Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Lebih penting dari baju baru

Lebaran tahun 1990 dirayakan dengan lebih longgar oleh para napi subversi di LP Cipinang, Jakarta. Sekitar 700 dari 1.411 penghuni LP berjamaah melaksanakan salat id. Para keluarga menjenguk napi.

5 Mei 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lebih Penting dari Baju Baru Ada napi yang melelehkan air mata. Ada yang menangis tersedu-sedu. Lebaran tahun ini dirayakan dengan lebih longgar oleh para napi subversi di LP Cipinang. SEMUA pintu sel juga sudah dibuka lebar sejak pukul 05.30 pagi. Hari itu, Kamis pekan lalu, memang hari Lebaran. Maka, hari istimewa itu pun disambut dengan cara istimewa pula di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang, Jakarta Timur. Suasana istimewa itu telah dihirup oleh para narapidana (napi) sejak beberapa hari sebelumnya. Sepekan sebelum Lebaran, Dirjen Pemasyarakatan Baharuddin Lopa mengunjungi mereka, ikut berbuka puasa serta bersalat tarawih bersama. Lalu, di malam takbiran, Lopa datang lagi bersama Menteri Kehakiman Ismail Saleh. Ismail malah ikut memukul beduk menandai dimulainya acara takbiran. Dia kemudian berkeliling di dalam LP. "Baru pertama kali ini ada seorang menteri mau bertakbiran bersama para napi di sini," kata seorang pejabat di LP Cipinang. Esoknya, 1 Syawal 1410 H, sekitar 700 dari 1.411 napi yang menghuni penjara itu berjamaah melaksanakan salat Id. Sebuah spanduk hijau dengan tulisan "Dengan Idul Fitri Kita Gapai Kebahagiaan dan Semangat Baru untuk Hari Depan yang Lebih Baik" membentang di samping mimbar -- tempat khatib menyampaikan khotbah. Di saf terdepan tampak kepala LP Cipinang Nurdin Nursin. Di sisi kanannya terlihat H.R. Dharsono, yang pagi itu mengenakan kemeja ikat warna merah dan bersarung biru. Di saf itu juga ada Erlangga dan Sanusi -- tahanan kategori perkara subversif karena terlibat dalam Peristiwa Tanjungpriok. Napi eks PKI seperti Latief dan Suryaman juga tampak mengikuti salat Id. Bekas Wakil Perdana Menteri Subandrio dan Panglima Angkatan Udara Omar Dhani tak tampak dalam barisan mereka yang salat hari itu. Mereka tampaknya mendapat perlakuan khusus. Para wartawan yang di malam takbiran diizinkan masuk LP, menyertai Menteri Ismail, pun tak bisa berbicara dengan mereka. Di saf ketiga tampak Nur Hidayat beserta sejumlah rekannya yang terlibat dalam Kasus Lampung (1989). Sepintas Nur, yang memakai baju takwa kuning serta sarung putih biru, tampak terlihat agak susut bobot badannya. "Mungkin karena puasa, jadi berat badan menurun," katanya. Sekitar pukul 07.00 salat Id dimulai. Bertindak sebagai imam adalah Rahman Rais. Suara Rahman yang serak-serak basah itu terdengar agak merintih ketika melantunkan bacaan salat. Ketika itu Nur Hidayat tak mampu menahan air matanya yang meleleh sampai ke pipinya. Malah seorang napi yang tangannya penuh tato tak kuasa lagi menahan suara tangisnya. Ia tersedu-sedan. Salat Id dilanjutkan dengan khotbah yang disampaikan Ustad Abu dari Departemen Agama. Usai khotbah, acara berlanjut dengan saling bersalaman yang disertai permintaan maaf. Tak pelak lagi, ketika itu H.R. Dharsono, 65 tahun, menjadi primadona. Bergantian para napi memeluk, mencium tangan, bahkan mencium pipi mantan Pangdam Siliwangi (1966-1969) itu. "Maaf lahir batin ya, Pak," ujar seorang napi. "Ya, sama-sama," jawab H.R. Dharsono. Kepala LP Cipinang Nurdin Nursin termasuk yang menghampiri tokoh yang ikut menegakkan Orde Baru itu. Tak heran kalau H.R. Dharsono kemudian bergegas masuk ke kamar tahanannya. Di situ, mungkin ia merasa lebih bisa leluasa menerima sanak keluarganya, tanpa "diganggu" oleh napi lainnya. "Biasanya suasana Lebaran lebih berkesan bila berkumpul dengan keluarga. Tapi, ya mau apa lagi kalau memang begini keadaannya," ujarnya. Ton -- panggilan akrab H.R. Dharsono -- menempati sel berukuran 3 X 3 meter yang dilengkapi TV dan radio. "Saya juga mengisi waktu dengan membaca-baca buku dan koran." Kegiatan sehari-hari lainnya adalah melakukan senam tera yang biasa dilakukannya di depan kamar. Mungkin, inilah Lebaran terakhir di penjara buat H.R. Dharsono, yang sejak 1986 mendekam di LP Cipinang. Sebelumnya, 1984, ia juga pernah ditahan di LP Salemba. Sekitar 16 September 1990 mendatang ia bakal mengakhiri tujuh tahun masa tahanannya setelah mendapat remisi. "Oh ya, saya minta maaf. Tadinya saya pernah beri keterangan akan dibebaskan bulan Agustus. Ternyata, saya salah hitung, dan yang benar baru dibebaskan bulan September nanti," katanya kepada TEMPO. Apa rencananya kalau ia bebas nanti? "Saya sudah cukup lama ditahan. Jadi, perlu penyesuaian dengan lingkungan. Setelah itu akan lebih giat dalam menekuni Islam," ujar bekas Sekjen ASEAN (1976-1978) itu. Hari itu petugas penjara memang agak leluasa memberikan waktu berkunjung bagi keluarga napi yang terlibat perkara subversi. Napi itu, jumlahnya 64 orang, menerima tamu dan keluarganya di dalam aula. Kunjungan mereka dibolehkan hampir sepanjang hari hingga pukul 05.00 sore. Nur Hidayat dan Mawardi Noor (terlibat kasus pengeboman BCA dan Tanjungpriok) tampak berlesehan di atas tikar, bercengkerama dengan sanak saudaranya. Lain halnya dengan para napi perkara kriminal yang hanya boleh ditengok setengah jam saja. Untuk mereka disediakan tenda berukuran 4 X 6 meter di ruang terbuka, tempat mereka ngobrol dengan keluarga. Perlakuan LP Cipinang yang "kendur" itu menggembirakan keluarga napi politik. Rani, istri Nur Hidayat, misalnya, merasa lega karena waktu yang diberikan untuk berjumpa dengan suaminya itu cukup panjang. Begitu juga soal keamanan yang sekalipun ketat -- tetap memeriksa barang-barang bawaan para keluarga atau tamu -- tetap membiarkan roti-roti dan hadiah Lebaran lainnya diperkenankan dibawa ke dalam LP. Para napi memang tak terlihat menggunakan pakaian baru di hari Lebaran itu. "Tapi, bukan mereka tak mampu beli baju baru. Masa Lebaran pakai baju baru, kayak anak-anak," ujar Rani. Bagi mereka kelonggaran merayakan Lebaran seperti yang diberikan petugas LP kali ini jauh lebih penting daripada sekadar baju baru.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus