JIKA pamong salah, apa hukumannya? Lari pagi dan sore. Itu terjadi di Desa Mayahan, Grobogan, Jawa Tengah. Beberapa perangkat desa, awal bulan lalu, setiap pagi dan sore mandi keringat gara-gara buku letter milik desa raib. Itu bukan sembarang buku. Paling tidak 800 kepala keluarga menggantungkan nasib mereka pada benda yang jadi tanda bukti pemilikan tanah itu. Pernah seorang penduduk gagal mengurus warisan gara-gara buku keramat itu belum ketemu. Pencarian lantas digalakkan. Bukan hanya para polisi, tapi para dukun pun dikerahkan melacak buku sakti yang menguap dari balai desa, sejak Juli lalu. Anehnya, tak ada tanda-tanda kerusakan di tempat penyimpanan. "Tergores pun tidak," kata Kastam, 47 tahun, penjabat Kepala Desa Mayahan, kepada I Made Suarjana dari TEMPO. Padahal, sehari-hari kunci brankas dipercayakan kepada Carik Desa. Kastam segera menghadap atasannya, bersama tujuh kepala dukuh dan sembilan pamong desa. Rombongan diterima Camat Tawangharjo, Djoko Rahardjo. Perintah Camat: Kastam dan semua perangkat desa harus terus melacak. Tapi ada tambahan dari kepala desa: mereka juga diwajibkan apel pagi dan sore. Selesai apel, mereka diharuskan lari-lari ke Desa Rejosari, sejauh 1 1/2 kilometer p.p. "Saya tak merasa dihukum. Lari pagi 'kan sarapan saya sehari-hari," ujar Kastam, tentara berpangkat sersan kepala itu. Tapi bagi Idris, olah raga seperti itu sangat meletihkan dia. Kepala Dusun Sumberejo ini sudah 60 tahun. "Setua ini disuruh lari Wah, ya berat. Tapi, ya, saya ikuti saja. Saya takut," katanya. "Anggap saja sebagai olah raga," kata Pak Camat Djoko. Ditambah nasihatnya di tengah suasana SEA Games ke-14 ini, "Kalau badan sehat jiwa tak sakit-sakitan. Dan mental ikut pula sehat. Jika mental sehat, Saudara-saudara tentu tidak mengambil buku letter C. Ya, to?" Bisa aja, Pak Camat. He-he-he. Yusroni Henridewanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini