KUNCEN dipecat dan sepasang kuburan jadi rebutan. Menjelang Ramadan barusan, Ahmad, Kepala Desa Sleman Lor di Kecamatan Sliyeg, Indramayu, Jawa Barat, mengultimatum Tasjem, 80 tahun. Sebab, kuncen tua itu memboyong sepasang kuburan yang dianggap keramat. Yaitu makam Buyut Legoh dan suaminya, Buyut Arfan, dari kompleks makam Pangeran Ardisela ke rumahnya. Lokasi makam awal 200 meter dari rumahnya. "Kuburan itu harus dikembalikan ke tempat semula. Kalau tidak, Tasjem diperkarakan ke pengadilan," kata Ahmad, 50 tahun. "Ultimatum seharusnya ditujukan kepada Buyut sendiri. Saya setuju saja kalau Buyut menghendaki begitu," kata Tasjem, yang suka memakai baju dan kain ikat kepala hitam itu. Makam itu dipindahkannya karena begitulah pesan sang buyut, konon, yang didengarnya ketika mengidap lumpuh. Saat dia duduk di kursi di rumahnya, terngiang suara di telinganya. "Tidak sampai sehari setelah dipindahkan, sakit saya sembuh," ceritanya kepada Hasan Syukur dari TEMPO. Silang sengketa bermula dari dipecatnya Tasjem dari dinas kuncen, yang telah dijalaninya selama 25 tahun. Gantinya, Taryam, 50 tahun, asisten Tasjem sejak 10 tahun ini. Selama ini masyarakat menilai Tasjem menelantarkan kuburan. "Padahal, sekarang zaman opsih," ujar Ahmad. Opsih itu singkatan dari operasi bersih. "Pemecatannya itu keinginan masyarakat, saya cuma menyetujui," kata Ahmad. Merasa sumber rezekinya terancam, diam-diam Pak Tua yang masih gesit itu memboyong kedua makam tadi -- berikut tulang-belulang -- ke rumahnya. Merasa dilangkahi, Ahmad kontan mengadu ke Polsek dan Koramil. Hari itu Muspika pun memvonis sepihak: Tasjem melanggar peraturan. Dan di luar itu toh terjadi debat sengit. Tasjem dituding membuat resah. Tasjem balik menuding Ahmad. "Dia pernah bisik-bisik minta Rp 150 ribu. Mana saya punya uang sebanyak itu," katanya. Ahmad membantah. "Malah desa membantu mengadakan penghijauan dengan menyumbang benih pohon," ujarnya. Sumbangan memang tak mengalir ke rumah Tasjem, yang sudah dihuni dua buyut almarhum itu, tapi ke makam Pangeran Buyut Ardisela. Entah mana yang betul. Akan halnya peziarah yang biasa datang ke makam Ardisela -- tempat Tasjem tugas sebelum dipecat -- mereka kini banyak beralih ke makam di rumah Tasjem. Mereka dipercayai sebagai perintis yang membuka desa dimaksud, di samping dianggap berilmu dan bisa "meluluskan" permintaan peziarah. Dari para peziarah, Tasjem mengaku beroleh Rp 200 sampai Rp 500. Bila malam Jumat Kliwon, bahkan ia meraup Rp 20.000 hingga Rp 25.000. Beda dengan makam Buyut Pangeran Ardisela. "Ketika Tasjem menunggui kubur ini, seminggu rata-rata enam peziarah datang kemari," cerita Taryam. Sekarang, dalam seminggu belum tentu ada seorang pun peziarah muncul. Apa boleh buat, ultimatum Pamong Desa pun diperpanjang sampai sehabis Lebaran ini: Tasjem harus mengembalikan kedua kuburan itu ke tempat asal. "Ini perintah," ujar Ahmad. "Saya tidak akan memindahkannya, kecuali kalau Buyut yang memerintahkan," tutur kakek 5 cucu yang mengaku pertapa itu. Ed Zulvedi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini