Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Tubuh-tubuh Erotis Lempad

4 Agustus 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PARA pelukis Bali memperlihatkan rekam genial dalam memahami, menafsir, dan merumuskan tubuh. Tubuh, dalam seni lukis Bali, berevolusi dalam lapis-lapis eksplorasi: dari stilistik primitif, figurasi distortif-surealistik magis, ragam karakter wayang, hingga citra naturalistik tubuh sehari-hari.

Adalah Gusti Nyoman Lempad, nun pada 1930-an, tampil sebagai garda depan menatah tubuh menjadi watak roh yang tampak. Dalam gambar-gambarnya, Lempad mengelupas tubuh dari pernik-pernik atribut status sosial. Ia kritis terhadap perangkat tubuh yang ornamentik. Tubuh dalam karya Lempad adalah tubuh telanjang, tanpa kemewahan simbol-simbol sejarah.

Lihat, misalnya, nyaris semua tubuh dalam karya Lempad hanya memakai kain sederhana sebatas perut. Lempad begitu berani menelanjangi tubuh yang dalam potret lukisan wayang Kamasan (berkembang dari abad ke-15 di Klungkung) begitu anggun penuh atribut busana dan beragam bentuk mahkota kepala sebagai peran ketokohan. Motif busana dan ornamentik mahkota kepala menjadi penanda absolut dalam kisah jagat wayang.

Seni lukis Lempad lahir dari tradisi gambar. Semua subyek gambar Lempad adalah riwayat goresan garis. Lempad adalah master garis. Kelincahan dan gestur garisnya meliuk bebas, kemudian mewujud menjadi subyek dalam beragam narasi gambar hasil tafsir atas cerita, dongeng, dan epos klasik. Erotisme menjadi salah satu jawaban—menunjuk pada upaya sadarnya membangun dekonstruksi atas mitos-mitos.

Seniman kelahiran Bedahulu pada 1862 ini kerap memetik kisah Ramayana dan Mahabharata, lakon Jayaprana, Arjuna Wiwaha, dan Dukuh Saladri dari bagian-bagian yang paling erotis, yang untuk kebanyakan seniman Bali pada eranya barangkali tabu melakukan itu.

Dalam kisah tradisi, misalnya, Rama dan Sinta tidak pernah dituturkan sebagai suami-istri yang acap beradu kasih di peraduan. Tapi Lempad meyakini jalan erotis tetaplah lekat dalam drama kehidupan mereka. Maka lahirlah beragam seri karya erotis, dari kisah percintaan Rama-Sinta sampai Arjuna-Supraba, seperti terlihat dalam pameran lukisan Lempad di Arma Museum, Ubud, bersamaan dengan peluncuran buku Lempad: A Timeless Balinese Master, 18 Juni lalu.

Bila kita cermati, figurasi drama percintaan Rama-Sinta ala Lempad tergambar jelata, sebagaimana ajaran Kama Sutra. Lempad membumikan praktek cinta sebagai jalan merajut rasa bahagia, kesetiaan, serta hal-hal yang terkait dengan kesehatan dan panjang umur. Penggambaran kesensualan seperti itu jelas kehendak untuk memanusiawikan kisah Ramayana yang telah terlalu sakral di Bali.

Selain itu, Lempad acap mengkhayalkan bagaimana perilaku para kesatria, seperti Laksamana, ataupun raja kera Sugriwa atau Anoman sedang berada di kamar ganti (ruangan yang biasa digunakan untuk berdandan). Dalam sehelai kertas berukuran kecil, Lempad menggoreskan sosok Laksamana dan Sugriwa (walau terlihat seperti gambar yang belum utuh selesai) seperti menerangkan bagaimana dua tokoh ini sedang bersiap memakai busana penutup (karya "tanpa judul" yang mengisahkan Laksamana telanjang dan Tuwalen menutup mata, berukuran 25 x 30 sentimeter, tanpa tahun koleksi Dewangga Gallery, Ubud).

Kisah sehari-hari bagaimana para kesatria utama berdandan di ruang ganti itu oleh Lempad malah disandingkan dengan subyek gambar Tuwalen (tokoh goro-goro abdi Rama versi wayang kulit Bali) yang menutup mata dengan semua jemari, tapi setengah melirik, hingga detail kemanusiaan jelata juga terungkap. Di sinilah Lempad bagai dalang menghadirkan goro-goro sebagai laku penting di tiap plot narasi. Di sinilah, dengan menampilkan sisi-sisi erotis, Lempad berusaha memanusiawikan kesakralan teks.

Wayan Kun Adnyana, Kandidat Doktor Bidang Kajian Seni Rupa Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus