Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Modal Jeli Saling Mengunci

Setya Novanto melakukan banyak cara agar lolos dari jerat KPK. Menyiapkan gugatan praperadilan kedua.

12 November 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Modal Jeli Saling Mengunci

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

URUSAN surat bocor bisa berdampak pada sengketa hukum dalam perkara Setya Novanto. Fredrich Yunadi, pengacara Ketua Dewan Perwakilan Rakyat ini, mengaku kesal ketika mengetahui surat pemberitahuan dimulainya penyidikan perkara korupsi kartu tanda penduduk elektronik menyebar di sejumlah grup WhatsApp wartawan pada Senin pekan lalu.

Surat untuk Setya Novanto tertanggal 3 November 2017 yang ditandatangani Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi Aris Budiman itu sekaligus mengabarkan bahwa Setya dijadikan tersangka korupsi KTP elektronik. "Kalau memang surat itu asli, mengapa KPK tak mengakuinya saja?" kata Fredrich pada Jumat pekan lalu.

Komisi antikorupsi telah mengumumkan status baru Setya sebagai tersangka korupsi e-KTP. Namun KPK membantah membocorkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan terhadap Setya tersebut. "Sumber surat itu dari mana, kami tak bisa menyampaikan," ujar juru bicara KPK, Febri Diansyah.

Fredrich, sebagai pengacara Setya, mengaku tak pernah menerima surat pemberitahuan itu. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang membantahnya dengan mengatakan KPK telah mengirim surat itu ke alamat Setya di Jalan Wijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Seorang pejabat di KPK memastikan peredaran surat itu tidak berasal dari lembaganya. Soalnya, dari foto yang beredar, surat itu sudah terlipat bekas dimasukkan ke amplop. Artinya, surat tersebut sudah terkirim dari KPK ke alamat penerima.

Surat itu menyebutkan Setya diduga melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, pengusaha Andi Agustinus, dan bekas pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman.

Anang telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan pada Kamis pekan lalu. Sedangkan Andi Agustinus masih menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Irman telah divonis bersalah dengan hukuman tujuh tahun penjara.

Bagi Fredrich, pengakuan KPK atas peredaran surat itu penting untuk mengunci prosedur penerbitan surat penyidikan. Ia berencana menggugat surat penetapan tersangka kedua ini ke pengadilan praperadilan. Sebab, menurut dia, penetapan tersangka di awal penyidikan tidak sah, seperti penilaian hakim Cepi Iskandar.

Hakim Cepi menjadi pengadil gugatan praperadilan Setya Novanto pada 29 September lalu. Ia menilai penetapan tersangka Setya pada awal penyidikan membuat penetapan itu melanggar hukum acara pidana. Dengan celah ini, Fredrich berencana menggugat kembali penetapan tersebut dengan dalih yang sama.

Surat tertanggal 3 November 2017 itu dengan jelas menyebut Setya sebagai tersangka. Artinya, kata Fredrich, penetapan itu mengulang penetapan pertama karena Setya belum sekali pun datang bersaksi ke KPK untuk diklarifikasi tentang bukti-bukti yang dikumpulkan penyidik.

Bukti-bukti itu telah benderang, sesungguhnya. Dalam persidangan Andi Agustinus pada Jumat dua pekan lalu, jaksa KPK mengungkap peran keluarga Setya di sejumlah perusahaan yang terkait dengan tender proyek e-KTP. Istri Setya, Deisti Astriani Tagor, dan anaknya, Reza Herwindo, menguasai masing-masing 50 persen dan 30 persen saham PT Mondialindo Graha Perdana. Mondialindo menguasai 42,5 persen saham PT Murakabi Sejahtera, salah satu penggarap proyek e-KTP.

Jejak keterlibatan Setya juga muncul dalam sidang pada Jumat pekan lalu. Rekan Setya, eks bos PT Gunung Agung, Made Oka Masagung, pernah menerima US$ 3,8 juta dari PT Quadra Solution dan PT Biomorf Lone Indonesia. Direktur PT Quadra, Anang Sugiana, mengatakan duit ini digunakan untuk membeli perusahaan Neuraltus di Delaware, San Bruno, kawasan bebas pajak di Amerika Serikat.

Fredrich berkukuh putusan praperadilan telah menggugurkan segala kesalahan Setya. Menurut dia, KPK tak memiliki alasan memulai penyidikan baru. Dia akan melaporkan komisioner ke polisi jika KPK menetapkan kliennya sebagai tersangka lagi. "Setya dikawal seratus orang setiap hari. Coba saja kalau KPK berani," ujarnya.

Jumat pekan lalu, pengacara Setya benar-benar melaporkan pimpinan dan penyidik KPK ke Bareskrim Polri atas penetapan kembali Setya sebagai tersangka. Mereka melaporkan Ketua KPK Agus Rahardjo dan wakilnya, Saut Situmorang. Dua terlapor lainnya adalah Direktur Penyidikan KPK Brigadir Jenderal Aris Budiman dan penyidik senior KPK, A. Damanik.

Pengacara Setya melaporkan keempatnya karena di antara mereka ada yang meneken surat penyidikan dan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan. Ada pula yang dilaporkan karena mengumumkan penetapan Setya sebagai tersangka. "Biar penyidik polisi yang mengembangkan," ujar Fredrich.

Selain mangkir saat dipanggil sebagai tersangka, berkali-kali Setya absen dari panggilan KPK sebagai saksi. Pada 30 Oktober lalu, ia tak datang untuk bersaksi bagi tersangka Anang Sugiana. Ia beralasan sibuk menemui konstituennya di Nusa Tenggara Timur.

Setya juga memakai kelembagaan DPR untuk menghindari pemeriksaan. Sekretaris Jenderal DPR Damayanti mengirim surat kepada KPK pada Selasa pekan lalu memberitahukan bahwa Setya tak hadir memenuhi panggilan KPK dengan alasan harus ada izin Presiden. Damayanti menyitir pelbagai undang-undang untuk menguatkan alasannya

Kepala Badan Keahlian DPR Johnson Rajagukguk mengakui diajak Setya membicarakan soal panggilan KPK itu. "Saya berdiskusi banyak hal dengan beliau," ujar Johnson. Namun dia tak bersedia menjelaskan lebih detail diskusinya dengan Setya.

Setya mendapat sokongan dari polisi. Sehari setelah surat penyidikannya beredar, polisi menerbitkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan dengan terlapor Agus Rahardjo dan Saut Situmorang. kasus ini dilaporkan Sandy Kurniawan, salah satu pengacara Setya. Surat perintah dimulainya penyidikan untuk keduanya ditandatangani Direktur Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI Brigadir Jenderal Herry Rudolf Nahak.

Tuduhannya terkesan mengada-ada. Agus dan Saut dituduh sewenang-wenang karena meminta Imigrasi mencegah Setya bepergian ke luar negeri. Surat permohonan pencegahan ditandatangani Saut dan dikirim ke Imigrasi pada 2 Oktober lalu. Keduanya dituduh melanggar Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu dan Pasal 421 KUHP.

Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian mengatakan sudah memanggil Herry Rudolf untuk menjelaskan perkara ini pada Kamis pekan lalu. Menurut Tito, sejauh ini Agus dan Saut masih berstatus terlapor, belum menjadi tersangka. Tito menuturkan ingin menjaga hubungan baik antara KPK dan kepolisian. Karena itulah, kata Tito, "Saya sampaikan ke penyidik untuk berhati-hati."

Presiden Joko Widodo juga turun gelanggang ikut berkomentar. Ia mengatakan hubungan KPK dengan kepolisian dalam keadaan baik. Dia juga meminta tidak ada kegaduhan di antara dua institusi penegak hukum tersebut. Soal laporan pengacara Setya, Jokowi meminta proses hukumnya tetap jalan. "Namun jangan sampai ada tindakan-tindakan yang tidak berdasarkan fakta dan bukti," ujar Jokowi di Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Jumat pekan lalu.

Setya Novanto tak berkomentar tentang tuduhan kedua ia ikut melakukan korupsi proyek e-KTP. "Serahkan saja kepada mekanisme hukum," katanya di Solo. Lima hari kemudian, ia masih tak mau berbicara, bahkan ketika disinggung soal keberimbangan berita. "Tidak berimbang juga tidak apa-apa," ujarnya kepada Gadi Makitan dari Tempo.

Wayan Agus Purnomo, Amirullah Suhada, Budiarti Utami Putri, Andita Rahma (Jakarta), Ahmad Rafiq (Surakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus