Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Perwakilan dari Lembaga Bantuan Hukum Gerakan Pemuda Ansor (LBH GP Ansor) DKI Jakarta, Fariz Rifki Hasbi, mengungkap kronologi penggusuran Warga Komunitas Lapak Bersatu Rawa Sumur di Kawasan Industri PT Jakarta Industrial Estate Pulogadung (PT JIEP). Menurutnya kejadian itu bermula saat lokasi itu kebakaran dan dilakukan pembenahan terhadap lapak atau bangunan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Jadi itu lapaknya dan bangunannya memang semi permanen dan kebakaran pada 26 Februari 2022,” ujar dia kepada Tempo pada Ahad, 19 Juni 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kemudian pembenahan dilakukan sekitar tanggal 20 Mei 2022 oleh warga pemilik lapak. Salah satu warga kemudian sempat didatangi oleh pihak PT JIEP dan melarangnya melakukan pemulihan atau perbaikan bangunannya. “Lalu dibongkar kembali oleh pihak PT JIEP, itu sekitar tanggal 22 Mei,” kata dia.
Menurut Fariz, kabar mengenai penggusuran dan pembongkaran paksa itu sudah terdengar sejak 20 Mei 2022. Kemudian saat petugas dari PT JIEP datang untuk melakukan pembongkaran, pihaknya menanyakan surat tugas dari perusahaan, tapi tidak ada. Kemudian PT JIEP menarik mundur para petugasnya.
Satpam, orang diduga TNI, dan pengacara PT JIEP datang
Kemudian, Fariz menuturkan, pada 9 Juni 2022 petugas dari PT JIEP datang kembali dengan membawa surat tugas. Saat itu, kata dia, yang datang ada satpam perusahaan, ada juga orang diduga anggota TNI berseragam garnisun, serta pengacara PT JIEP bernama Zainul Alim. Mereka datang berdasarkan surat kuasa dari Direktur Utama PT JIEP Landi M Pangaweang.
Mereka, Fariz melanjutkan, berdalih bahwa hanya menjalankan isi putusan pengadilan, karena pada tahun 2015 mereka digugat oleh LSM yang bermana AMPUH. Dalam gugatan tersebut PT JIEP kalah, dan pengadilan memerintahkan untuk mengeksekusi lahan itu.
Namun, Fariz mengatakan bahwa untuk mengeksekusi lahan itu harus memperhatikan UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman di Pasal 53 Ayat 3. “Jadi eksekusi putusan itu harus memperhatikan nilai kemanusiaan dan keadilan, nah ini enggak ada. Mereka memang sebelumnya memberitahukan tapi enggak ada solusi, enggak ada relokasi dan ganti rugi,” tutur dia.
Sempat melakukan audiensi
Pada 20 April 2022, Fariz dan kawan-kawan dari LBH GP ANsor DKI juga sempat melakukan audiensi dengan PT JEIP untuk mencari solusi. Karena, kliennya sudah belasan tahun tinggal di kawasan itu. “Enggak bisa dong main bongkar saja. Nah kita minta solusinya apa,” ujar Fariz.
Saat itu, dari pihak PT JIEP menawarkan relokasi dan menyebutkan sudah ada tempat. “Namun sampai saat ini tidak ada pembicaraan lagi mengenai relokasi, ini pembongkaran ini ya dipaksakan secara sepihak tanpa ada solusi dari PT JIEP,” kata dia.
Warga sudah 15 tahun tinggal dan jadi tempat usaha
Menurut Fariz, Kawasan Industri Pulogadung itu ditinggali oleh 22 keluarga. Mereka, dia berujar, sudah tinggal di tempat itu selama 15 tahun, sejak 2007. “Di situ klien kami bisa tinggal selama 15 tahun itu mendapat afirmasi dari pengurus PT JIEP sebelumnya. Kemudian tempat itu dijadikan tempat tinggal dan usaha oleh klien kami,” ujar Fariz.
Lapor ke Komnas HAM
Setelah itu LBH GP Ansor DKI melakukan kajian. Dan karena berdasarkan hukum HAM internasional, pembongkaran paksa itu terkualifikasi sebagai pelanggaran HAM, maka Fariz melaporkannya ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). “Kita lapor tanggal 10 Juni 2022.”
Namun, sejauh ini belum ada pernyataan tentang pelanggaran HAM-nya. Pihak Komnas HAM, kata Fariz, masih meminta klarifikasi berdasarkan surat yang dikirim ke PT JIEP dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. “Minta klarifikasi bagaimana duduk perkaranya,” ujar Fariz.