Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Koreksi ala mao

Mao tse-tung, ketua partai, merasa orang-orang partai sangat berkuasa, hingga usahanya membersihkan partai dari penyelewengan sering terhambat. itulah yang mendorongnya pada revolusi kebudayaan. (fk)

20 Maret 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MAO Tse-tung pernah terbentur. Beberapa belas tahun yang lalu, ia merasa RRT dalam bahaya. Yang mengancam bukanlah sesuatu dari luar. Juga bukan pergolakan dari dalam. Bukan kritik. Ia telah melampaui bahaya jenis ini. Ia pernah mengundang kritik dan suara bebas dalam kampanye "Biarkan Seratus Bunga Mekar Biarkan Seratus Pikiran Berlaga". Kaget sendiri oleh sengitnya kecaman, ia memberangus kaum intelektuil. Ia meningkatkan kekuasaan Partai di mana-mana, yang memang sudah berkuasa sejak 1949. RRT tak kenal oposisi. RRT tak kenal pers bebas atau kemerdekaan mimbar dalam arti sebenarnya. RRT begitu stabil, selain sunyi. Justru di situlah kemudian letak bahaya. Orang-orang Partai sangat berkuasa. Ketika Mao sendiri, sebagai Ketua Partai, ingin membersihkan Partai dari anasir yang dianggapnya menyeleweng, ia tak bisa berbuat banyak. Bahkan usahanya buat mempergunakan media massa yang dimiliki Partai dihambat. Orang orang Partai telah mengalami proses "birokratisasi". Mereka kehilangan dorongan serta kecekatan untuk mengadakan kontrol yang efektif kepada tubuh sendiri. Mereka sibuk menjaga stabilitas, ketertiban, kelangsungan mesin pemerintahan dan produksi. Maka Mao pun mulai merasakan: partai para pejuang revolusi yang dulu dibangunnya itu ternyata telah mandeg. Mungkin juga korup. Terlampau berkuasa. Tapi siapa yang bisa mengoreksi? Tiba-tiba Mao menempuh jalan yang aneh buat seorang Marxis-Leninis: ia mengerahkan para pemuda yang menyebut diri "Pengawal Merah", yang muak melihat penguasa yang ada. Mao menggerakkan suatu oposisi. Juga sejenis "pers bebas". Poster-poster di tembok dengan huruf-huruf besar itu melantunkan kemerdekaan yang tak tersangka-sangka di negeri kediktaturan itu. Itulah "Revolusi Kebudayaan" yang dalam buku The Long Revolution Edgar Snow disebut sebagai "perang saudara tanpa bedil". Kampanye hari-hari ini untuk menyingkirkan Teng Hsiao-ping, seorang Wakil Perdana Menteri, merupakan manifestasi yang lebih tenang dari "perang" itu. "Stabilitas dan persatuan", kata Mao menurut Harian Rakyat akhir Pebruari, "tak berarti pembungkaman perjuangan klas". Itu berarti: stabilitas dan persatuan tak seharusnya meniadakan tindakan pembersihan, juga di kalangan atas. Untuk itu huru-hara tak selalu perlu, tapi para administrator saja tidak cukup. Seluruh bangsa perlu ikut belajar membersihkan diri atau rusak oleh noda. Bukankah pembersihan diri juga suatu ritus yang penting?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus