Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Langsung Tunai, <font color=#CC0000>Langsung Habis</font>

Penyaluran bantuan langsung tunai kurang persiapan. Data keluarga miskin kedaluwarsa.

26 Mei 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RUMSIAH, 28 tahun, punya sedikit rencana untuk menyiasati kenaikan harga bahan bakar minyak. Pengasuh bayi bergaji Rp 50 ribu sepekan itu akan berjualan. "Dagang gorengan," ujarnya.

Modalnya berasal dari bantuan langsung tunai yang diberikan pemerintah. Warga Kelurahan Wijaya Kusuma, Jakarta Barat, itu menghitung modal Rp 300 ribu itu bakal bersisa. Nah, ia akan memakainya untuk membuatkan kartu tanda penduduk Jakarta bagi ibunya, Atun, janda beranak dua berumur 57 tahun. "Agar tahun depan ia bisa ikut menerima bantuan," ujarnya, Kamis pekan lalu, sehari menjelang rencana pembagian dana bantuan.

Jumat, pagi-pagi, Rumsiah sudah tampak di Kantor Pos Pusat Jakarta Barat. Wajahnya tertekuk. "Belum bisa dibagi. Mungkin besok," kata dia. Meski janjinya akan dibagikan sebelum kenaikan harga bahan bakar minyak diumumkan, nyatanya duit tak sampai ke tangan para penerima pada Jumat itu.

Baru esok harinya pemerintah menyetor dana kompensasi kenaikan harga minyak itu. "Bantuan mulai dibagikan pukul 08.00 tadi pagi," Kepala Kantor Pos Jakarta Pusat, Supendi, mengirim pesan via telepon seluler kepada Tempo.

Penyaluran dana itu tidak sekaligus. Hari itu uang dibagikan di 10 kota besar, antara lain Medan, Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Banjarmasin, Makassar, dan Kupang. Sesudah itu bantuan menyusul ditebar di 24 kota lainnya seperti Padang, Jambi, Bengkulu, Pontianak, Palangkaraya. "Diharapkan tanggal 15 Juni sudah selesai di semua daerah," kata Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie, Jumat malam pekan lalu.

Ada sekitar 19,12 juta keluarga miskin dan hampir miskin-kira-kira 37 persen jumlah penduduk Indonesia-yang mendapat kompensasi kenaikan harga minyak selama 2008. Jumlah total bantuan mencapai Rp 14,1 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, derma langsung ini tak akan menutup seluruh kebutuhan masyarakat miskin gara-gara kenaikan harga minyak. Dana ini untuk membantu masyarakat miskin agar masih bisa membeli minyak. Tapi, diharapkan, "Urusan kesehatan atau pendidikan jadi tidak terganggu," ujar Menteri Sri Mulyani kepada Tempo, pertengahan Mei.

Sri Mulyani juga mengakui, kenaikan harga minyak akan menaikkan jumlah pengangguran 96 ribu orang. Tapi ia berharap penganggur baru ini bakal terserap melalui program nasional pemberdayaan masyarakat, sehingga angka kemiskinan bisa ditekan pada angka 14,8-15 persen. "Pada 2009 angka kemiskinan ini bisa ditekan hanya 12,5 persen," ujarnya.

Angka ini lebih baik dibanding jika harga minyak tidak naik. Soalnya, mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional ini menghitung, tanpa kenaikan harga bahan bakar, jumlah penduduk miskin bakal melonjak menjadi 19,5 persen pada 2009.

Bukan baru kali ini saja bantuan langsung tunai digelar pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla. Skema ini pertama kali dijalankan pada 2005, setelah kenaikan harga minyak waktu itu. Pemberian bantuan tersebut dinilai sukses, karena hanya 5,83 persen bantuan yang tak sampai ke sasaran.

Toh, kali ini kebocoran bantuan ditengarai bakal lebih besar. Soalnya, sebagian besar data penerima bantuan sudah kedaluwarsa, mengacu pada data Oktober tiga tahun lalu. Ini karena persiapan penyaluran bantuan ini baru dimulai pada 6 Mei lalu. Dari 6.300 kecamatan di Indonesia, baru 1.000 kecamatan yang dimutakhirkan datanya. Pemutakhiran menyeluruh baru akan dituntaskan Biro Pusat Statistik pada September depan, saat penyaluran tahap kedua. "Pemerintah tidak siap," ujar Hendri Saparini, pengamat ekonomi dari Econit, Jakarta.

Bagi Lurah Tegal Rejo, Effendi Chaffii, kesalahan data penerima bantuan bisa berarti bencana. Dua tahun lalu, lurah di Poso, Sulawesi Tengah, ini diamuk warga lantaran bantuan yang salah sasaran. "Saya trauma. Tak mau stres dua kali gara-gara dana bantuan langsung itu salah sasaran," ujarnya.

Celakanya, peluang terjadinya kesalahan data di kelurahannya bukan tidak mungkin. Sejak tiga tahun lalu, warga miskin di wilayahnya tidak berkurang, tapi bertambah sekitar 100 kepala keluarga. "Jadi, bagaimana mungkin data 2005 dipakai lagi," dia bergidik ngeri.

Enam kepala desa dari Paguyuban Kepala Desa Brebes Selatan malah terang-terangan menolak subsidi tunai ini. Alasannya sama, pemberian itu hanya akan memicu konflik antara aparat desa dan warga. Penolakan itu sudah disampaikan kepada Sekretaris Daerah Brebes pada Kamis lalu.

Di Kelurahan Naimata, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, warga penerima bantuan yang justru berunjuk rasa. Mereka mengembalikan kartu bantuan, karena ada 250 keluarga miskin tidak terdaftar sebagai penerima. "Daripada menimbulkan kecurigaan," ujar Yakob Sina, Ketua RT 08 Kelurahan Naimata.

Toh, banyak warga miskin yang menyambut bantuan ini dengan antusias. Di antaranya, itu tadi, Rumsiah. "Lumayanlah, untuk tambahan," kata dia kepada Tempo. Ia melengos ketika matanya "gerimis". Tapi, gara-gara telat itu, ibu dua anak ini mesti menghitung ulang rencananya. Jumat malam, harga minyak sudah naik. Ia tak dapat lagi membeli terigu, tempe, dan minyak goreng dengan harga lama.

Ada pula Iyek, 50 tahun, yang mendatangi Kantor Pos Jakarta Barat pada Jumat pagi bersama suaminya Mamat dan seorang anaknya. Ia melongo ketika petugas menyebutkan pemberian bantuan ditunda. Sampai kapan? "Katanya saya nonton televisi saja, terus besok datang lagi," ujar Iyek.

Beberapa warga bahkan tak percaya sedekah nasional itu ditangguhkan. Sri, 55 tahun, dan temannya, Nurhayati, 56 tahun, baru yakin setelah mendatangi dua kantor pos di bilangan Jakarta Timur. Mereka baru beranjak pulang setelah mendengar kepastian dari Wakil Kepala Kantor Pos Jakarta Timur, Felix Firmanto. "Jangan cemas, ini cuma ditunda, enggak dibatalin," ujar Felix kepada mereka.

Di Yogyakarta, warga miskin mendatangi Kantor Pos Besar pada Jumat pagi sejak hari terang tanah. Tukiyem, 68 tahun, warga Sayidan, Prawirodirjo, Kecamatan Gondomanan, dan Watinem, 64 tahun, warga Gunung Ketur, Kecamatan Pakualaman, datang ke sana naik becak. Eh, tiba di sana, mereka hanya disambut selembar pengumuman penundaan pembayaran bantuan.

Anne L. Handayani, Agus Supriyanto, Agung Sedayu, Cornila Desyana, M Syaifullah (Yogyakarta), Edi Faisol (Brebes), Darlis (Poso), Jems de Fortuna (Kupang), dan tim Tempo

Bantuan Langsung Tunai 2008Total penerima: 19,12 juta rumah tangga Lokasi: 33 provinsiTotal dana: Rp 14,17 triliunRp 13,38 triliun untuk dana bantuanRp 806,64 juta untuk biaya operasional

Proses pembagian:Tahap I (Juni-Agustus 2008): Rp 4 triliunTahap II (September-Desember 2008): Rp 9,38 triliun

Pencairan perdana: Sabtu pekan lalu, 844.730 keluarga di 10 kota (antara lain Jakarta, Medan, Palembang, Banjarmasin, Makassar, dan Kupang) menerima dana bantuan Rp 253,24 miliar.

10 Besar Provinsi Penerima Bantuan

ProvinsiJumlah Penerima
Jawa Timur3.236.680
Jawa Tengah3.190.988
Jawa Barat2.905.234
Sumatera Utara944.972
Lampung785.059
Banten702.049
Sumatera Selatan683.181
Nusa Tenggara Timur623.137
Sulawesi Selatan 594.966
Nusa Tenggara Barat567.605

Sumber: BPS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus