Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BERTANDANG ke rumah Megawati Soekarnoputri di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, sudah menjadi kebiasaan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini setiap kali datang ke Jakarta. Saat diundang Presiden Joko Widodo mengikuti rapat terbatas tentang kemudahan berinvestasi di Indonesia di Kantor Kepresidenan pada awal Mei lalu, misalnya, Risma menyempatkan diri menemui Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu di kediamannya.
Sepanjang tiga bulan terakhir, Risma memang sering bertemu dengan Megawati. Dalam sejumlah pertemuan itu, Risma mengaku ditawari maju dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017. Permintaan pertama dilontarkan saat ia bertandang ke Teuku Umar setelah mengikuti Rapat Kerja Nasional PDI Perjuangan di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat, awal Maret lalu. "Ibu (Megawati) ingin saya ke Jakarta," katanya kepada Tempo, Kamis pekan lalu. "Tapi Ibu sampaikan, itu harus sesuai dengan hati saya, bukan dalam kondisi terpaksa."
Seorang petinggi PDI Perjuangan mengatakan Megawati memang berharap Risma mau menerima pinangannya. Namun sang Ketua Umum tidak mau memaksa dengan cara memberikan penugasan kepada Risma. Megawati, menurut dia, tetap menghitung kemungkinan Risma gagal dalam perebutan jabatan Gubernur DKI Jakarta dan tidak mau menjadi orang yang disalahkan. "Ibu Mega ingin Risma menerima pinangan itu," ujarnya. "Tapi harus Risma sendiri yang menentukan pilihan."
Setiap kali Megawati melontarkan tawaran itu, Risma selalu menolaknya. Kepada sang Ketua Umum, ibu dua anak yang dilantik menjadi Wali Kota Surabaya periode kedua pada pertengahan Februari lalu ini mengaku berat pindah ke Ibu Kota. Ia mengatakan tidak bisa meninggalkan para pemilihnya di Surabaya.
Kendati Risma menolak tawaran itu, sejumlah petinggi partai berlambang banteng yang berkantor di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, ini tetap mengelus Risma sebagai calon penantang Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, yang juga pasti maju untuk periode kedua. Setelah berdiskusi dengan Megawati di Teuku Umar, awal Mei lalu, Risma sudah ditunggu Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.
Seorang petinggi partai mengatakan Hasto saat itu mengajukan sejumlah pertanyaan tentang kesiapan Risma jika diajukan partai sebagai calon Gubernur Jakarta. Hasto membenarkan kabar tentang pertemuannya dengan Risma. Namun ia menyangkal jika pertemuan itu disebut membicarakan pemilihan kepala daerah DKI Jakarta. "Kami hanya membahas masalah taman," ujarnya.
Risma masuk bursa calon gubernur yang diusung PDI Perjuangan setelah Ahok memutuskan maju melalui jalur independen pada 7 Maret lalu dengan menggandeng Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah DKI Jakarta Heru Budi Hartono sebagai wakil. Hasto mengatakan PDI Perjuangan mau tidak mau harus menyiapkan penantang jika skenario awal mengusung Basuki dan Djarot Saiful Hidayat pupus. Djarot adalah politikus PDI Perjuangan yang saat ini menjabat Wakil Gubernur DKI Jakarta.
Sepekan sebelum Basuki mengumumkan pilihan maju sebagai calon independen ke media, awal Maret lalu, PDI Perjuangan sebenarnya sudah hampir pasti mengusung Ahok dan Djarot. Menurut Hasto, keputusan Basuki menyatakan akan maju melalui jalur independen ini membuat geram kalangan internal partai.
Hasto mengatakan kader PDIP marah besar saat Basuki menyebutkan ia harus mengeluarkan uang Rp 200 miliar jika menempuh jalur partai. Pengurus PDI Perjuangan menilai Basuki tidak bersikap adil kepada partai pemenang pemilu itu. Misalnya, PDI Perjuangan selalu pasang badan untuk Basuki ketika muncul resistansi dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta ketika ia diusulkan menjadi gubernur menggantikan Joko Widodo.
Selain itu, saat ada upaya pemakzulan Basuki, menurut Hasto, Megawati turun tangan menggagalkan rencana ini. "Kami selalu membela, tapi dianggap menjadi masalah," ujarnya.
Kendati muncul penolakan dari kalangan internal partai, menurut Hasto, Megawati tetap membuka pintu bagi Basuki untuk bisa diusung PDI Perjuangan. "Ibu selalu mengatakan, ah, kayak ndak tahu Ahok saja," ujarnya. Namun, kata Hasto, langkah menyiapkan calon lain tentu saja harus dilakukan. "PDI Perjuangan harus memiliki opsi lain. Dalam politik tidak boleh hanya ada skenario tunggal."
Di mata Hasto, Risma salah satu kepala daerah yang berhasil karena mengantongi suara lebih dari 82 persen dalam pemilihan Wali Kota Surabaya pada Desember tahun lalu. Popularitas dan keberhasilannya memimpin Surabaya juga sudah terbukti moncer. Menurut Hasto, setelah Basuki memutuskan maju sebagai calon perseorangan, partainya menjaring sekaligus melakukan pemetaan mengenai calon terkuat sebagai penantang. Risma dipilih sebagai salah satu kuda hitam yang bisa mengalahkan Basuki.
PDI Perjuangan juga sempat "menguji" Djarot Saiful Hidayat. Hasto mengatakan komunikasi sering dijalin dengan Djarot tentang pencalonannya sebagai gubernur. Mantan Wali Kota Blitar itu juga kerap bertemu dengan Megawati untuk membahas kemungkinan maju menjadi calon gubernur.
Dia menjadi salah satu alternatif yang siap diusung karena dinilai sudah memahami persoalan Jakarta. Djarot tidak menjawab secara tegas soal pencalonannya sebagai gubernur. "Semua kader partai dididik untuk mendapatkan tugas partai di mana pun," ujarnya.
Sejumlah nama lain juga sudah didekati. Hasto mengatakan Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo dan Wali Kota Blitar Samanhudi Anwar menjadi kandidat yang masuk radar partai untuk dikirim ke Jakarta. Kepada Tempo, Hasto Wardoyo mengaku beberapa kali dihubungi petinggi partai dan Kepala Badan Pemenangan Pemilu PDIP Jakarta Bambang D.H. dalam dua bulan terakhir atau sejak Ahok memutuskan maju independen. "Sebagai kader, saya selalu siap meski menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada Ketua Umum," katanya.
Selain nama-nama yang didekati partai, ada yang datang untuk mendaftarkan diri. Menurut Hasto Kristiyanto, total ada 32 nama yang sudah mendaftarkan diri ke PDI Perjuangan. Nama-nama ini tetap disaring dan kemudian nama yang terpilih nantinya disodorkan ke Megawati sebagai pilihan lain jika nama yang diincar partai menolak diusung.
Tidak hanya menjaring calon di kalangan internal partai, menurut Hasto, partainya tetap membuka peluang untuk berkoalisi dengan partai lain. Sejumlah komunikasi sudah mulai dibangun dengan partai-partai yang juga ingin mengusung kader terbaiknya. "Kami terus melakukan pemetaan politik," ujarnya.
Ananda Teresia, Sunudyantoro
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo