Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEHARI setelah beredar surat pemberitahuan dimulainya penyidikan korupsi kartu tanda penduduk elektronik untuk Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto, polisi bergerak sangat cepat. Mereka juga menerbitkan surat penyidikan untuk dua pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi, Agus Rahardjo dan Saut Situmorang, pada 7 November lalu. Surat KPK untuk Setya ditandatangani Direktur Penyidikan Brigadir Jenderal Aris Budiman pada 31 Oktober 2017. Surat dikirim tiga hari kemudian dan beredar di publik melalui grup WhatsApp pada Senin pekan lalu. Isi surat itu memanggil Setya bersaksi untuk tersangka dia sendiri. Polisi menetapkan Agus dan Saut juga sebagai terlapor untuk laporan Sandy Kurniawan, pengacara Setya, pertengahan Oktober lalu.
Adu kuat dua penegak hukum kentara dalam pertentangan ini. Polisi seperti mengabaikan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 25:
"Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan kasus korupsi didahulukan dari perkara lain."
n Serangan Balik
n Pegiat LSM Gerakan Penyelamat Harta Negara, Madun Hariyadi, melaporkan Ketua KPK Agus Rahardjo atas dugaan korupsi pengadaan sarana dan prasarana gedung baru KPK tahun 2016.
Fredrich Yunadi, pengacara Setya Novanto, pernah menjadi pembela Madun saat dia dilaporkan dengan tuduhan pemerasan mengatasnamakan KPK pada 2014.
"Status masih penyelidikan."
-Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto di Kompleks Parlemen, Senayan, pada 12 Oktober lalu
n Sandy Kurniawan melaporkan dua pemimpin KPK, Agus Rahardjo dan Saut Situmorang, serta 24 penyidik atas dugaan pembuatan dan penggunaan surat palsu serta penyalahgunaan wewenang. Dasar laporannya adalah putusan praperadilan yang menyatakan status tersangka untuk Setya tidak sah.
Sandy merupakan anggota tim kuasa hukum Setya Novanto.
Dokumen yang dianggap bermasalah:
- Surat pencegahan ke luar negeri pada 10 April 2017
- Surat perintah penyidikan pada 17 Juli 2017
- Surat perintah penyitaan dan penggeledahan
- Surat pencegahan ke luar negeri pada 2 Oktober 2017
Sangkaan:
Pasal 263 juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu dan Pasal 421 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Barang bukti:
Dokumen penyelidikan dan penyidikan kasus korupsi e-KTP sebanyak 680 berkas.
"Kami percaya polisi akan profesional dan memiliki komitmen pemberantasan korupsi yang kuat, termasuk dukungan operasional ke KPK."
-Ketua KPK Agus Rahardjo
"Kemudian orang berpikiran, ’Oh, ternyata gampang KPK itu mundur kalau ditakut-takuti.’ Ya, masak takut sih? Ya, tidak dong."
-Wakil Ketua KPK Saut Situmorang
- Dokumen Biro Penyelidik Federal (FBI) Amerika Serikat menyebutkan Johannes Marliem pernah menemui Setya, Andi Narogong, dan seseorang bernama Oka. Setya diduga meminta diskon pembuatan e-KTP untuk 172 juta penduduk Indonesia.
- Ketua Komisi Pemerintahan DPR dari Golkar, Agun Gunandjar, mengaku pernah melihat Andi Agustinus di ruangan Setya saat menjadi Ketua Fraksi Golkar 2009-2014.
- Mantan Sekretaris Kementerian Dalam Negeri, Diah Anggraini, serta terpidana korupsi e-KTP, Irman dan Sugiharto, mengatakan Setya menghadiri pertemuan di Hotel Gran Melia pada 2010 membahas proyek e-KTP.
• Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos, saat diperiksa penyidik mengatakan Setya dan Andi Narogong terlibat dalam pengaturan proyek e-KTP.
• Dokumen pengadilan Distrik Minnesota, Amerika Serikat, menyebutkan Johannes Marliem, melalui Andi Narogong, diduga memberi Setya sebuah arloji Richard Mille seharga Rp 1,82 miliar.
- Setengah kepemilikan saham PT Mondialindo dikuasai istri Setya Novanto, Deisti Astriani Tagor. Anak Setya, Reza Herwindo, memiliki 30 persen saham. Anak perempuan Setya, Dwina Michaela, pernah menjadi komisaris PT Murakabi.
"Saya tidak tahu."
-Setya Novanto
- Menjadi komisaris PT Mondialindo Graha Perdana, pemilik 42 persen saham PT Murakabi Sejahtera, penggarap proyek e-KTP.
"Saya menjadi komisaris pada 2000-2002."
-Setya Novanto, Jumat dua pekan lalu
- Jejak Setya dalam Korupsi e-KTP
- Rekaman pembicaraan Direktur Biomorf Lone LLC, Johannes Marliem, dengan Direktur Utama PT Quadra Solution, Anang Sugiana Sudihardjo.
"Jatahnya Asiong di tempat gue, itu kan dikasih ke si S."
-Anang Sugiana.
Menurut Anang di pengadilan korupsi, Asiong adalah Andi Narogong, sedangkan S adalah Setya Novanto.
"Kami serahkan semua itu kepada mekanisme hukum yang ada."
-Setya Novanto
"Adanya trik-trik dan pertanyaan membangun opini seolah-olah Setya, istri, dan putranya mengetahui dan ikut serta dalam tender e-KTP."
-Fredrich Yunadi, pengacara Setya Novanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo