Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Patas Masih Terbatas

Beroperasinya bis patas (ppd) di jakarta, melayani trayek kebayoran baru-kota. tidak perlu mandi keringat. bis patas cukup nyaman. sedang dipikirkan rute yang lain. (eb)

2 Mei 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TANPA harus berdesak-desakan dan bergantung di tangga, warga Jakarta sekarang mulai dapat mengenyam bis kota dengan nyaman. Bahkan dengan tidak terlalu sering berkipas-kipas, mereka yang memakai dasi pun akan merasa santai berada di atas angkutan kota yang baru ini. Itulah bis Patas -- cepat dan terbatas - yang mulai meluncur ke jalan raya Jakarta Sabtu lalu setelah tertunda-tunda hampir sebulan dari rencana semula. Sesuai dengan namanya, bis PPD ini hanya akan mengangkut penumpang sejumlah tempat duduk yang ada, yaitu 50 buah. Sepuluh buah bis Patas yang telah beroperasi, tak banyak berbeda dengan bis-bis kota umumnya. Kecuali: sekali naik Rp 150 per penumpang dan hanya untuk trayek Kebayoran Baru - Kota puang pergi. "Bis ini terutama untuk menampung masyarakat golongan menengah dari sudut penghasilan dan untuk yang rasional dari sudut pendidikan," kata Dirut PPD, R. Soekresno Hardjopranoto. Berangkat dari samping bioskop New Garden Hall Kebayoran Baru dan berhenti di depan BNI '46 Kota, pada hari-hari permulaan bis Patas masih sepi penumpang. Bahkan tempat duduk yang terisi belum mencapai sepertiga. Namun itu tak berarti di kemudian hari kendaraan ini tak akan menarik bagi para penumpang. Sebab Dirjen Perhubungan Darat dan Gubernur DKI, sebagai pemrakarsa bis Patas, jauh sebelumnya telah membuat berbagai persiapan. Misalnya, bis ini diperkenankan melalui jalur cepat dan tidak berhenti di satu halte pun kecuali di depan Bank Exim dan di muka BNI '46 (Jakarta Kota) untuk kembali lagi ke Kebayoran Baru. Suasana di dalam bis Patas memang diakui nyaman dan aman oleh beberapa penumpang. Heri, 22 tahun, pedagang kelontong di Melawai, Kebayoran Baru, misalnya. "Naik bis Patas aman dan pasti dapat tempat duduk," katanya. Seminggu sekali ia harus berbelanja di Pasar Pagi, Jakarta Kota, kini ia enggan naik bis kota lainnya, "karena harus berdesak-desak dan takut copet." Pendapat serupa juga diungkapkan Nyonya Sukarno, petugas rontgen di Lembaga Kesehatan Candranaya yang berkantor di Jalan Gajah Mada. "Tapi saya akan lebih senang kalau bis ini berhenti di Jalan Gajah Mada," kata nyonya itu "apalagi karena penumpang banyak turun di Glodok untuk berbelanja." 10 Menit Seperti halnya beberapa penumpangyang lain, Ny. Sukarno pun berpendapat, sebaiknya bis Patas berhenti di beberapa halte, di depan Sarinah dan Duta Merlin, misalnya. "Begitu lebih baik dari pada bis dibiarkan kosong seperti sekarang. Kalau kosong seperti ini bis justru menjadi tidak efisien," katanya. Drs. Sukirman, 37 tahun, yang sedang menjalani job-training di BNI '46 Kota, sependapat dengan Ny. Sukarno tentang halte itu. "Asalkan tidak untuk menunggu penumpang," tambahnya. Dia tidak menyembunyikan rasa senangnya, karena bis Patas memungkinkan tiap penumpang "menghemat waktu, menghemat uang, dapat tempat duduk dan baju tidak kotor." Waktu menunggu di pangkalan dibatasi 10 menit, lewat dari itu bis sudah harus jalan. Akan hal berhenti di depan Sarinah atau Duta Merlin, Soekresno agaknya masih mempertimbangkan. "Baik juga dipikirkan terminal antara, tapi hanya untuk menurunkan penumpang saja," ujarnya hati-hati. Mengapa? "Jika untuk menaikkan penumpang juga, sulit mengontrolnya -- dan nanti apa bedanya dengan bis biasa?" Sebab menurut Dirut PPD itu, kelebihan Patas justru karena hanya menaikkan dan menurunkan penumpang di terminal, bukan di halte, sehingga suasana tertib aman bisa diciptakan. Dia khawatir, kalau-kalau penjaja koran dan penganan ikut naik sehingga kenikmatan penumpang bisa terganggu. Tapi Soekresno mendukung usul beberapa penumpang agar trayek Patas diperluas, jadi tidak terbatas hanya melayani trayek Kebayoran Baru - Kota seperti sekarang. "PN PPD sudah memikirkannya," ujar Soekresno "terutama bagaimana menghubungkan daerah pemukiman dengan tempat perkantoran. Misalnya Cililitan - Kota lewat Salemba. Atau Cililitan - Tg. Priok." Yang pasti tambah Soekresno, bis Patas punya prospek baik. Keluhan Sopir Prospek baik ini agaknya tidak sampai dirasakan oleh Suwito (nama samaran), seorang pengemudi bis kota Patas. "Kalau saya boleh memilih," katanya "lebih baik saya jadi sopir bis kota biasa." Karena, tambah Suwito, status pengemudi Patas telah menyebabkan ia kehilangan penghasilan tambahan. Mengapa? "Untuk trayek biasa, ada target yang harus dicapai yaitu 450 karcis sehari. Kalau ada kelebihan target, semuanya menjadi milik awak bis," tuturnya pula. Dari kelebihan ini sopir rata-rata tiap hari memperoleh Rp 3.000 dan kondektur Rp 2.000. Dengan demikian ia bisa membawa pulang Rp 75.000 di samping gaji yang Rp 50.000 dan uang TKO (tunjangan kerja operasional) Rp 25.000 sebulan. Dan ini masih ditambah beras 50 kg beras, jatah suami istri dan 3 anak. Ahmad (juga nama samaran), seorang kondektur Patas, juga mengatakan bahwa penghasilannya berkurang. "Tapi mau apa, ini kan perintah," katanya pasrah. Dirut PPD Soekresno membantah keterangan dua karyawannya tentang kelebihan target. "Tidak ada sistem target di PPD," ucapnya mantap. Lalu apa maksudnya 450 karcis itu? "Yang ada perhitungan. Pada rute tertentu menurut perhitungan, mesti habis 450 karcis" Soekresno menjelaskan. "Tapi kan tidak sama untuk semua trayek, karena ada trayek yang banyak penumpang, ada yang kurang banyak. Jadi tidak benar ada sistem target." Bagaimana dengan keluhan sopir dan kondektur? "Menurut saya penghasilan mereka cukup, jika dibanding pendidikan mereka yang umumnya hanya lulusan SD," jawab Soekresno singkat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus