Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lagi-lagi, mahasiswa Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor, Jawa Barat, tewas akibat dipukul para seniornya. Cliff Muntu, 19 tahun, madya praja (mahasiswa tingkat II) tewas pada Senin pekan lalu. Tim forensik RS Hasan Sadikin Bandung menemukan perdarahan pada jantung, kemaluan, dan memar di kepala korban. Paru-paru ketua kontingen mahasiswa Sulawesi Utara itu membengkak, bibir dan kuku membiru, serta ada resapan pada kulit kepala bagian dalam.
Meski ditemukan memar-memar, petugas belum memastikan penyebab kematian. ”Dibutuhkan waktu satu minggu untuk memastikan itu,” ujar juru bicara Kepolisian Daerah Jawa Barat, Ajun Komisaris Besar Dade Achmad, Rabu pekan lalu.
Kepolisian Resor Sumedang telah memeriksa 15 saksi. ”Lima di antaranya mengarah kuat sebagai tersangka,” ujar Dade. Mereka berinisial MA, GN, FN, AB dan JA. Semua mahasiswa tingkat tiga.
Kepala Polres Sumedang, Ajun Komisaris Besar Syamsul Basri, mengatakan, lima mahasiswa itu mengaku memukuli korban. ”Kami mendapat informasi ada 10 mahasiswa, tapi yang mengaku baru lima,” katanya.
Rektor IPDN, I Nyoman Sumaryadi, juga mengakui insiden ini. Peristiwa itu terjadi pada Senin malam pukul 22.30. Saat itu, para mahasiswa tingkat tiga mengumpulkan 28 mahasiswa tingkat dua, termasuk Cliff, di barak DKI atas. ”Kegiatan ini berindikasi kekerasan,” kata Nyoman.
Ini adalah kali ketiga mahasiswa IPDN tewas di tangan senior. Pada 2003, Wahyu Hidayat tewas di tangan seniornya. Tiga tahun sebelumnya, Erry Rahman, mahasiswa baru, juga jadi korban.
Sidang Perdana Rokhmin
Sidang lanjutan kasus korupsi di Departemen Kelautan dan Perikanan dengan terdakwa bekas Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri berlangsung pada Rabu pekan lalu di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa dosen Institut Pertanian Bogor itu telah melanggar Pasal 11 dan 12 Undang-Undang Antikorupsi. Dia diduga menyalahgunakan kekuasaan dengan memaksa para pejabat eselon satu serta kepala dinas kelautan dan perikanan se-Indonesia untuk memberikan dana sebesar satu persen dari anggaran di unit kerja masing-masing. ”Jumlah dana yang terkumpul Rp 11,5 miliar,” ujar ketua tim jaksa, Tumpak Simanjuntak.
Permintaan pengumpulan dana itu disampaikan dalam rapat koordinasi nasional pada 31 Mei sampai 2 juni 2002 di Hotel Indonesia, Jakarta. Duit yang dikumpulkan berasal dari anggaran dekonsentrasi yang digunakan sebagai penunjang kegiatan menteri yang tidak dianggarkan dalam APBN. Rokhmin juga didakwa menerima hadiah uang Rp 1,9 miliar, US$ 5.000 dan Sin$ 400 ribu, serta sebuah mobil Toyota Camry. ”Patut diduga hadiah itu diberikan karena kewenangan jabatan terdakwa selaku menteri,” kata Tumpak.
Seusai sidang dakwaan yang dipimpin hakim Mansyurdin Chaniago, tim pengacara menolak dakwaan jaksa dan mengajukan eksepsi. Pengacara M. Assegaf mengatakan, pengumpulan dana itu diberikan kepada departemen, bukan kepada Rokhmin selaku pribadi. ”Pendapatan nonbujeter tidak melanggar undang-undang. Pengeluaran itu ditetapkan berdasarkan kebijakan administrasi yang sah,” ujarnya.
Dalam sidang kedua, Rabu pekan lalu, jaksa meminta hakim menolak eksepsi pengacara terdakwa itu. ”Materi eksepsi sudah terlalu masuk ke materi pokok perkara,” kata Tumpak.
Markas Tentara Dirampok
Senin pekan lalu, sekitar pukul tujuh malam, dua pencoleng menyatroni Markas Komando Distrik Militer 1303 Kotamobagu, Bolaang Mongondow. Dalam aksi itu, mereka merampas uang gaji Rp 460 juta.
Perampokan itu terjadi ketika Sersan Kepala Tri Sulo, petugas juru bayar, tengah memasukkan uang gaji prajurit dan karyawan ke amplop yang rencananya akan dibayarkan esok harinya. Dua pencoleng ini masuk secara tiba-tiba ke ruang juru bayar dan langsung menyerang Tri dengan parang.
Kepala penerangan Komando Resor Militer 131 Santiago, Kapten Infanteri Muslih A.R., mengatakan, saat itu Tri melawan, tapi karena dikeroyok, dia tak berkutik. Perampok yang mengenakan pakaian loreng itu kemudian merebut uang Rp 460 juta dan pistol FN buatan Pindad. Saat mereka akan meninggalkan tempat, Tri sempat berteriak minta tolong, namun Kopral Kasim Tarakuku yang berniat menolong ditembak lutut kanannya. ”Kami yakin perampok sudah lama mengincar gaji karyawan dan anggota Kodim itu,” kata Muslih.
Korem 131 Santiago dan Kepolisian Resor Bolaang Mongondow bersama-sama mengusut kasus ini. ”Beberapa orang dicurigai terli-bat, tapi (detailnya) masih dianalisis,” kata Danrem 131 Santiago, Kolonel Infanteri Adi Mulyono.
Pengadilan Lima Terdakwa Poso
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu pekan lalu, menyidangkan lima terdakwa kasus teror Poso, Sulawesi tengah. Mereka adalah Arnoval Mencana (25 tahun), Bambang Tontou (23), Jonathan Tamsur (23), Dedy Doris Serpianus Rempali (25), dan Roni Sepriyanto Rantedago Parusu (18).
Jaksa penuntut umum Totok Bambang mendakwa kelimanya telah melakukan pembunuhan terhadap Arham Badaruddin dan Wandi, dua warga Desa Masamba, Poso, pascaeksekusi terpidana mati kasus Poso, Fabianus Tibo, Domingus da Silva, dan Marinus Riwu, September 2006.
Para terdakwa kecewa terhadap eksekusi Tibo cs. Mereka mendapat kabar bahwa eksekusi itu dilakukan tidak wajar. Saat itu timbul ide mencegat kendaraan yang melewati jalan trans-Sulawesi, Desa Poleganyara. Mobil pikap yang dikemudikan Arham dan Wandi dihadang dan mereka dianiaya hingga tewas.
”Perbuatan terdakwa menimbulkan rasa takut yang meluas bagi masyarakat pengguna jalan trans-Sulawesi,” ujar Totok. Ia menilai terdakwa melanggar Undang-Undang Antiterorisme. Pengacara kelima terdakwa, Elvis D.J. Katuwu, tidak mengajukan bantahan atas dakwaan tersebut. Sidang yang dipimpin hakim Eddy Joenarso ini akan dilanjutkan pekan ini dengan agenda mendengarkan keterangan saksi.
Empat Tahun untuk Prihatna
Bekas Kepala Subbidang Keimigrasian Konsulat Jenderal RI di Johor Bahru, Malaysia, Prihatna Setiawan, dituntut hukuman empat tahun penjara oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korup-si. Prihatna juga dituntut membayar denda Rp 150 juta dan diwajibkan membayar uang pengganti Rp 4 miliar sesuai dengan nilai kerugian negara akibat perbuatannya.
”Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi sesuai dakwaan,” ujar ketua tim jaksa KPK, Wisnu Baroto, dalam sidang di pengadilan tindak pidana korupsi, Selasa pekan lalu. Jaksa menilai Prihatna telah melakukan pemungutan biaya pengurusan dokumen yang tidak sesuai dengan ketentuan di Johor Bahru.
Kuasa hukum Prihatna, Posma Rajagukguk, menilai tuntutan itu tidak tepat, sebab ada perhitungan kerugian negara yang tidak akurat. Lagi pula, kliennya hanya pegawai yang menjalankan perintah atasan. ”Seharusnya konsulat jenderal yang bertanggung jawab,” ujar Posma.
Aset Yayasan Soeharto Akan Disita
PARA pengurus yayasan yang didirikan Soeharto harus bersiap menghadapi langkah pemerintah ini. Kendati proses pengadilan belum digelar, dalam waktu dekat pemerintah akan menyita aset yang dimiliki tujuh yayasan yang didirikan mantan presiden Soeharto. “Karena pendiriannya menggunakan fasilitas pemerintah,” kata Direktur Akuntansi Departemen Keuangan Hekinus Manao. Yayasan itu antara lain Yayasan Dharmais, Yayasan Harapan Kita, dan Yayasan Supersemar. Nilai aset ketujuh yayasan itu ditaksir tak kurang dari Rp 4 triliun.
Menurut Hekinus, berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Kekayaan Negara, definisi kekayaan negara adalah kekayaan yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas pemerintah. “Undang-undang ini menjadi dasar hukum pemerintah meminta haknya ke yayasan yang didirikan bekas presiden Soeharto itu,” kata Hekinus, Selasa pekan lalu.
Kejaksaan Agung tengah merampungkan berkas gugatan perdata kasus yayasan Soeharto. Menurut Wakil Jaksa Agung Muchtar Arifin, dalam waktu dekat gugatan itu akan diserahkan ke pengadilan. “Sekarang dalam tahap finalisasi,” katanya.
Rencana penyitaan itu, kata ahli hukum Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar, secara hukum dibolehkan kendati belum ada proses pengadilan. “Ini untuk mencegah harta dilarikan,” katanya. Tapi salah satu pengacara Soeharto, O.C. Kaligis, menyatakan pengambilan aset tak bisa dilakukan tanpa proses hukum. Menurut Kaligis, untuk mengambil aset-aset itu, pemerintah harus melakukan gugatan terlebih dulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo