KETIKA pertengahan Maret lalu terbetik kabar tentang rencana kunjungan Perdana Menteri Jepang, Toshiki Kaifu, ke Jakarta, Kepala Biro TEMPO di Tokyo, Seiichi Okawa, segera mengabarkan rancangan itu kepada Koordinator Reportase Amran Nasution. Setelah kami beri tahu bahwa lawatan Kaifu kemungkinan bisa dijadikan Laporan Utama, Okawa langsung menghubungi kantor Perdana Menteri untuk minta melakukan wawancara khusus dengan pejabat Nomor 1 Jepang itu, dan dikabulkan. Meski wawancara itu dilakukan secara tertulis, Kaifu, di sela-sela kesibukannya, menjawab semua pertanyaan Okawa, yang berkisar mengenai bantuan ekonomi Jepang kepada Indonesia. Untuk melengkapi jawaban Kaifu, yang diserahkan pada 27 April lalu, Okawa mewawancarai pula Direktur Jenderal Kerja Sama Luar Negeri, Shoshichi Kohata, pejabat yang banyak terlibat dengan bantuan luar negeri Jepang tersebut. Kaifu memang tak cuma melawat ke Jakarta. Ia sebelumnya sudah mengunjungi India, Pakistan, Bangladesh, dan Sri Lanka. Tapi bagi Indonesia kedatangan Perdana Menteri Jepang itu punya arti penting. Dalam grup negara-negara donor untuk Indonesia (IGGI), Jepang merupakan negara pemberi bantuan terbesar. Selain itu, Jepang juga merupakan salah satu penanam modal terpenting di Indonesia. Diduga kunjungan Kaifu, yang belum setahun jadi PM, punya arti penting dalam konteks ekonomi kita. Bahan-bahan Laporan Utama ini tentu saja kami lengkapi pula dengan mewawancarai berbagai pengamat politik dan pengamat ekonomi. Okawa, 38 tahun, sarjana ekonomi lulusan Universitas Waseda, yang sudah bergabung dengan kami hampir sepuluh tahun lalu, bukan pertama kali kami tugasi mewawancarai Perdana Menteri dan pejabat-pejabat instansi yang terlibat dalam masalah bantuan luar negeri: Departemen Luar Negeri, Departemen Keuangan, MITI, dan Badan Perencanaan Ekonomi Jepang. Tak heran bila Okawa cukup akrab dengan pejabat keempat instansi itu, dan bisa menelepon mereka setiap saat dibutuhkan untuk dimintai komentar mereka. Tentu saja bukan cuma itu tugas yang kami bebankan kepada Okawa. Ia adalah orang yang bertanggung jawab atas liputan kawasan Asia Timur. Sebelum bergabung dengan kami, Okawa, seperti banyak orang Jepang lainnya, sering bepergian ke luar negeri. Semasa mahasiswa Okawa sudah berkeliling ke 64 negara (termasuk Indonesia) dengan biaya sendiri. Okawa malah pernah dua kali "mukim" untuk waktu yang cukup lama di pedalaman Irian Jaya. Pertama kali ketika masih mahasiswa, dan kemudian setelah bekerja di sebuah televisi swasta Jepang. Hasil karyanya selama di pedalaman Irian Jaya itu adalah sebuah film dokumenter tentang suku Asmat. Tapi yang paling berkesan bagi Okawa selama di Irian Jaya adalah sewaktu ia diangkat anak oleh kepala suku Momina, dan diberi nama Borwa, yang berarti Sungai Baliem. Maka, rekan-rekan di TEMPO suka memanggilnya Borwasan, dan ia menyukai panggilan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini