Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kontroversi Paduan Suara Asmaul Husna dan ‘New Istiqlal’

Lantunan Asmaul Husna dari kelompok paduan suara Jakarta Youth Choir (JYC) di Masjid Istiqlal, Jakarta, menggegerkan media sosial pada pertengahan Mei lalu. Kor itu dianggap menodai masjid. Narasi yang berkembang juga menyudutkan JYC, yang dianggap memberi sentuhan gereja terhadap masjid rancangan Friedrich Silaban itu. Namun betulkah begitu? Sejumlah ulama menganggap alunan Asmaul Husna oleh JYC justru memperkuat peran masjid sebagai pusat peradaban dan kebudayaan Islam. Citra ini sejatinya diharapkan muncul pada Istiqlal setelah direnovasi untuk pertama kalinya semenjak 42 tahun lalu.

22 Mei 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Petugas berjalan di ruang utama usai peresmian renovasi Masjid Istiqlal, Jakarta, 7 Januari 2021. presidenri.go.id

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DENDANG itu menggema selepas Idul Fitri 1442 Hijriah. Bukan hanya di kanal YouTube, tapi juga di Instagram dan Twitter. Lantunan mengalir dari 20-an penyanyi dari kelompok paduan suara Jakarta Youth Choir yang dipimpin Septo Adi Kristanto, 29 tahun. Mereka melagukan Asmaul Husna dengan indah, berlatar ruangan di dalam Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat. Anggota kelompok ini, baik perempuan maupun laki-laki, berpakaian serba putih. Sebagian di antara perempuan itu memakai hijab, sedangkan lainnya ada yang mengenakan turban.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Video mereka viral pada pertengahan Mei lalu. Namun populernya video itu ditimpali dengan nada sumbang oleh warganet di media sosial. Sebagian menghujat kepantasan kelompok itu menyanyikan Asmaul Husna di masjid, padahal saat Lebaran lalu Istiqlal tidak menggelar salat Idul Fitri. Ada pula yang memprotes penyanyi di kelompok paduan suara itu yang sebagian beragama Nasrani. Pakaian sebagian penyanyi juga diprotes karena tak menutupi aurat. Yang lain mempersoalkan Asmaul Husna yang dinyanyikan terlalu gerejawi—tak elok karena sejatinya itu berisi deretan nama indah Tuhan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hujan hujatan itu menghantam Jakarta Youth Choir (JYC). Video kor Asmaul Husna di Masjid Istiqlal akhirnya diturunkan dari sejumlah kanal. Situs resmi mereka untuk saat ini tak aktif. Lewat akun Instagram mereka, @jktyouthchoir, JYC meminta maaf atas video tersebut. Menurut mereka, pembuatan video lagu Asmaul Husna dan “Selamat Hari Lebaran” karya Ismail Marzuki itu direkam di Masjid Istiqlal menjelang Lebaran. Namun, ketika proses syuting, tak ada suara nyanyian atau iringan musik karena mereka sudah merekamnya di studio.

Petugas menyiapkan cairan pembersih tangan di Masjid Istiqlal, Jakarta, April 2021. ANTARA/Wahyu Putro A

Video itu, kata mereka, dibuat semata-mata untuk memeriahkan Idul Fitri. “Namun kami mengakui memiliki pengetahuan yang kurang perihal ini sehingga menimbulkan ketidaknyamanan di masyarakat, terutama umat Islam,” ujar JYC dalam keterangan resminya, Selasa, 18 Mei lalu. Peristiwa ini disebut JYC memberi pelajaran untuk tak lagi mengulangi hal yang sama. JYC juga meminta maaf kepada pengurus Masjid Istiqlal dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Jakarta Youth Choir adalah kelompok paduan suara binaan Dinas Pemuda dan Olahraga Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Mereka sudah memenangi sejumlah penghargaan. Dalam Festival Internazionale Chorus Inside Advent ke-34 di Roma, Italia, yang diikuti kelompok paduan suara dari Italia, Prancis, Kroasia, Amerika Serikat, Rumania, Ghana, Rusia, dan Polandia pada 1-3 Desember 2018, JYC membawa pulang lima penghargaan sekaligus, di antaranya untuk kategori Folklore. Mereka juga meraih penghargaan istimewa untuk konduktor terbaik, Septo Adi Kristanto Simanjuntak, dan koreografi terbaik. Dalam ajang itu, JYC menyanyikan lagu daerah, seperti Soleram, Jali-jali, Toki Tifa, Hela Rotan, Bungong Jeumpa, dan Yamko Rambe Yamko. Selain itu, mereka membawakan tembang klasik Barat, di antaranya O Nata Lux, Cantate Domino, dan Gloria Patri.

Ketua Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta, Abdul Aziz, mengatakan sebaiknya siapa pun mesti menghormati tempat ibadah semua agama dan tidak menggunakannya selain untuk kegiatan yang berhubungan dengan tata cara ibadah agama terkait. Ihwal pelantunan Asmaul Husna oleh kelompok paduan suara JYC di dalam masjid, Aziz menilai hal itu melukai hati umat Islam. “Sebab, pada saat yang sama salat berjemaah dilarang karena pandemi, tapi malah digunakan untuk kor,” kata politikus Partai Keadilan Sejahtera itu saat dihubungi, Sabtu, 22 Mei lalu.

Cuplikan video paduan suara Jakarta Youth Choir saat melantunkan Asmaul Husna di Masjid Istiqlal, Jakarta. YouTube

Sekretaris Jenderal Dewan Masjid Indonesia Imam Addaruquthni mengatakan ia belum mengetahui dengan terang duduk persoalan kejadian ini. Namun, kata dia, dari sejumlah ruangan di Masjid Istiqlal, bagian selasarnya sudah biasa menjadi tempat penampilan musik, seperti gambus dan lomba tanjidor, yang bernapas religi. Adapun ihwal paduan suara Asmaul Husna, Imam mengaku tak tahu apakah itu menjadi bagian dari inisiasi budaya islami. Umumnya, menurut dia, banyak orang menganggap sesuatu yang tak lazim itu sebagai pelanggaran. Sementara itu, di masjid sendiri juga lumrah terjadi proses budaya.

Adapun perihal kritik terhadap pakaian sebagian anggota tim paduan suara yang tak menutupi aurat, Imam berharap masyarakat melihat lagi konteks berjilbab. “Kata ‘jilbab’ ada dalam Al-Quran, yang dianjurkan. Tak seperti kekuatan pada perintah salat. Jadi sebaiknya aspek itu yang dipakai,” ucapnya saat dihubungi pada Kamis, 20 Mei lalu. Ia pun berharap masyarakat tak mengeksposnya sebagai persoalan yang “wah” ataupun menganggapnya sebagai pelanggaran di Istiqlal. “Itu berlebihan.”

•••

MASJID Istiqlal sendiri kini membawa citra baru “New Istiqlal”, yang digaungkan seusai renovasi. Proyek renovasi Istiqlal berlangsung pada 2019-2020 dengan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebesar Rp 511,4 miliar untuk pembangunan fisik dan Rp 7,1 miliar buat manajemen konstruksi. Ini renovasi pertama yang dilakukan setelah masjid itu lahir pada 1978 di area bekas Taman Wilhelmina. Perancangnya adalah Friedrich Silaban, seorang penganut Nasrani pemenang sayembara yang digelar pemerintah Presiden Sukarno.

Dalam perayaan hari jadi ke-43 Masjid Istiqlal pada 23 Februari lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan istilah “New Istiqlal” membawa gagasan bahwa masjidlah yang memberdayakan umat, bukan lagi umat yang memberdayakan masjid. Itu sekaligus mengoptimalkan peran Masjid Istiqlal sebagai penyuara modernisasi Islam dan pusat peribadatan serta peradaban kegiatan ekonomi, sosial, dan pendidikan.

Cuplikan video paduan suara Jakarta Youth Choir saat melantunkan Asmaul Husna di Masjid Istiqlal, Jakarta. YouTube

Renovasi Istiqlal pertama kali dilakukan sejak masjid itu dibangun 42 tahun silam. Renovasi dipusatkan di bagian luar atau pekarangan yang mencakup 30 persen luas area masjid. Bagian halaman Masjid Istiqlal makin sejuk dan asri. Makin banyak pohon dan rumput. Untuk menuju lantai 2 atau lantai salat, Istiqlal kini juga dilengkapi elevator berlapis kaca transparan. Elevator ini diperuntukkan bagi orang lanjut usia atau penyandang disabilitas.

Untuk bagian dalam masjid memang tak banyak perubahan. Struktur bangunannya tetap seperti yang lama. Namun interiornya dipercantik sehingga mengesankan suasana yang megah. Tiang-tiang pancang di dalam masjid, misalnya, kini dilapisi aluminium sehingga memantulkan cahaya ke seluruh area salat. Di dalam tiang pancang itu, Al-Quran tersusun rapi. Yang paling utama: kini langit-langit interior masjid juga diperindah dengan lampu-lampu yang penataannya didesain modern. Renovasi Masjid Istiqlal boleh dikatakan amat memperhatikan pembaruan desain lampu. Suasana Istiqlal yang tadinya terasa gelap kini berubah. Unsur pencahayaan (lighting) yang sangat canggih membuat masjid itu dikatakan akan menjadi lebih estetik tapi tetap nyaman.

Jumlah lampu penerangan utama sekitar 300 buah. Lampu-lampu yang mampu berubah-ubah sendiri untuk membuat suasana menjadi teduh, menyelaraskan diri dengan temperatur, berjumlah sekitar 3.300 buah. Semua itu dijalankan dengan teknologi smart lighting. Ini teknologi terbaru tata cahaya yang serba terkomputerisasi. Operasinya dikontrol otomatis oleh komputer sehingga tidak perlu petugas untuk menyalakan dan mematikan lampu setiap hari. Para pendesain tata cahaya baru Istiqlal ingin membuat suasana saat jemaah menunaikan salat di dalam ruangan nanti serasa bersembahyang di luar ruangan tapi dilindungi naungan awan yang teduh. Kemegahan dan suasana tenang diharapkan menjadi satu. Akan halnya kubah Istiqlal yang memiliki diameter 45 meter didesain dengan menempatkan 20 lampu di 20 titik. Warna lampunya disesuaikan dengan cahaya bulan. Tiap malam kubah ini diterangi warna bulan dengan gradasi-gradasi tertentu.

Cuplikan video paduan suara Jakarta Youth Choir saat melantunkan Asmaul Husna di Masjid Istiqlal, Jakarta. YouTube

Konsep baru tersebut agaknya yang membuat Jakarta Youth Choir (JYC) ingin mengambil Masjid Istiqlal sebagai latar saat menampilkan komposisi harmoni Asmaul Husna. Mungkin itu juga bagian dari promosi “New Istiqlal”. Dan ini yang menjadi heboh. Pengamat Islam dan pengajar Islamic Studies di Universitas Paramadina, Budhy Munawar, menyebutkan gaduhnya video Asmaul Husna salah satunya dilatarbelakangi persepsi masyarakat yang menganggap masjid sebatas tempat ibadah. Ia mencontohkan Lombok sebagai “Pulau Seribu Masjid” yang menyimpan banyak tempat ibadah dengan fasad yang indah. Padahal, di sisi lain, ada ide yang berkembang sejak 1970-an yang mengidamkan masjid tak semata sebagai tempat sembahyang, tapi juga pusat peradaban dan kebudayaan Islam.

Pada zaman klasik Islam pun dulu pusat studi seperti kampus dan perpustakaan ada di dalam masjid. “Dulu ada Islamic center dulu, baru ada masjid. Tapi sekarang sering kebalikannya—masjid dulu, baru ada pusat studi Islam,” ujar Budhy saat dihubungi, Rabu, 19 Mei lalu. Masjid Istiqlal sendiri sudah lama memiliki perpustakaan yang menjadi rujukan pembelajaran soal Islam.

Menurut Budhy, sebagai pusat peradaban Islam, masjid juga dapat menjadi wadah pengembangan seni Islam. Ia mencontohkan seni hadrah yang biasa tumbuh dan hidup di pesantren-pesantren dan sering tampil di masjid. Adapun paduan suara Asmaul Husna menjadi kontroversi karena suara kor selama ini biasa ada di gereja dan pusat kesenian. Padahal, kata dia, konten itu sangat bagus, islami sekaligus keren.

Bila pun ada yang merasa kor JYC kebablasan, Budhy menganggap itu sebagai resistansi masyarakat terhadap sesuatu yang baru. “Jadi ini fenomena kurang bergaul saja. Padahal penting sekali untuk terus membangun masjid sebagai pusat kebudayaan, termasuk di dalamnya seni musik. Dalam sufi pun penggunaan musik biasa, bahkan ada tradisi menari di dalamnya,” tuturnya.

Jakarta Youth Choir (JYC) saat mengdapat penghargaan di ajang Chorus Inside Advent International Choir Competition (CIAICC) ke-34 di Roma, Italia, pada Desember 2018. beritajakarta.id

Namun Budhy tak memungkiri urusan seni musik dalam Islam tak lepas dari perdebatan. Salah satunya soal boleh atau tidaknya mendendangkan lagu-lagu islami. Hal itu kerap menjadi persoalan karena masyarakat memandangnya dari perspektif fikih saja; boleh atau tidak boleh. Padahal dakwah sejatinya tidak hanya memakai media lisan, tapi juga seni dan literatur. Seperti halnya gagasan soal masjid hijau yang memperhatikan konsep kesehatan lingkungan. “Ke depan kita perlu mengembangkan kebudayaan Islam yang autentik. Yang enggak kearab-araban, tapi ‘lebih Indonesia’,” ujar Budhy.

•••

BUKAN hanya Jakarta Youth Choir, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta lewat Wakil Gubernur Ahmad Riza Patria juga meminta maaf kepada mereka yang tak nyaman atas video paduan suara Asmaul Husna di Masjid Istiqlal. Ia menyebutkan bahwa video itu dibuat untuk menyemarakkan Lebaran tahun ini dan menunjukkan Jakarta “Kota Kolaborasi”. Lewat kanal YouTube miliknya, Riza menjelaskan bahwa usul kegiatan dan lokasi pengambilan gambar video itu datang dari anggota kelompok paduan suara. Video itu sendiri kemudian diunggah ke akun Instagram pribadi Riza dan akun resmi @dkijakarta.

Namun Riza menyangkal anggapan bahwa video itu dibuat dan diunggah atas perintahnya ataupun Gubernur Anies Baswedan. Ia pun segera menghapus video Asmaul Husna dari akun Instagram miliknya tak lama setelah sebagian warganet mengutarakan keberatan mereka. “Tak ada maksud apa pun dari adik-adik kita di Jakarta Youth Choir dalam pembuatan video itu,” ujarnya, Selasa, 18 Mei lalu.

Umat muslim melakukan ibadah salat jumat dengan protokol kesehatan di Masjid Istiqlal, Jakarta, Mei 2021. TEMPO/Tony Hartawan

Yang menarik, mantan Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, justru mempertanyakan alasan bila ada yang tak memperbolehkan kor di dalam masjid. “Kenapa tak boleh? Apa bedanya mengumandangkan Asmaul Husna secara kor dengan selawatan berjemaah yang keduanya sama-sama dilakukan di dalam masjid?” ujarnya saat dihubungi, Rabu, 19 Mei lalu. Menurut Lukman, melantunkan suara dengan alunan nada merdu dan indah biasa dikumandangkan di dalam masjid. Para qari atau pembaca Al-Quran dan muazin (pelantun azan) adalah contohnya. Apalagi, kata dia, yang dilantunkan adalah Asmaul Husna, yang diagungkan umat Islam. “Allah itu Mahaindah. Dia menyukai keindahan.”

Begitu pula Nadirsyah Hosen, cendekiawan muslim dan dosen di Monash University, Australia, menganggap Asmaul Husna yang disenandungkan oleh Jakarta Youth Choir bukan masalah. Pada zaman Nabi Muhammad pun ada sahabat Rasul bernama Hasan bin Tsabit yang melagukan syair di masjid. “Ketika itu Rasulullah ada di sana dan tidak melarangnya. Hal itu terekam dalam kitab hadis sahih Al-Bukhari dan sahih Muslim,” ucapnya, Rabu, 19 Mei lalu.

Imam An-Nawawi, sebagaimana dikutip oleh Nadirsyah, kemudian menjelaskan bahwa di dalam hadis tersebut dibolehkan menyenandungkan syair di masjid apabila isinya perkara yang mubah atau boleh dilakukan. Selain itu, dianjurkan apabila di dalam syair tersebut terkandung pujian terhadap Islam dan umat Islam.

ISMA SAVITRI, MOYANG KASIH DEWIMERDEKA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Isma Savitri

Isma Savitri

Setelah bergabung di Tempo pada 2010, lulusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro ini meliput isu hukum selama empat tahun. Berikutnya, ia banyak menulis isu pemberdayaan sosial dan gender di majalah Tempo English, dan kini sebagai Redaktur Seni di majalah Tempo, yang banyak mengulas film dan kesenian. Pemenang Lomba Kritik Film Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2019 dan Lomba Penulisan BPJS Kesehatan 2013.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus