Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Letusan Seperti Tambora Pasti Terjadi Lagi

30 Maret 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dua ratus tahun setelah gunung berapi Tambora meletus pada April 1815, Universitas Bern di Swiss dan Oeschger Centre for Climate Change Research akan menggelar konferensi internasional bertajuk "Volcanoes, Climate, and Society: Bicentenary of the Great Tambora Eruption".

Konferensi yang digelar pada 7-11 April 2015 di Bern, Swiss, itu akan diikuti pakar geologi, iklim, hingga ahli seni. Semua ingin melihat kembali kejadian itu dari perspektif ilmu pengetahuan. Juga untuk mengetahui bagaimana orang pada zaman itu mampu bertahan melewati krisis global setelah terjadinya letusan.

Para ahli sepakat letusan Tambora berdampak luas bagi kehidupan manusia. Di Eropa, akibat langsung dari letusan ini adalah hilangnya musim panas pada 1816. Gagal panen, kelaparan, dan kematian oleh penyakit adalah imbas tertutupnya paparan sinar matahari.

"Tingkat kematian cukup signifikan," kata Stefan Bronnimann, penggagas acara tersebut. Bronnimann, 45 tahun, adalah kepala penelitian bidang klimatologi di Oeschger Centre for Climate Change Research, Institut Geografi, Universitas Bern. Ia menjelaskan tujuan diadakan konferensi dan hasil yang hendak dicapai kepada Tito Sianipar dari Tempo di sela kesibukannya.

Konferensi ini khusus memperingati 200 tahun Tambora? Siapa penggagas acara ini?

Ya, konferensi ini disiapkan khusus untuk memperingati 200 tahun terjadinya letusan Tambora. Ide awalnya dari saya dan didukung oleh rekan-rekan dari Oeschger Centre, di antaranya Fortunat Joos, Martin Grosjean, Willy Tinner, dan Christian Rohr.

Adakah kesulitan mengumpulkan para ahli untuk konferensi ini?

Pembicara dari berbagai negara memiliki antusiasme yang sama (ketika membicarakan letusan Tambora). Hampir semua pembicara yang kami minta bersedia datang ke pertemuan itu nanti. Kami memang kerap mengerjakan riset tentang implikasi iklim dari erupsi gunung berapi sejak beberapa tahun lalu. Rencana konkret untuk konferensi ini sekitar dua tahun lalu dan mungkin memang banyak ahli lain punya ide yang sama.

Lantas apa yang hendak dicapai dari konferensi ini?

Tujuannya adalah mengkompilasi pengetahuan terbaru tentang dampak letusan Tambora pada 1815 terhadap kondisi atmosfer, iklim, ekonomi, dan sosial. Ini termasuk fenomena "year without a summer" (tahun tanpa musim panas) pada 1816 di berbagai belahan dunia. Letusan ini mendorong kita menggunakan perspektif earth-system, misalnya dilihat dari sudut pandang vulkanologi, fisika atmosferik, kimia atmosferik, radiasi, klimatologi, sejarah, dan disiplin ilmu lainnya. Perspektif ini sangat menarik. Dengan cara itu kita bisa belajar dari letusan 200 tahun lalu ini.

Seberapa besar dampak letusan Tambora bagi Eropa?

Dampaknya sangat besar di Eropa, termasuk Swiss. Itu yang mendasari kami mengadakan seminar ini. Tak adanya musim panas pada 1816 membuat hasil panen berkurang dan berakibat kelaparan di Swiss. Tingkat kematian naik siginifikan. Temperatur turun 3-4 derajat Celsius di bawah normal dan sedimentasi (tanah) lebih tinggi 80 persen.

Bahkan peristiwa ini menjadi bahan penelitian para ahli di Swiss sejak beberapa tahun lalu dan memunculkan sejumlah pandangan baru. Keikutsertaan ilmuwan Swiss dalam riset "year without a summer" adalah alasan kedua mengapa konferensi atau seminar ini diadakan di Swiss.

Anda punya teori tentang musim panas yang hilang pada 1816 itu?

Penyebab meningkatnya curah hujan masih belum bisa dimengerti secara penuh. Hipotesis kami, erupsi Tambora menyebabkan pendinginan global permukaan tanah yang lebih besar dibanding pendinginan pada permukaan samudra. Konsekuensinya, monsoon melemah pada musim panas berikutnya. Karena pelemahan di Asia dan sebagian di Afrika, jalur angin berubah ke arah selatan dan membawa hujan lebih banyak ke sebelah selatan dan tengah Eropa. Tapi itu hanya hipotesis.

Apa relevansi mempelajari letusan Tambora?

Pertama, jika erupsi seperti itu terjadi lagi, kami berharap kita sudah siap. Mampukah kita memprediksi cuaca dan iklim setahun setelah letusan? Bisakah kita memprediksi kemungkinan kegagalan panen karena adanya perubahan variabel iklim? Kedua, adanya usul untuk menggunakan rekayasa iklim untuk mengurangi pemanasan global. Tambora memberi kita pelajaran penting mengenai hal tersebut. Selain itu, kami berharap ada kemajuan dari pemahaman dasar kita tentang proses di atmosfer, termasuk reaksi kita terhadap hal tersebut.

Apakah letusan serupa pada Tambora bisa terulang?

Ini adalah salah satu isu yang hendak kita bicarakan dalam konferensi nanti. Tapi jawabannya iya. Letusan seperti Tambora pasti akan terjadi lagi. Entah dalam periode 800 tahun sekali entah 8.000 tahun sekali. Itulah yang akan menjadi salah satu bahan diskusi nanti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus