Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Laode Muhammad Syarif, menyatakan korupsi telah menyebabkan proyek kartu tanda penduduk elektronik di Kementerian Dalam Negeri gagal total dari rencana awal. Dana senilai Rp 5,9 triliun yang semestinya ditujukan untuk membiayai proyek itu sebagian menjadi bancakan antara eksekutif, legislatif, dan pihak swasta. Dia menilai ada proses yang sistematis dan melibatkan banyak orang penting dalam kasus korupsi tersebut. "Begitu tingginya mark-up, sehingga banyak dibagi ke mana-mana," ujar dia kepada Tempo, Kamis pekan lalu.
Berdasarkan hitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 2,3 triliun. KPK menduga korupsi terjadi dari proses penggelembungan nilai proyek yang kemudian dibagi-bagi ke sejumlah pejabat di Kementerian Dalam Negeri, perusahaan anggota konsorsium pemenang proyek, perusahaan subkontrak, serta mantan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Kepada Tempo, seorang saksi kasus ini mengaku telah membeberkan kepada penyidik KPK tentang setoran dana kepada DPR dan petinggi Kementerian Dalam Negeri. Sumber dana disisihkan oleh konsorsium pemenang proyek dari dana anggaran pelaksanaan pekerjaan yang dibayarkan bertahap oleh pejabat pembuat komitmen di Kementerian Dalam Negeri. "Merah, kuning, hijau, biru, dapat semua," kata dia, menggambarkan suap diterima oleh kader semua partai di Komisi II (Bidang Pemerintahan) DPR.
Penyidik KPK telah memeriksa 283 orang, termasuk sejumlah mantan dan anggota DPR, petinggi Kementerian Dalam Negeri, hingga pejabat swasta anggota konsorsium. Kendati demikian, hingga kini KPK baru menetapkan dua orang tersangka, yakni mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kementerian Dalam Negeri sekaligus pejabat pembuat komitmen, Sugiharto, dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Irman. Keduanya akan menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan, pertengahan Maret mendatang.
Menurut Laode, korupsi ini menyebabkan pendataan penduduk dengan sistem single identity number tidak bisa dipenuhi. Persoalan muncul di berbagai lini, dari bahan baku, proses perekaman, sistem penyimpanan data, hingga teknologi kartu yang tidak sesuai dengan rencana awal. Pemerintah juga tersandera oleh kesepakatan proyek yang meletakkan kunci atau password seluruh data perekaman masyarakat ke perusahaan asing.
Kuasa hukum Irman dan Sugiharto, Soesilo Ariwibowo, mengatakan kedua kliennya siap buka-bukaan dalam persidangan. "Sejauh yang diketahui keduanya," ujar Soesilo saat dihubungi Tempo, kemarin.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo masih yakin bisa menuntaskan proyek e-KTP. Saat ini, pemerintah sudah merekam data sekitar 183 juta penduduk atau 96 persen dari target. Sisanya, sekitar 6 juta orang, akan diselesaikan pertengahan tahun ini. "Dirjen Dukcapil akan melakukan tender akhir Februari. Semoga lancar dan bisa selesai," kata Tjahjo. HUSSEIN ABRI
Rencana Vs Fakta
Salah satu bukti adanya penggelembungan nilai proyek kartu tanda penduduk elektronik adalah perbedaan spesifikasi. Komisi Pemberantasan Korupsi menilai harga teknologi, alat, dan bahan baku jauh lebih rendah dari rencana. Akibatnya, realisasi e-KTP jauh di bawah rencana.
Rencana:
1.Perekaman data berdasarkan teknologi iris (mata).
2.Bahan polyvinyl chloride yang kuat dan tidak mudah rusak.
3.Cip sesuai dengan standar internasional NISTIR 7123, Machine Readable Travel Documents ICAO 9303, dan EU Passport Specification 2006.
4.Fungsi single identity number yang terintegrasi dengan seluruh sistem pelayanan publik.
5.Proyek ditargetkan selesai pada 2012.
Fakta:
1.Perekaman data ada yang berdasarkan teknologi finger (sidik jari).
2.Bahan polyethylene terephthalate glycol yang mudah rusak, patah, dan terkelupas.
3.Cip tak pernah berfungsi dan digunakan.
4.Pembuatan paspor, surat izin mengemudi, simpanan bank, dan lainnya tak terintegrasi dengan e-KTP.
5.Hingga sekarang tidak kunjung rampung
FRANSISCO ROSARIANS | AGUNGS
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo