DENGAN diresmikannya Dumai sebagai kota administratif 11 Juli
lalu, jumlah kota Administratif menjadi 11. Tapi sementara
jumlah tadi bertambah, kota administratif lain yang diresmikan
sebelumnya ternyata merangkak-rangkak. Sebab berbagai persoalan
rupanya tak cepat bisa diselesaikan.
Kota administratif berada di bawah pemerintah kabupaten.
Kotamadya di bawah propinsi. Adapun kabupaten statusnya
setingkat dengan kotamadya: daerah tingkat dua.
Kota administratif pertama yang diresmikan Menteri Dalam Negeri
adalah Bitung. Luas kota ini 29 ribu hektar. Jumlah penduduk 76
ribu jiwa. Melihat posisinya sebagai pintu gerbang laut Propinsi
Sulawesi Utara kota ini bisa berkembang. Maklum Sulawesi Utara
dikenal kaya cengkeh dan kopra. Tapi kenyataannya dapat terlihat
di sekitar pelabuhan: gubuk nelayan berbaur dengan tangki minyak
Pertamina. Paling tidak itu yang antara lain dibilang ruwet oleh
drs KL Senduk yang menggantikan Walikota WA Worang Mei tahun
ini.
Apa penyebabnya? Sebagai Walikota baru ketika itu tentu saja
Senduk tak bisa bilang apa-apa. Hanya ketika ia tahu pejabat
yang digantikannya belum menyiapkan rencana induk segera ia
bilang soal itu memang perlu didahulukan.
Namun lain Bitung lain pula Palu. Ibukota Sulawesi Tengah ini,
sebelum diresmikan menjadi kota administratif 27 September tahun
lalu, merupakan satu di antara sejumlah kecamatan di Kabupaten
Donggala. Menurut rencana, setelah menjadi kota administratif
akan terdiri dari dua kecamatan. Dengan satu kecamatan tambahan
di bagian timur kota yang terpisah sungai Palu. Kini wilayah
untuk kecamatan itu sudah ada. Namun orang yang duduk di kursi
camat belum lagi muncul, meskipun usianya sudah hampir setahun.
Cimahi
Tak heran sampai pertengahan Juli ini belum satu pun proyek
pembangunan dikerjakan di Palu. Termasuk proyek Inpres atau
Banpres yang seperti dikatakan drs Syahbuddin Labadjo, Kepala
Sub Direktorat Pembangunan Kabupaten Donggala biasanya lancar.
Tak heran pula wakil ketua DPRD Kabupaten Donggala M. Ali Ismail
mengatakan kepada TEMPO, "arti kota administratif ini belum
terasa bagi masyarakat kotanya sendiri."
Tak kurang menarik cerita kota administratif lain, Kendari. Kota
administratif yang peresmiannya dilakukan Mendagri dua hari
setelah Palu ini mengeluh karena sulit mendapatkan subsidi dari
pemerintah atasan. Malah pernah disebut-sebut PP No 19/1978
tentang pembentukan kota administratif Kendari sebagai tidak
dilaksanakan sepenuhnya oleh Bupati Kendari Andrey Djufri SH.
Itu sehubungan dengan keluarnya satu SK Bupati 22 Januari 1979.
Isinya: pendapatan daerah di wilayah Kota Administratif Kendari
dibagi masing-masing 50% dengan pemerintah kabupaten.
Bagaimana dengan cerita kota administratif lain di Pulau Jawa?
Satu di antaranya Cimahi, Jawa Barat.
Diresmikan sebagai kota administratif 29 Januari 1976 Cimahi
lebih besar dibanding kota administratif lainnya. Bayangkan jika
penduduk Dumai 60-an ribu atau Bitung 70-an ribu jiwa, penduduk
kota ini sekitar 200 ribu dengan luas wilayah 41 KmÿFD. Ditambah
dengan adanya berbagai instansi militer, tak kecuali tingkat
pusat seperti Kobangdiklat (Komando Pengembangan Pendidikan dan
Latihan) TNI-AD dan Pusat Pendidikan Polisi Militer (Pusdikpom)
ABRI, kondisi kota Cimahi buat berkembang memang besar.
Tapi di luar itu semua kota administratif lain pun tentu tak
boleh kecil hati. Alasan ditetapkannya Dumai sebagai kota
administratif pertama di Sumatera misalnya, menurut Menteri
Dalam Negeri Amirmachmud karena perkembangannya pesat. Coba
saja, sebelum mencapai angka persisnya 67.282 jiwa (sekarang)
penduduk Dumai pada 1965 hanya sekitar 13 ribu jiwa saja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini