PERNAH orang mengharapkan, abad ke-21 adalah abad sebuah duni yang kian menyatu. Bata negara akan melunak, bangsa yang satu lebih mendekat bangsa yang lain. Tapi di Sri Lanka, yang terjadi justru yang sebaliknya. Gerakan separatis Tamil muncul. Seperti geraka separatis di Spanyol, di Irlandia, di Filipina, mereka tampaknya merupakan nemesis dari kemajuan perhubungan antarbangsa zaman ini: semakin dekat persintuhan itu, tampaknya semakin ingin tiap kaum menunjukkan dirinya. Lalu lahirlah tuntutan untuk terpisah dari tetangga terdekat. Pernyataannya bisa keras. Di Sri Lanka, kaum separatis Tamil, meskipun jumlahnya kecil, begitu beringasnya, hingga pemerintah Sri Lanka tak berdaya. Pemerintah di Colombo itu pun minta bantuan India. Maka, India mengirimkan pasukan. Maksudnya untuk mendamaikan orang Tamil dan orang Sinhala, yang bunuh-membunuh dengan senjata dan mesiu. Tugas itu tak mudah. Orang Sinhala tak senang. Mereka menuduh pasukan India akan lebih memihak kaum Tamil -- mengingat bangsa Tamil secara ras dan kebudayaan punya akar di India. Protes pun dilontarkan kepada keputusan Presiden Jayewardene, yang telah minta bantuan ke pemerintahan Rajiv Gandhi. Tentara yang dikirim Gandhi ternyata kemudian juga menghadapi pihak yang lain: dari satu kelompok gerilyawan Tamil yang menyebut diri "Macan". Kelompok ini dipimpin Velupillai Prabakaran, seorang yang berumur 32 tahun. Mereka bukan saja mengingkari perjanjian, tapi juga mulai membantai kelompok lain. Akhirnya tentara perdamaian India pun jadi tentara perang, maju dengan darah dan besi. Pekan lalu, dalam mencoba menduduki basis terkuat gerilyawan Macan di Kota Jaffna, India mengerahkan tentaranya sampai sejumlah sekitar 11 ribu orang. Jumlah gerilyawan yang dihadapi konon cuma 2.000. Tapi betapa alotnya. Dan betapa banyak korban yang jatuh. Diperkirakan, sebagian besar penduduk Jaffna yang bersuku Tamil (sekitar 150.000) mengungsi. Sebuah bis yang membawa mereka umumnya mahasiswa -- tiba-tiba diledakkan oleh gerilyawan Macan, ketika merangkak menuju ke Kota Kalkudah. Di samping itu, sekitar 300 penduduk sipil mati oleh serbuan mortir India. Konon, sekitar 600 orang gerilyawan Macan tewas (jumlah ini belum bisa dipastikan) dan sekitar 200 prajurit India roboh. Orang Tamil, oleh para opsir British Indian Army, pernah dianggap sebagai bangsa tanpa jiwa perang. Kini siapa bisa bilang?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini