Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Lempad Adalah Seorang Jenius…

4 Agustus 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBAGAI pencinta seni, Antonio Casanova dan istrinya, Ana Gaspar, begitu terpesona oleh karya I Gusti Nyo­man Lempad yang tersimpan di Museum Neka, Ubud, Bali. "Kami merasa melihat karya Lempad seperti melihat karya maestro Pablo Picasso atau Michelangelo," kata Casanova.

Kejadian sekitar tujuh tahun lalu itu mendorong mereka terus berusaha mencari informasi mengenai kehidupan Lempad dan karya-karyanya. Ternyata informasi tentang karya Lempad sangat sedikit yang bisa diperoleh, itu pun hanya sepenggal-sepenggal.

Hal itu memunculkan tekad Casanova dan istrinya membuat sebuah buku yang dapat menampilkan Lempad secara utuh sebagai seniman besar dari Bali. Riset yang serius disiapkan, termasuk mengajak budayawan Jean Couteau, yang telah lama tinggal di Bali. Mereka menelusuri kehidupan masa lalu Lempad hingga keberadaan karyanya yang tersebar di berbagai penjuru dunia.

Apa hambatan terbesar dalam penulisan buku ini?

Yang paling sulit mendapatkan informasi yang akurat untuk orang yang sudah lama meninggal karena tidak ada yang meyakini bahwa informasi yang dimilikinya 100 persen benar. Jadi kami harus mencocokkan keterangan antara satu orang dan orang yang lain. Ini juga untuk mengkonfirmasi karya-karya yang dibuat oleh Lempad karena setelah sekian lama tentu ada karya orang lain yang mirip dengan karya dia.

Bagaimana cara mengenali karya Lempad?

Untuk karya yang ada di Bali, kami mengandalkan keterangan dari orang-orang yang pernah dekat dengan Lempad dan masih hidup hingga hari ini. Tentu kami juga kemudian mengenali adanya pola dalam karyanya yang bisa kita rasakan ketika karya itu memang asli. Tapi yang lebih sulit lagi tentu memahami mengapa dia membuat karya semacam itu.

Bisa dicontohkan?

Di Pura Pengastulan di Gianyar ada yang unik karena semua patung tidak selesai dan ada permak­luman di situ. Ada dua kemungkinan karena dia ingin orang-orang tahu cara membuat patung atau dia mempunyai mental modern yang kadang menyukai sesuatu yang abstrak. Ini juga sejalan dengan adanya banyak gambar yang belum selesai. Kadang patung menjadi serasa cantik sekali, seperti patung Men Brayut yang layaknya modern art.
Dia juga bisa berhenti tiba-tiba kalau merasa sudah tidak ada taksu lagi dalam dirinya untuk menyelesaikan karyanya. Maka dia akan berhenti dan merasa bahwa hanya Tuhan yang sempurna. Semua masuk ke personalitas, sehingga orang yang mau memahami karyanya haruslah orang yang mencari seni dan keindahan secara personal.

Kesan Anda sendiri terhadap Lempad?

Lempad adalah orang yang jenius. Meskipun awalnya berkarya untuk melayani Puri Ubud, dia kemudian berhasil menemukan jalannya sendiri. Di Pengastulan, misalnya, ada topeng yang dibuat seperti topeng Polinesia yang bila diputar akan ada wajah yang berbeda. Ide ini banyak diterapkan di karya tradisional Polinesia. Tapi mengapa dia bisa membuat dan menikmatinya? Itu karena dia seorang maestro yang bisa memainkan apa saja untuk menghasilkan suatu karya seni yang menarik.

Bagaimana Anda memandang hubungan Lempad dengan Walter Spies?

Hubungan dengan Walter Spies sangat unik karena Spies juga sangat kagum pada Lempad, yang saat itu mengerjakan pembangunan rumahnya di Ubud. Lalu Spies memberikan kertas sekaligus mengenalkan pandangan seni bukan hanya untuk komunal, melainkan juga buat kesenangan, sehingga mengawali era seni modern di Bali.
Spies juga memberi banyak informasi ketika Lempad bisa melihat buku-bukunya sebagai perbandingan untuk karyanya. Hasilnya bisa dilihat: karya relief di Pura Samuan Tiga di Desa Bedulu, Gianyar, hampir sama dengan karya Milano pada 1527 yang tersimpan di Museum Louvre, Paris, ketika ada pohon yang penuh buah.

Bagaimana kondisi karya-karya Lempad pada saat ini?

Karya Lempad tersebar di seluruh penjuru dunia. Meskipun ada yang tersimpan sebagai koleksi keluarga yang sulit dilihat orang lain. Ada satu karya semacam self portrait yang tersimpan di sebuah keluarga mirip dengan Mona Lisa dan sangat indah. Tapi itu sulit dilihat publik. Kami juga sempat kesulitan mengakses koleksi dari Margaret Mead yang disimpan di Congress Library, tapi akhirnya bisa juga. Saya merasa dalam penulisan buku ini dibantu oleh roh Lempad sehingga terus berjalan dan menemukan hal-hal baru.

Apakah setelah penerbitan buku ini karya Lempad akan diburu kolektor?

Kemungkinan karya Lempad akan dicari sangat besar. Saya tahu sekarang sudah ada yang mengumpulkan karya ketika saya mulai mengerjakan buku ini. Mungkin mereka merasa akan ada keuntungan yang sangat besar. Saya juga mendapat info akan ada pameran besar di Ubud untuk karya-karya Lempad. Tapi saya tidak memikirkan hal itu. Saya percaya buku ini adalah penghargaan untuk seniman besar yang berdedikasi yang mungkin tidak akan muncul lagi dalam era kita.
Tapi ada juga orang-orang yang saya kenal mengaku sulit berspekulasi dengan karya Lempad karena jumlahnya yang ada di pasar sangat sedikit. Lebih baik mereka berspekulasi dengan pelukis baru yang bisa diharapkan harga karyanya akan melejit pada tahun-tahun mendatang.

Berapa biaya pembuatan buku ini?

Biaya pembuatan buku ini mungkin mencapai Rp 2 miliar, karena riset yang sangat lama dan kami harus menelusuri karya yang tersebar di Jakarta, Amerika, dan tempat lain. Buku ini dijual seharga 2 juta dan saat ini baru dicetak 3.000 eksemplar. Sudah ada yang saya berikan secara gratis ke museum dan universitas. Untuk di luar Indonesia juga akan dicetak versi yang lebih lengkap karena ada karya-karya Lempad yang mungkin bisa dinilai kurang sopan kalau dimuat di edisi Indonesia karena berbicara tentang erotisme.

Rofiqi Hasan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus