Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERTAMINA
Bank Dunia Tolak Biayai Monorel
NASIB proyek monorel kian tak menentu. Setelah Dubai Islamic Bank mundur, kini giliran Bank Dunia menampik proyek tersebut. Lembaga itu menolak tawaran Pemerintah Provinsi Jakarta karena menilai monorel tidak layak dikelola swasta.
Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo memaklumi sikap Bank Dunia. "Monorel memang tidak layak dilihat dari sisi mana pun karena swasta selalu berorientasi mencari keuntungan," katanya setelah menerima perwakilan Chief Financial Officer Bank Dunia Vicenzo La Via di Balai Kota, Kamis pekan lalu.
Keputusan World Bank menolak pembiayaan monorel secara resmi akan disampaikan kepada Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Meski tidak berminat, Bank Dunia akan membantu dalam proses uji tuntas proyek.
Proyek ini terkatung-katung setelah Direktur PT Jakarta Monorail Sukmawati Syukur menyatakan ketidaksanggupannya menyelesaikan persoalan pendanaan senilai US$ 450 juta (sekitar Rp 4 triliun). Sukma kemudian meminta bantuan pemerintah Jakarta. Tapi pemerintah Jakarta tak bersedia menyubsidi proyek dan meminta bantuan Badan Perencanaan mencarikan lembaga yang berminat membiayainya.
Pembangunan proyek itu sendiri dilakukan sejak 2004, tapi baru sebagian tiang pancang. Salah satu investor yang semula tertarik mendanai adalah Dubai Islamic Bank. Namun, lembaga tersebut terganjal ketiadaan undang-undang sukuk. Hingga kini belum ada investor yang berminat pada proyek yang dibangun pada masa Gubernur Sutiyoso itu.
AGROBISNIS
Izin Baru Lahan Sawit Dibatasi
MENTERI Pertanian An ton Apriyantono mengatakan pemerintah akan memperketat pemberian izin pembukaan lahan sawit di Papua. Hal itu untuk menghindari konflik antara investor dan masyarakat setempat, seperti di Kalimantan dan Sumatera. Ia juga meminta Pemerintah Provinsi Papua membatasi pengelolaan area sawit 20 ribu hektare untuk setiap pengusaha.
"Papua harus belajar dari Sumatera dan Kalimantan," ujarnya seusai pembukaan World Palm Oil Summit and Exhibition di Jakarta, Rabu pekan lalu. Pembatasan pengelolaan itu, menurut Anton, dilakukan agar para pengusaha sawit memperhatikan lingkungan. "Saya tak ingin ada pengusaha yang menggunakan area gambut berkedalaman lebih dari tiga meter untuk sawit, seperti di Riau. Saya perintahkan itu dihentikan," katanya.
Wakil Presiden Jusuf Kalla juga mendesak pengusaha kelapa sawit agar memikirkan kesejahteraan masyarakat sekitar perkebunan. "Indonesia adalah produsen minyak sawit nomor satu di dunia, tapi mengapa masyarakat sekitar perkebunan justru menderita," katanya. Ia juga mengingatkan agar pengusaha memperhatikan lingkungan.
Menurut data Departemen Pertanian, total luas lahan perkebunan sawit di Indonesia sampai dengan 2007 adalah 6,6 juta hektare, dengan total produksi 17 juta ton. Tahun ini pemerintah menargetkan perluasan lahan sawit hingga 1,5 juta hektare. Lebih dari 4 juta orang terlibat langsung dalam industri pengolahan sawit.
JALAN TOL
Investor Jalan Tol Lempar Handuk
Pemerintah bersiap mencari investor baru untuk membangun ruas jalan tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu. Hal itu dilakukan setelah PT Kresna Kusuma Dyandra Marga, juragan lama, mengaku tak sanggup melanjutkan proyek. "Mereka sudah angkat tangan," kata Ketua Badan Pengatur Jalan Tol Nurdin Manurung, Kamis pekan lalu.
Kresna Kusuma, menurut Nurdin, mengalami kesulitan mengumpulkan modal Rp 2 triliun yang menjadi syarat pencairan pinjaman. Padahal, pada 16 Januari lalu, Kresna Kusuma dikabarkan sudah mendapatkan komitmen pinjaman Rp 4,2 triliun dari sindikasi perbankan yang dipimpin BNI.
Setelah Kresna Kusuma mundur, kini Badan Pengatur masih menimbang-nimbang opsi bagi konsorsium tersebut. Bagi calon investor yang bakal masuk, Badan Pengatur akan memasang syarat lebih ketat. "Hanya yang bermodal yang boleh masuk," ujar Nurdin.
Kresna Kusuma merupakan konsorsium lima perusahaan, yakni PT Investa Kusuma Artha, PT Kresna Tara, PT Dyandra Panca Graha, PT Kusuma Chandra Buana, dan Jasa Marga. Di konsorsium ini, Investa punya andil terbesar, 35 persen.
BISNIS HIBURAN
Ekspansi Jaya Ancol
BISNIS Ciputra makin hari kian moncer saja. Salah satu sayap bisnisnya, PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk., akan melakukan ekspansi bisnis taman rekreasi dan properti ke Vietnam serta Kamboja mulai tahun ini.
Teuku Sahir, Wakil Direktur Pembangunan Jaya Ancol Bidang Rekreasi, mengatakan investasi di Kota Ho Chi Minh, Vietnam, itu akan direalisasi dengan menggandeng pengelola taman hiburan setempat, Suoi Tien Amusement Park. Adapun investasi properti akan direalisasi dalam bentuk pembangunan apartemen atau penginapan seperti konsep yang ada di Taman Impian Jaya Ancol.
Kesepakatan kerja sama antara pengelola taman rekreasi terpadu Taman Impian Jaya Ancol dengan Suoi Tien itu berlaku lima tahun. Untuk dua tahun pertama, investasi diperuntukkan bagi pembukaan wahana Dolphin Show senilai Rp 10 miliar, dengan penyertaan modal masing-masing 50 persen. Hal yang sama akan dilakukan Jaya Ancol di Phnom Penh, Kamboja. Di kota itu, anak perusahaan Ciputra Group tersebut berniat membangun taman rekreasi terpadu. Investasinya ditaksir melebihi US$ 5 juta. "Mereka sangat antusias dengan proposal yang kami ajukan," kata Teuku. Ia berharap, dua tahun setelah Dolphin Show di Vietnam berjalan, proyek di Kamboja sudah mulai dikerjakan.
INFLASI
Siap-siap Naik
Kembalinya Boediono ke gedung Thamrin sebagai Gubernur Bank Indonesia yang baru disambut tantangan mengerem tekanan inflasi yang diperkirakan melaju ke level 12 persen. Tanpa kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi, Bank Indonesia memprediksi inflasi bisa melampaui sembilan persen. Tapi keputusan pemerintah menaikkan harga minyak rata-rata 30 persen dikalkulasikan menambah inflasi tahunan tiga persen.
Dampak kenaikan harga bahan bakar minyak itu, kata Boediono, tidak bisa diatasi dengan kebijakan moneter. Namun, Bank Indonesia siap meminimalkan dampak lanjutan kenaikan harga itu terhadap inflasi dan nilai tukar. "Caranya, dengan kebijakan moneter yang ketat."
Deputi Gubernur Bank Indonesia Hartadi A. Sarwono menambahkan, Bank Indonesia memang fleksibel untuk menaikkan suku bunga acuan, BI Rate, dalam mengantisipasi tekanan inflasi. Tapi kebijakan moneter tidak bisa berdiri sendiri mengendalikan dampak kenaikan harga minyak. Dari sisi pemerintah, perlu dipastikan tak ada gangguan terhadap pasokan dan distribusi barang.
Menurut perhitungan Purbaya Yudhie Sadewa, Kepala Ekonom Danareksa Research Institute, bank sentral masih memiliki ruang sedikitnya 100 hingga 125 basis point untuk menaikkan BI Rate hingga akhir tahun. Itu berarti, BI Rate akan berada di kisaran 9,25-9,5 persen dari level sekarang, 8,25 persen. Pada level itu, "Ekonomi masih bisa jalan."
Bahkan, kata dia, bank sentral tak perlu takut jika suku bunga lebih rendah daripada inflasi. Buat asing, Indonesia tetap menarik dengan bunga sembilan persen, sedangkan Amerika Serikat hanya memberi dua persen. "Yang penting, Bank Indonesia memberi sinyal bahwa dia concern terhadap inflasi," tuturnya kepada Tempo pekan lalu.
TELEKOMUNIKASI
Pemerintah Minta Banding Kasus Telepon Desa
Setelah diputus bersalah oleh majelis hakim pengadilan tata usaha negara, panitia tender telepon pedesaan memutuskan banding. "Hari ini juga," kata David Abraham, pengacara panitia tender, Kamis pekan lalu.
Menurut Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi Basuki Yusuf Iskandar, pengadilan semestinya memenangkan panitia tender. Sebab, panitia mempertimbangkan kepentingan yang lebih besar saat memutuskan membatalkan proses tender itu. Akibat putusan tersebut, bisa dipastikan pembangunan telepon pedesaan bakal molor lagi.
Sengketa panitia tender melawan PT Asia Cellular Satellite itu bermula ketika Direktorat Pos dan Telekomunikasi membuka tender pembangunan telepon pedesaan akhir tahun lalu. Ketika proses tender hampir berakhir dan tinggal dua peserta tersisa, yakni Asia Cellular dan PT Telkom, panitia tender malah membatalkan proses itu. Padahal saat itu Asia Cellular begitu percaya diri bakal jadi pemenang.
PROPERTI
Retail dan Kondominium Terpukul
RENCANA pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak dan naiknya suku bunga diprediksi akan memukul pusat belanja dan kondominium. Chairman Jones Lang LaSalle Lucy Rumantir mengatakan, merujuk pada pengalaman 1998, kedua sektor properti itu yang paling rentan terimbas efek perlambatan pertumbuhan ekonomi. Sebab, retail dan kondominium adalah sektor properti yang dibeli untuk kepentingan investasi.
"Ini berbeda dengan properti jenis perumahan yang merupakan kebutuhan primer," kata Lucy, Rabu pekan lalu. Dia mencontohkan kondisi krisis 1998, yang mengakibatkan banyak retail gulung tikar dan terhentinya proyek kondominium. Kala itu, pengelola pusat belanja hanya menagih biaya servis agar propertinya tetap hidup.
Menurut Head of Research Jones Lang LaSalle Anton Sitorus, tingkat penjualan kondominium dalam dua tahun terakhir ini memang menurun. Penjualan kondominium pada 2006 mencapai 8.000 unit, kemudian turun menjadi 7.000 unit pada 2007. "Penjualan tahun ini diprediksi tak jauh berbeda," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo