Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kotamaksum Hari Ini.

Tiga diantara 5 pembajak pesawat garuda dc-9 woyla berasal dari kotamaksum. pernah tersohor sebagai kawasan rawan. tahun 1980 ditetapkan sebagai proyek percontohan dari program perbaikan kampung. (kt)

2 Mei 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KOTAMAKSUM bukan semata-mata daerah slum yang suram. Kampung tertua di tengah Kodya Medan itu juga terkenal sebagai sarang bandit. Tapi itu saja rupanya belum cukup. Sebab karena ulah tiga pembajak Garuda DC-9 Woyla baru-baru ini, secara tak langsung telah menobatkan Kotamaksum sebagai kampung pembajak. Tiga dari lima pembajak Woyla memang berasal dari Kotamaksum, yaitu Zulfikar, Wemdy dan Abu Sofyan. Juga Imran, yang gencar dituding sebagai otak pembajakan, melewatkan masa remajanya di sana. Sementara itu dalam arsip polis dan Laksusda tercatat banyak nama penjahat yang bermukim, sekaligus beroperasi di Kotamaksum, antara lain Usman Botak dan Buyek. Menjelang akhir tahun 1980, Laksusda Sum-Ut menggasak mereka dan sejak itu angka-angka kriminalitas turun secara menyolok. Sarang penodongan di Jalan Sutrisno misalnya, kini sudah tidak begitu angker lagi. Penduduk pun sudah berani pulang ke rumah sekitar tengah malam. "Kalau pun ada penodongan satu dua di sini, itu bukan dilakukan anak-anak Kotamaksum, tapi bandit-bandit dari luar," ujar Bambang Irsyad SH, Direktur Perguruan Widyasana yang tinggal di Jalan Rahmatsyah di bilangan Kotamaksum. "Kalau dulu, sehabis magrib lewat di sini, saya ngeri," ia menambahkan. Pendatang Tapi sejak peristiwa pembajakan pesawat Garuda baru-baru ini, Kotamaksum masih belum lepas dari intaian petugas-petugas keamanan. Sebab diduga, masih ada penjahat yang bersembunyi di kawasan ini. Jika dibandingkan wilayah lain, apalagi Medan Baru, Kotamaksum tak ubahnya seperti bagian bopeng dari seraut wajah yang mulus. Dalam masa duapuluh tahun terakhir, sementara wilayah Medan yang lain bersolek, Kotamaksum di Kecamatan Medan Kota itu, sebaliknya menjadi daerah slum, bobrok dan rawan. Barulah pada Januari 1980, Kotamaksum ditetapkan sebagai proyek percontohan dari Program Perbaikan Kampung yang biayanya sebagian besar disediakan oleh Bank Dunia. Untuk survei dan perencanaan proyek, Pemerintah Pusat telah menyetujui dana sebesar US$ 1.260.00 ditambah Rp 400 juta dari dana daerah -- dari biaya keseluruhan yang berjumlah Rp 15 milyar. Dari luas 131 hektar, hampir 90% dikategorikan sebagai daerah slum. Di sini rumah-rumah penduduk berdiri sangat tak teratur. Kawasan Kotamaksum seluas 131 hektar itu, terbagi atas Kotamaksum I (39 hektar), Koumaksum II (61 hektar) dan Kotamaksum III (31 hektar). Karena ada perbaikan kampung Kotamaksum II daerah asal Zulfikar dan Abu Sofyan yang dulu merupakan tempat pelarian dan sarang penjahat, sekarang tampak berwajah lumayan. Ini menurut penilaian lurahnya sendiri, Abdul Rahman Harahap, 51 tahun, yang berkantor di Jalan Cemara. Di kampung ini terdapat 3959 rumah dengan perincian 1600 rumah darurat 1029 rumah setengah tembok, 1020 rumah kayu, dan 310 rumah tembok. "Penduduk di kelurahan saya umumnya miskin," ujar Harahap kepada Monaris Simangunsong dari TEMPO. "Walau perbaikannya baru tingkat selokan dan jalan setapak, kampung ini mulai teratur. Hanya kalau disiram hujan agak lebat, banjir tak dapat dielakkan lagi. Parit besar sebagai tempat pelimpahan air masih sering tumpat." Hal yang. sama ditemukan pula di Kotamaksum 1. Menyrut pengamatan Bambang Irsyad SH, "parit besar di situ sudah setahun tak dibersihkan lumpur di dalamnya sudah setinggi satu meter." Kotamaksum I, daerah asal Wemdy dan lmran itu, dihuni 2000 keluarga, terdiri dari mayoritas Minang. Tapi menurut lurahnya, Syamsuddin, 61 tahun, di wilayahnya "sedikit tokoh politik". Sebaliknya, kegiatan pengajian berjalan lancar di sini. Keamanan juga sudah pulih, terutama sesudah Laksusda membabat para penjahat. Seorang pejabat Pemda Kodya Medan mengeluh, bahwa penduduk Kotamaksum I, II, dinilai sulit diatur. "Apalagi sebelum adanya proyek KIP, kepala desa hampir tidak berkutik dan tidak dapat berbuat apa-apa." kata pejabat tadi. Dan ketika perbaikan kampung dilaksanakan, ada pemborong yang mengeluh kepada walikota, karena bahan bangunan seperti semen, pasir, batubata, selalu hilang. Kalau petugas keamanan protes, mereka diancam pemuda-pemuda berandalan di sana. Hanya Kotamaksum III boleh dibilang lumayan, bahkan sulit untuk digolongkan sebagai slum. Daerahnya tampak lebih bersih, dengan penduduk yang berpenghasilan menengah ke atas. Rumah-rumah juga tidak terlalu padat. Sejak sebelum kemerdekaan, kawasan ini dikuasai keluarga Sultan Deli, tapi sekarang di situ nampak berdiri apotek, rumah sakit, pertokoan, stasiun bis, bahkan hotel pun ada. Sampah-sampah pun tak banyak terlihat di sini. Pemuda berandalan, pemuda yang menganggur, morfinis, atau bandit kampung, merupakan gejala kehidupan kota, yang tidak mungkin teratasi semata-mata dengan proyek perbaikan kampung. Benar bahwa akhir-akhir ini angka kejahatan menurun sampai 80%, dan "bandit-bandit sudah dilumpuhkan oleh Pak Sanif, Pangdam Bukit Barisan," seperti dituturkan Haji Ruslan Samad bendahara LKMD Kotamaksum III. Tapi itu semua belum tentu merupakan jaminan, bahwa Kotamaksum berhenti memproduksi "anak-anak berandal", di masa mendatang. Lebih-lebih bila tidak disediakan sarana untuk menyalurkan mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus