Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Aprilian Tika menjadi model plus-size di panggung runway Jakarta Fashion Week 2024.
Shahnaz menjadi model plus-size asal Indonesia pertama yang tampil di London Fashion Week.
Kampanye tentang body positivity kerap disalahartikan sebagai promosi obesitas.
Ada pemandangan tak lazim di panggung runway Jakarta Fashion Week (JFW) pada 28 Oktober lalu. Model-model "kutilang" (kurus, tinggi, langsing) yang biasa berlenggak-lenggok digantikan belasan perempuan bertubuh gemuk. Mereka adalah model plus-size.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Satu di antara model-model gemuk itu adalah Aprilian Tika. Perempuan 29 tahun itu mengenakan dress panjang berwarna putih yang dikombinasikan dengan luaran lengan panjang berkelir biru transparan. Ia mengenakan koleksi terbaru Bigissimo, merek pakaian khusus perempuan bertubuh besar atau plus-size.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bigissimo mencetak sejarah di panggung JFW 2024 dengan menghadirkan model plus-size. Dalam merayakan debutnya di pergelaran mode terbesar se-Asia Tenggara ini, Bigissimo menampilkan koleksi terbaru bertajuk "Manifesto".
Tak pernah terbayangkan dalam pikiran Tika bahwa suatu saat ia bakal menjadi peragawati. Dia pernah minder dan merasa tidak pantas berada di atas panggung karena tinggi badannya hanya 155 sentimeter. "Berat badan aku sudah tiga digit, 108 kilogram," kata Tika di kantor Tempo, Jakarta, Kamis, 16 November lalu.
Jalan menjadi model terbuka ketika ia mendapat tawaran dari influencer yang meluncurkan fashion brand plus-size. Padahal, meski lulusan sekolah fashion, Tika tak punya pengalaman menjadi model.
Model memperagakan busana Bigissimo dalam Jakarta Fashion Week (JFW) 2024 di Mal Pondok Indah 3, Jakarta, 28 Oktober 2023. Dok. Bigissimo
Sejak saat itu, tawaran sebagai model plus-size berdatangan. Tak hanya sebagai model untuk pakaian, Tika juga menjadi model untuk produk skincare, pembalut, hingga pewangi pakaian. Dalam dua tahun terakhir, wajahnya muncul di sejumlah iklan televisi hingga akhirnya dihubungi pihak JFW yang sedang mencari talenta untuk jalan di runway.
Lulusan Institut Kesenian Jakarta ini mengaku sampai menangis setelah mendapat tawaran itu. Bahkan, sampai hari acara, ia masih belum percaya bisa berdiri di atas panggung JFW. Walau belum pernah belajar modeling, Tika mengaku hanya berjalan dengan percaya diri. "Karena kami plus-size, jadi kayak no rules gitu. Yang penting happy di depan kamera," ucapnya.
Dari panggung JFW ini, Tika pun berharap kesempatan bagi para model plus-size semakin terbuka di industri fashion.
Selain Tika, Shahnaz Indira berada di panggung yang sama sebagai model plus-size. Namun ini bukanlah runway pertama bagi perempuan 20 tahun itu. Ia sudah melakukan debut internasional di London Fashion Week Spring/Summer 2023 pada tahun lalu.
Di usianya yang masih muda, Shahnaz menjadi model plus-size asal Indonesia yang pertama kali tampil di panggung London Fashion Week dan mengenakan karya desainer Simone Rocha. Padahal kariernya sebagai model dimulai secara tidak sengaja.
Saat masa pandemi, gadis keturunan Aceh ini tengah mengikuti pembahasan mengenai seni dan fashion di aplikasi jejaring sosial berbasis percakapan suara, Clubhouse. Salah satu peserta diskusi itu adalah manajer Ivy Models, agensi yang saat ini menaungi Shahnaz.
Model plus size, Shahnaz Indira, berpose di Jakarta, 15 November 2023. TEMPO/ Hilman Fathurrahman W
Melalui pesan langsung di Instagram, pihak Ivy Models menawarkan Shahnaz bergabung di agensi sebagai model plus-size. "Aku anaknya 'ya sudah, coba saja' gitu kan. Akhirnya aku ketemuan sama manajer aku yang sekarang. Ya sudah, deh, jadi model," ujar mahasiswa Universitas Binus tersebut.
Dengan tinggi badan 180 cm, Shahnaz mengaku sering disarankan teman-temannya untuk menjadi model. Namun, kata Shahnaz, temannya juga menyebutkan ia harus menguruskan badan. Kini ia telah membuktikan bahwa, dengan postur tubuh curvy, dirinya mampu berkarier sebagai model.
Kemunculan brand Bigissimo di panggung JFW, menurut Shahnaz, membuktikan bahwa makin banyak fashion brand yang terbuka dengan perempuan plus-size.
Namun, kata Shahnaz, plus-size fashion di luar negeri jauh lebih banyak dan punya pasar sendiri. “Banyak desainer yang sudah diverse. Kayak, ya sudah, mereka bikin baju buat semua body shape," tuturnya.
Founder Komunitas Xtra-L, Ririe Bogar, mengatakan model plus-size dulunya sama sekali tak dilirik industri fashion. Keberadaan mereka baru ramai dibahas pada 2017, ketika muncul kampanye body positivity dan body diversity di media sosial.
Sayangnya, kata Ririe, saat ini masih banyak jenama fashion yang menganggap perempuan plus-size mana pun bisa diklaim sebagai model. Padahal ada juga model plus-size yang memang sudah terlatih. Salah satunya para model yang bernaung di bawah manajemen milik Ririe.
Kendati demikian, Ririe tak ambil pusing. "Yang penting orang melihat di dunia fashion ini bahwa ukuran besar memang ada dan tubuh perempuan itu macam-macam bentuknya," ujar perempuan kelahiran 3 Juli 1974 itu.
Ririe mengatakan saat ini mulai tersedia ruang bagi perempuan plus-size berlenggak-lenggok di panggung runway. Salah satu penyebabnya adalah kebutuhan pasar. Ririe menuturkan kini makin banyak perempuan atau orang berbadan besar sehingga kebutuhan akan produk plus-size fashion meningkat.
Di sisi lain, Ririe mengaku masih berjibaku dengan sejumlah tantangan agar para model plus-size bisa diterima industri fashion Tanah Air. Penulis buku Cantik Itu Ejaannya Bukan K.U.R.U.S tersebut melihat, ketika acara fashion menampilkan model plus-size, orang cenderung datang untuk melihat seperti apa orang gemuk berjalan.
"Jadi bukan pay attention ke fashion seperti apa, melainkan kayak pertunjukan. Mereka penasaran pengin lihat orang gemuk jalan kayak model, tuh, gimana," tuturnya.
Karena itu, Ririe mengatakan masyarakat masih perlu diedukasi tentang keberagaman bentuk tubuh. Ia sendiri merupakan salah satu pemengaruh di Instagram yang kerap menyuarakan body positivity. Dia juga mengkampanyekan untuk berhenti mengomentari fisik orang lain.
Model plus size, Sinta Laras Sati, tampil dalam Solo Batik Fashion ke-15 di Koridor Gatot Subroto, Solo, Jawa Tengah, 14 Oktober 2023. Dok. Kurniawan Adi Saputra
Namun kampanye tentang body positivity itu pun kerap disalahartikan sebagai promosi obesitas. Sinta Laras Sati, misalnya, kerap dianggap teman-temannya berlindung di balik tubuh gemuknya. Padahal, kata Sinta, diet tidak bisa dilakukan secara instan.
Meski punya bobot 100 kg, model plus-size yang tampil dalam Solo Batik Fashion ini mengaku tetap mengontrol berat badannya agar tidak makin naik. "Aku pagi tetap stretching. Aku mau hidup sehat. Diet enggak semudah membalikkan telapak tangan," ujarnya.
Perempuan 28 tahun itu juga pernah mencoba diet dengan mengurangi porsi nasi. Namun, bukan bobot tubuhnya yang turun, malah pencernaannya bermasalah. Karena itu, kini ia memilih menerapkan hidup sehat dengan banyak mengkonsumsi buah-buahan.
Aprilian Tika juga mengaku tak berlindung dan menormalisasi tubuh plus-size miliknya. Ia mengatakan perjalanan diet tiap orang berbeda. Dia pernah berhasil menurunkan berat badan agar terlihat cantik. Namun ia malah merasa hampa. "Enggak kayak sekarang, lebih elevate happiness-nya."
Yang terpenting, kata Tika, perempuan bertubuh gemuk tidak perlu dirisak. Melalui konten-konten di media sosial, Tika terus menebarkan hal positif agar makin banyak orang yang pikirannya terbuka tentang perempuan plus-size. "Kami-kami ini sedang berjuang biar bisa kayak, ya sudah, cewek plus-size itu ada di muka bumi. Gendut tuh ada. Jadi enggak usah dianggap aneh lagi."
Founder Komunitas Xtra-L, Ririe Bogar. Dok. Pribadi
Sebagai pemengaruh body positivity, Ririe paham betul apa yang dialami Sinta dan Tika. Tak sedikit tuduhan mempromosikan obesitas dilayangkan kepadanya hanya karena mengkampanyekan self love. Padahal Ririe menegaskan bahwa mencintai diri sendiri bukan berarti sembarangan dengan tubuhnya. "Melainkan mengapresiasi apa yang kita punya. Jangan dengan badan gede, kita jadi enggak ngapa-ngapain," ucapnya.
Di Instagram, Ririe kerap mengedukasi pengikutnya, terutama yang memiliki tubuh gemuk, untuk rajin berolahraga. Ia juga pernah menggelar talk show tentang kesehatan. Menurut dia, orang-orang obesitas lebih butuh edukasi ketimbang intimidasi.
Ahli gizi dari Universitas Gadjah Mada, Ulva Rezatiara, mengatakan body positivity bagi para model plus-size, dari sisi kepercayaan diri, akan menguntungkan. Sebab, hal itu bisa membuat mereka lebih menerima dan menghargai tubuhnya.
Namun, dari segi kesehatan, khususnya gizi, body positivity terkadang disalahartikan. "Kita memang harus menghargai dan mencintai tubuh kita, tapi dengan cara yang tepat," tuturnya.
Jika tubuh sudah telanjur plus-size, Ulva menyarankan pemiliknya menyayangi dan menghargai tubuhnya dengan melakukan pola hidup sehat untuk menuju indeks massa tubuh yang normal. "Sebab, ingat, konsep body size itu meningkatkan risiko penyakit degeneratif."
FRISKI RIANA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo