapa tahun terakhir berjalan lambat. Dalam lima tahun terakhir, hanya terdapat perampingan empat jumlah bank, dari 119 bank di 2014 menjadi 115 bank pada tahun lalu.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance, Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan salah satu penyebab lambatnya konsolidasi adalah minimnya insentif yang diberikan oleh OJK maupun pemerintah. "Akuisisi juga mandek karena adanya ego di setiap pemilik saham perbankan, khususnya di kategori BUKU I dan II," ujar dia. Apalagi, pemilik bank-bank kecil juga masih bisa mendapatkan margin keuntungan. "Mereka mikir-nya enggak apa-apa status quo, atau begini-begini saja, yang penting dapat margin," kata Bhima. "Enggak terpikir ekspansi."
Menurut Bhima, perlu insentif untuk menarik minat perbankan melakukan akuisisi. "Misalnya, pungutan atas perbankan yang sedang proses merger dan akuisisi ditiadakan dulu," kata dia. Sebab, proses merger dan akuisisi cukup menguras sumber daya perbankan, apalagi bila ditambah banyaknya tahapan yang harus dilalui. "Biaya appraisal atau analisis valuasi harga yang wajar saja cukup mahal," kata dia.
Presiden Direktur Bank Mayapada, Hariyono Tjahjarijadi, sepakat bahwa pemberian insentif dapat mendorong proses konsolidasi perbankan agar lebih cepat. "Mungkin insentifnya juga bisa berupa insentif di bidang perpajakan," ucapnya.
Adapun Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk, Jahja Setiaatmadja, membenarkan bahwa proses merger serta akuisisi tak mudah dan mahal. BCA telah mengutarakan niat mengakuisisi dua bank kecil sejak dua tahun lalu. Bank swasta nasional terbesar ini telah menyiapkan dana Rp 4,5 triliun untuk mengakuisisi bank umum kelompok BUKU I. Bank kelompok ini bermodal inti di bawah Rp 1 triliun.
Namun, rencana itu beberapa kali terganjal harga yang belum cocok. "Perlu due diligence, perlu penyesuaian lagi," kata Jahja. "Ada penyesuaian harga. Setelah lihat isinya bagaimana, tidak boleh ada ‘cacat’ segala macam."
Menurut Jahja, proses due diligence juga memakan waktu. Sebab, perseroan harus meneliti dokumen bank yang menjadi incaran secara rinci. "Apalagi kami sudah banyak cabang, nasabah juga banyak, jadi harus teliti," ujar dia. BCA menargetkan satu akuisisi akan dirampungkan pada pertengahan 2019.
GHOIDA RAHMAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo