Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Gelar Aksi di Depan Kantor Kementerian ATR/BPN, Ini 10 Tuntutan di Hari Tani Nasional

Gerakan Rakyat Lawan Perampasan Tanah (Geram Tanah) menggelar aksi di depan Kantor Kementerian ATR/BPN, sore ini dalam memperingati Hari Tani Nasional, Selasa 24 September 2024.

24 September 2024 | 21.21 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Gerakan Rakyat Lawan Perampasan Tanah (Geram Tanah) menggelar aksi di depan Kantor Kementerian ATR/BPN dalam memperingati Hari Tani Nasional, Selasa, 24 September 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria dan Koordinator Umum Aksi, Dewi Kartika, mengatakan Presiden Jokowi dan Kementerian ATR/BPN telah gagal dalam menjalankan Reforma Agraria. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam aksinya, Geram Tanah juga menyampaikan 10 Tuntutan Petani untuk mengatasi Darurat Agraria dan Darurat Demokrasi kepada pemerintahan presiden selanjutnya.

“Kementerian ATR/BPN sibuk memfasilitasi pengadaan tanah bagi investor, untuk ekonomi khusus, untuk pembangunan infrastruktur dan merampas tanah milik rakyat,” teriak Dewi menggunakan pengeras suara.

Pertama, Geram Tanah meminta pemerintah menjalankan Reforma Agraria Sejati sesuai dengan UUD 1945 dan UUPA 1960 dengan melakukan redistribusi tanah kepada petani gurem, buruh tani dan perempuan petani, serta menyelesaikan seluruh konflik agraria struktural sebagai proses pemulihan hak-hak korban perampasan tanah dan penggusuran.

"Selanjutnya, negara menjamin ketersediaan modal, pendidikan, teknologi tepat guna, benih, pupuk, infrastruktur pertanian dan pasar yang berkeadilan," kata Dewi.

Kedua, melakukan reformasi kelembagaan untuk mendukung Reforma Agraria dengan menyatukan fungsi planologi kehutanan, tata ruang, geospasial dan pengadministrasian hak atas tanah, baik di darat maupun pesisir dan pulau-pulau kecil, dalam satu kementerian yang mengurus agraria-pertanahan.

Menurut Dewi, untuk melaksanakan itu, Presiden harus membentuk Dewan Pertimbangan Reforma Agraria Nasional yang dipimpin langsung oleh Presiden, dengan pelibatan Organisasi Rakyat. 

Ketiga, mencabut regulasi anti-petani dan rakyat, yakni UU Cipta Kerja dan produk hukum turunannya yang terkait dengan Bank Tanah, Food Estate, PSN, IKN, KEK, KSPN, HPL, forest amnesty, KHDPK, dan lain sebagainya. Geram Tanah juga meminta pemerintah menghentikan segala jenis kejahatan agraria yang telah berlangsung, sehingga ke depan, konstitusi dapat diselamatkan, demokrasi ditegakkan, dan reforma agraria sejati dapat diwujudkan.

Selanjutnya: Keempat, menyusun dan mengesahkan RUU Reforma Agraria....

Keempat, menyusun dan mengesahkan RUU Reforma Agraria serta RUU Masyarakat Adat sebagai penguat cita-cita UUPA, sekaligus landasan hukum bagi pelaksanaan redistribusi tanah, penyelesaian konflik agraria, pengakuan wilayah adat, perombakan monopoli tanah, dan pembangunan pertanian, pangan serta pedesaan.

Kelima, mengusut tuntas penyalahgunaan wewenang, korupsi agraria dan mafia tanah serta melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses perumusan regulasi yang koruptif dan manipulatif yang berorientasi pada kepentingan bisnis dan PSN. Pasalnya menurut Dewi tindakan tersebut telah merampas demokrasi, kebebasan, hak hidup dan hak atas tanah rakyat.

Keenam, Geram Tanah meminta pemerintah menghentikan dan menghukum berat praktik para mafia impor pangan yang telah menghancurkan sendi-sendi produksi petani, nelayan, peternak dan petambak garam. Praktik mafia tanah juga melemahkan pemenuhan hak atas pangan bahkan kedaulatan pangan.

Ketujuh, membubarkan Badan Bank Tanah yang telah mengambil alih tanah-tanah milik petani dan masyarakat adat. Menurut Dewi, Lembaga ini juga telah menyalahgunakan tanah yang seharusnya menjadi objek reforma agraria untuk rakyat, menjadi lahan yang diperuntukkan bagi para pengusaha.

Kedelapan, membebaskan petani, masyarakat adat, nelayan, Perempuan, kaum miskin perkotaan dan aktivis agraria yang dipenjara serta dikriminalisasi karena memperjuangkan hak atas tanah, sekaligus menghentikan cara-cara kekerasan dan otoriter dalam penanganan konflik agraria.

Kesembilan, melindungi wilayah pesisir, pulau-pulau kecil dan wilayah tangkap nelayan dari ancaman investasi yang merampas dan merusak lingkungan, demi keberlangsungan hidup kaum nelayan sebagai penghasil pangan khususnya ikan bagi segenap rakyat.

Terakhir, menghentikan program food estate dan memprioritaskan pembangunan pedesaan yang berbasis pada pertanian pangan alami dan ekologis, serta peternakan dan perikanan yang berfokus pada kepentingan rakyat dalam kerangka reforma agraria sejati. Pusat-pusat produksi dan industri milik petani dan nelayan dapat berkembang dan terhubung dengan proses industrialisasi nasional yang menyejahterakan kaum buruh.

"Sehingga hubungan antara desa dan kota saling memperkuat," tutup Dewi.

Pantauan Tempo, massa aksi bubar ketika waktu menunjukkan pukul 16.00 WIB. Dewi Kartika juga telah menyampaikan tuntutan secara simbolis kepada perwakilan Kementerian ATR/BPN sesaat sebelum aksi ditutup.

 

 

 

 

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus