Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kejarlah Daku Kau Kugugat

Setya Novanto kembali menjadi tersangka korupsi proyek KTP elektronik. Bukti-bukti baru proses tersangka yang sama.

12 November 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kejarlah Daku Kau Kugugat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AKHIRNYA Komisi Pemberantasan Korupsi mengkonfirmasi kabar tentang penetapan tersangka untuk Setya Novanto. KPK kembali menetapkan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat ini sebagai tersangka korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik di Kementerian Dalam Negeri pada 2011 dengan nilai proyek Rp 5,9 triliun. "KPK menerbitkan surat perintah penyidikan pada 31 Oktober 2017 atas nama tersangka Setya Novanto," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang pada Jumat pekan lalu.

Dalam surat pemberitahuan dimulainya penyidikan untuk Setya Novanto yang beredar ke publik sejak Senin pekan lalu itu, tertulis bahwa KPK menduga Setya melakukan korupsi KTP elektronik bersama pejabat lain yang lebih dulu masuk bui dan pengadilan.

Butuh sebulan bagi KPK buat menimbang dan memutuskan menerbitkan surat tersangka untuk Setya setelah kalah di sidang praperadilan. Setya menggugat penetapan itu ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan mempersoalkan surat tersangka tersebut sebelum ia diperiksa. Hakim mengabulkannya pada 29 September lalu.

Hakim Cepi Iskandar menerima dalih Setya dengan anggapan bahwa penetapan tersangka seharusnya dibuat KPK di akhir masa penyidikan. Menurut Cepi, penetapan Setya sebagai tersangka sebelum memeriksanya, kendati ada bukti dan kesaksian dari para terdakwa tentang keterlibatannya dalam korupsi itu, menyalahi hukum acara pidana.

Poin lain yang menjadi pertimbangan Cepi adalah bukti yang sama dengan tersangka lain untuk Setya. Cepi tak setuju KPK memakai bukti yang sama dengan tersangka lain dalam perkara korupsi itu. Dua poin inilah yang kemudian dibahas pimpinan KPK dalam sebuah rapat tiga hari setelah putusan Cepi.

Para pemimpin dan penyidik KPK membahas kemungkinan menjerat kembali Setya dengan tuduhan yang sama. Menurut seorang penegak hukum di KPK, pimpinan dalam rapat saat itu belum satu suara soal bukti baru menjerat Setya. "Memang ada dua kubu yang menyikapi praperadilan," kata Ketua KPK Agus Rahardjo, Oktober lalu.

Menurut Agus, pada akhirnya pimpinan dan penyidik sepakat bahwa Setya bisa dijerat kembali memakai hasil penyelidikan Biro Penyelidik Federal (FBI) Amerika Serikat ketika memeriksa Johannes Marliem sebelum tewas. Ia adalah Direktur Biomorf Lone LLC, kontraktor penyedia server e-KTP, yang diperiksa FBI karena diduga memiliki aset hasil korupsi e-KTP.

Sebetulnya Mahkamah Konstitusi sudah membatalkan dalih kedua Cepi Iskandar. Hakim Mahkamah tak setuju terhadap pertimbangan Cepi yang tak menerima bukti yang sama untuk tersangka berbeda. Menurut Mahkamah, bukti yang sama bisa dipakai menjerat dua pelaku atau lebih dalam sebuah perkara korupsi. Namun KPK memilih mengikuti jalan pikiran Cepi karena tak ingin penetapan tersangka kedua untuk Setya itu kandas kembali jika digugat di praperadilan.

Di KPK, menetapkan tersangka di awal penyidikan merupakan proses yang lumrah. Dalih penetapan tersangka di akhir penyidikan itu semata-mata bersandar pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Sedangkan dalam Undang-Undang KPK, lembaga ini diizinkan meningkatkan status sebuah perkara dari penyelidikan ke penyidikan jika telah memiliki dua alat bukti sebuah tindak pidana.

Menurut juru bicara KPK, Febri Diansyah,lembaganya menetapkan seseorang sebagai tersangka begitu penyelidikan selesai dan penyidik menemukan dua bukti. Ketika bukti-bukti itu dibawa ke persidangan, hakim menerimanya dan memvonis para tersangka bersalah.

KPK lebih berfokus pada bukti baru. Penyidik telah mengantongi rekaman percakapan para pelaku proyek e-KTP, yang dibuat Johannes Marliem, saat mereka merencanakan korupsi. FBI menyita rekaman seberat 500 gigabita itu dan menyerahkannya kepada KPK. Sebelum tewas pada awal Agustus lalu, Marliem mengaku merekam percakapannya, antara lain, bersama Setya.

Satu potong bukti rekaman percakapan antara Marliem dan Anang Sugiana, Direktur Utama PT Quadra Solution, yang menjadi rekanan proyek ini, diputar dalam persidangan terdakwa Andi Narogong di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Jumat dua pekan lalu. Kepada Marliem, Anang mengaku pernah bertemu dengan Setya di Las Vegas. Keduanya menyebut Setya turut menikmati uang korupsi proyek itu.

KPK pun mantap membuka kembali penyelidikan untuk Setya pada 5 Oktober lalu. "Kami telah meminta keterangan sejumlah pihak dan mengumpulkan bukti-bukti yang relevan," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang. Dalam proses itu, kata Saut, penyidik dua kali memanggil Setya untuk mengkonfirmasi bukti-bukti baru tersebut. Namun Setya kembali mangkir dengan dalih sibuk sebagai Ketua DPR dan perlu izin Presiden untuk memeriksa anggota Dewan.

Untuk penyelidikan kembali ini, strategi KPK juga berubah buat menghindari gugatan praperadilan. Selain memiliki bukti baru dari pengakuan Marliem, KPK tak hanya menyebut Setya diduga melakukan korupsi bersama-sama dengan Andi Narogong, tapi juga dengan Anang Sugiana.

Dengan bukti-bukti baru yang dianggap cukup itu, KPK memutuskan Setya layak dijadikan tersangka kembali dalam rapat gelar perkara pada 26 Oktober 2017. Kali itu tak ada pemimpin KPK yang berbantah soal temuan baru tersebut. Mereka kompak bersetuju Setya kembali menjadi tersangka megakorupsi ini.

l l l

SESUNGGUHNYA kebulatan sikap para pemimpin dan penyidik KPK muncul setelah mereka bergerilya mencari dukungan politik ke mana-mana. Salah satunya ke Mahkamah Agung. Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif menemui Ketua Mahkamah, Hatta Ali, membahas penguatan hakim setelah Cepi Iskandar memenangkan gugatan Setya Novanto.

Resminya, pertemuan Laode dan Hatta membahas soal kerja sama penguatan hakim. Dalam percakapan keduanya, menurut seorang pejabat yang mengetahui pertemuan itu, Laode menanyakan pendapat Hatta tentang kemungkinan KPK menjerat kembali Setya. Hatta, kata pejabat ini, menyebutkan jerat baru bisa dibuat asalkan memakai bukti yang berbeda dengan penetapan tersangka yang pertama.

Hatta Ali tak menjawab ketika ditanyai soal pendapatnya itu. Ketua Kamar Pengawasan Mahkamah Agung, Sunarto, membenarkan adanya pertemuan 6 Oktober yang membahas penguatan hakim tersebut, tapi menolak menceritakan isi percakapan Laode dan Hatta. "Sebaiknya tanya saja ke KPK," ujarnya.

Selain ke Mahkamah Agung, pimpinan KPK menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla. Dua komisioner, kata seorang pejabat pemerintah, setidaknya bertemu dengan Kalla dua kali di rumah dinasnya. Para komisioner memberi tahu Kalla bahwa mereka akan menerbitkan surat perintah penyidikan kedua untuk Setya.

Juru bicara Wakil Presiden, Hussain Abdullah, tak bersedia berkomentar mengenai hal tersebut. Namun, dalam dua pekan terakhir, Kalla acap melontarkan pernyataan keras terhadap Setya dan mendukung KPK. Kalla, misalnya, menolak ide pembentukan Detasemen Khusus Antikorupsi oleh polisi atas usul DPR dengan biaya Rp 2 triliun.

Soal Setya, Kalla juga menolak dalih pengacara Ketua Golkar ini bahwa pemeriksaannya perlu izin Presiden-sebagai alasan mangkir dari pemanggilan KPK. "Berdasarkan undang-undang, pemeriksaan itu tidak membutuhkan izin Presiden," ujar Kalla.

Jusuf Kalla juga meminta transparansi Rumah Sakit Premier Jatinegara agar membuka rekam medis kesehatan Setya selama dirawat di sana. Sakit menjadi alasan Setya tak memenuhi panggilan KPK hingga praperadilannya dikabulkan. Namun Rumah Sakit Premier menolak mengumumkan hasil pemeriksaan Setya karena tak ada surat resmi permintaan dari Kalla.

l l l

STRATEGI baru Komisi Pemberantasan Korupsi itu toh masih memiliki celah yang diincar para pembela Setya Novanto. Tersebarnya surat pemberitahuan dimulainya penyidikan membuat kubu Setya punya angin kembali menggugat surat itu ke praperadilan. "Kami juga akan melaporkan kembali pimpinan KPK ke polisi," kata Fredrich Yunadi, pengacara Setya.

Sebelum Fredrich melaporkan ulang, polisi sudah bergerak lebih gesit. Mereka menetapkan Agus Rahardjo dan Saut Situmorang sebagai tersangka atas laporan Sandy Kurniawan, pengacara Setya yang lain, pada pertengahan Oktober lalu. Keduanya diadukan dengan tuduhan menyalahgunakan wewenang menerbitkan surat pencegahan ke luar negeri bagi Setya dan membuat surat pencegahan yang mereka anggap palsu.

Pengiriman surat pemberitahuan dimulainya penyidikan kepada pelapor ataupun terlapor merupakan praktik hukum baru. Praktik ini merupakan penerapan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130 Tahun 2015 atas permohonan judicial review Pasal 109 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Putusan ini dibacakan MK pada Januari lalu.

Mahkamah Konstitusi memutuskan penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan kepada penuntut umum, pelapor, korban, atau terlapor paling lambat tujuh hari setelah dikeluarkannya surat perintah penyidikan. Dalam hal Setya, ia menjadi saksi bagi tersangka lain, sekaligus menjadi tersangka dalam perkara ini.

Fredrich menganggap penetapan itu sama dengan penetapan tersangka yang pertama, yakni di awal penyidikan, bukan di akhir, seperti penilaian hakim Cepi Iskandar. Ia pun yakin penetapan KPK ini akan kembali mentah di sidang praperadilan.

Setya Novanto, seperti biasa, tak berkomentar ketika ditanyai soal status tersangka kedua dalam perkara korupsi yang sama. Dalam pelbagai acara publik, ia menghindari wartawan. Jikapun tak bisa mengelak, ia memilih diam. "Kita serahkan saja kepada hukum," katanya setelah menghadiri upacara mantu Presiden Joko Widodo pekan lalu di Solo.

Rusman Paraqbueq, Wayan Agus Purnomo, Kartika Anggraeni, Fajar Febrianto, Maya Ayu Puspita

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus