Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BERCELANA pendek putih dan berkaus polo merah, Akil Mochtar menjamu Hambit Bintih di rumah dinasnya, Kompleks Widya Chandra, Jakarta Selatan, pada sore, 20 September 2013. Ketua Mahkamah Konstitusi itu duduk di kursi dekat pintu. Hambit, terpisah meja, duduk menghadap teras. Sambil menyesap secangkir teh manis yang disajikan pembantu rumah, Hambit menyampaikan pemilihan Bupati Gunung Mas, Kalimantan Tengah, yang baru ia menangi.
Kepada Tempo, Hambit menceritakan kembali peristiwa itu sebelum persidangannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis pekan lalu. Calon yang diajukan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini meminta Akil "menjaga" kemenangannya yang ketika itu digugat calon lain, pasangan Jaya S. Monong-Daldin dari Partai Demokrat. Jaya menuduh Hambit bermain politik uang dan memanipulasi jumlah pemilih sehingga meraup 50,96 persen suara.
Menurut Hambit, Akil sudah tahu tujuan kedatangannya. Akil mengatakan berkas gugatan sudah ada di meja kantornya. Tentang tuduhan Jaya Monong, menurut Hambit, Akil berkomentar bahwa bupati bertahan biasanya memainkan cara-cara itu untuk memenangi pemilihan. "Kemarin wali kota juga duduk di kursi yang kamu duduki itu," kata Hambit menirukan pernyataan Akil.
Hambit segera paham "wali kota" yang disebutkan Akil. Sebab, sehari sebelumnya, ia bertemu dengan Rusliansyah, Ketua Golkar Kota Palangkaraya, dan Chairun Nisa, anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari partai yang sama. Sambil sarapan di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Rusliansyah bercerita bagaimana ia mendekati Akil untuk memenangkan Wali Kota Palangkaraya Riban Satia.
Menurut Rusliansyah, seperti dituturkan Hambit, Riban juga bertemu dengan Akil ketika kemenangannya digugat pasangan lain. Rusliansyah mengantarnya ke rumah dinas Akil pada awal Juli 2013. Pendekatannya berhasil. Panel hakim konstitusi yang dipimpin Akil mengukuhkan kemenangan calon dari Partai Golkar itu. "Jika ingin mulus, pengacaranya mesti yang ditunjuk Akil," ujar Rusliansyah. Chairun Nisa menimpali dan menyatakan membawa Rp 500 juta ke pengacara itu.
Hambit mengenal Rusliansyah sejak 2002. Waktu itu, Hambit menjadi wakil bupati yang diusung Golkar, sementara Rusliansyah menjabat Sekretaris Golkar Palangkaraya. Menurut Hambit, dua bulan sebelum pemilihan Bupati Gunung Mas, Rusliansyah berpesan agar menghubunginya jika ada masalah dalam pemilihan. Ketika Jaya Monong menggugat, Rusliansyah-lah yang justru menghubungi Hambit, menawarkan "bantuan" melalui koneksi ke Akil Mochtar.
Setelah beberapa kali komunikasi, Hambit setuju menyuap Akil Rp 3 miliar. Uangnya kemudian diserahkan Cornelis Nalau Antun, bendahara tim sukses Hambit, bersama Chairun Nisa ke rumah Akil pada 2 Oktober 2013 malam. Pada saat itulah Komisi Pemberantasan Korupsi, yang telah lama menguntit kejahatan ini, menyergap ketiganya.
SELAIN dalam pertemuan Sahid, Chairun Nisa menceritakan suap Riban Satia untuk Akil pada pertemuan dengan Hambit di Hotel Borobudur, sepekan sebelum penangkapan. Hambit mencoba menawar tarif suap yang ditetapkan Akil. Saat menawar itulah, kata Hambit, Chairun Nisa mengatakan jumlah yang harus dibayar Hambit dibandingkan dengan suap Wali Kota Palangkaraya dan Bupati Barito Utara. "Saya tanya berulang-ulang apakah kepala daerah lain juga setor uang," katanya.
Menurut Chairun Nisa, total uang yang dibayarkan Riban berjumlah Rp 2 miliar. Selain Wali Kota Palangkaraya, kata Chairun Nisa, Bupati Barito Utara menyuap Rp 4 miliar. Angka-angka ini terkonfirmasi dalam percakapan Chairun Nisa dan Akil Mochtar melalui pesan telepon seluler pada 26 September 2013. Akil, yang tak sabar menanti uang suap, meminta Chairun Nisa segera mengirimkannya dalam pecahan dolar Amerika Serikat.
"Bisa kurang enggak? 2,5 ya?" Chairun Nisa menulis.
"Janganlah. Itu sudah pas," Akil menjawab.
"Eh, waktu Wali Kota Palangkaraya kan 2 ton."
"Itu kan untuk perjuangan umat, diskon. Ini lebih kaya dari Wali Kota Palangkaraya… 3 malah kurang loh!"
Dalam sidang Kamis pekan lalu, Chairun Nisa menyatakan mendengar bahwa uang Rp 2 miliar itu dibawa Rusliansyah untuk diserahkan kepada Mahyudin dan Idrus Marham. Mahyudin tak lain Ketua Bidang Organisasi Golkar, sementara Idrus sekretaris jenderal partai itu. Uang diserahkan Rusliansyah sehari setelah putusan kemenangan Riban Satia di Mahkamah Konstitusi, 13 Juli 2013. Pesta digelar di rumah Mahyudin, Jalan Dharmawangsa, Jakarta Selatan.
Chairun Nisa tak ikut pesta kemenangan. Ia hanya hadir pada sidang putusan, lalu merayakannya bersama tim sukses di Restoran Sea Food Pondok Laguna, Pecenongan, Jakarta Barat. Tapi ia mendengar kepastian uang sudah diserahkan kepada Idrus Marham.
Chairun Nisa mengakui telah mempertemukan Riban dengan Akil dua hari sebelum Ramadan 2013. "Itu penggagasnya Rusliansyah," kata Farid Hasbi, pengacaranya. Menurut dia, sebagai sesama anggota Golkar, hubungan Rusliansyah dan Mahyudin cukup dekat. "Istri Mahyudin calon legislator Golkar nomor dua di Kalimantan Tengah," ujar Farid.
Munculnya nama Mahyudin dalam sengkarut suap Mahkamah Konstitusi ini juga dikonfirmasi oleh kesaksian aktor-aktor lain. Hambit Bintih bertemu dengan Mahyudin di rumahnya ketika dibawa Rusliansyah pada Mei 2013. Waktu itu, Rusliansyah menawari Hambit maju sebagai calon bupati dari Golkar untuk jabatan periode kedua. "Saya menolak karena sudah terikat dengan PDI Perjuangan," katanya.
Rusliansyah ketika ditemui Tempo menyangkal keterangan itu. Ia membantah berhubungan dengan Hambit, menjalin komunikasi dengan Chairun Nisa untuk merancang suap kepada Akil, bahkan bertamu ke rumah Mahyudin atau bertemu dengan Idrus Marham. "Kalau bertemu, hanya dalam acara-acara resmi partai," ujarnya. Soal penyuapan untuk Akil, "Saya tak ada hubungan dengan semua itu."
Jaksa penuntut Chairun Nisa berencana menghadirkan Rusliansyah dalam sidang Kamis pekan ini. Soalnya, kepada penyidik saat diperiksa, ia mengakui semua cerita saksi lain. Keterangan-keterangan Hambit dan Chairun Nisa tentang banyak pertemuan dan pengaturan suap ia benarkan, termasuk imbalan Rp 15 juta dari Hambit sebagai ganti ongkos pesawat bolak-balik Palangkaraya-Jakarta.
Kepada penyidik KPK, Rusliansyah mengatakan bertemu dengan Akil di rumah dinasnya bersama Chairun Nisa jauh sebelum pertemuan Hambit dan Akil, pada Maret-April 2013. "Chairun Nisa meminta Akil membantu mengamankan sebelas pemilihan kepala daerah," katanya. Selama 2013, di Kalimantan Tengah digelar pemilihan bupati dan wali kota.
Menurut Rusliansyah dalam dokumen pemeriksaan, Chairun Nisa meminta bantuan Akil agar memenangkan calon-calon dari Golkar jika kelak hasil pemilihan digugat ke Mahkamah. Tujuannya agar bisa membantu Chairun Nisa meraup banyak suara dalam pemilihan anggota DPR, April 2014. Kepada Tempo, Rusliansyah menyangkal telah memberi kesaksian seperti itu. "Saya tak pernah kontak dengan Chairun Nisa," ujarnya.
Mahyudin, Wakil Ketua Komisi Pendidikan DPR, juga menyangkal telah menjadi perantara suap dari Riban Satia untuk Akil Mochtar. "Saya tak ikut campur," katanya. Sedangkan Riban tak mau menjelaskan duduk perkaranya. "Kalau baru sebatas info dan tak ada bukti, itu fitnah," ujarnya Rabu pekan lalu.
Idrus Marham hanya mengakui pernah bertamu ke rumah Akil Mochtar. "Sesama kader Golkar tak boleh putus silaturahmi," katanya. Sebelum menjadi hakim konstitusi pada 2008, Akil adalah anggota DPR sejak 1999 dari Kalimantan Barat. Idrus menolak merinci untuk kepentingan apa ia sering berkunjung ke rumah dinas mantan koleganya itu.
Kedatangan Idrus ke rumah Akil dikonfirmasi Daryono, sopir Akil, dan dua penjaga rumahnya. Daryono, yang kini dalam lindungan KPK, mengenali Idrus yang tiga kali bertamu selama 2013 ditemani Setya Novanto, Bendahara Umum Golkar. Daryono adalah sopir Akil yang kerap mengambil uang suap dari kepala-kepala daerah yang bersengketa di Mahkamah. Sedangkan dua penjaga rumah Akil menyebut Idrus dan Setya sebagai "tamu yang selalu menyelonong masuk rumah".
Ada dua tamu Akil lain yang dikenali Daryono, yaitu Muhtar Ependy dan Chaeri Wardana. Muhtar diduga menjadi makelar perkara di Mahkamah yang mengurus dan mengatur suap pemilihan di Sumatera Selatan, yaitu Kabupaten Empat Lawang, Kabupaten Banyuasin, dan Kota Palembang. Chaeri adalah Bendahara Golkar Banten, yang pada 3 Oktober juga ditangkap dengan tuduhan menyuap Akil untuk sengketa pemilihan Bupati Lebak.
Mico Fanji Tirtayasa, asisten Muhtar Ependy, menuturkan, bosnya pernah berusaha meluaskan percaloan ke wilayah Kalimantan. Usaha ini gagal. "Selalu terbentur dengan orang-orang Golkar," kata Mico.
Selain dalam pemilihan Wali Kota Palangkaraya, nama Idrus dan Setya disebut Zainudin Amali, Ketua Golkar Jawa Timur, ketika Akil mengadili sengketa pemilihan gubernur provinsi itu. Khofifah Indar Parawansa, calon gubernur yang kalah, menggugat kemenangan gubernur bertahan, pasangan Soekarwo-Saifullah Yusuf. Dalam percakapan pesan di telepon seluler dengan Zainudin, Akil menyebut nama Idrus dan Setya sebagai pengatur suap.
Akil marah karena tak ada kejelasan tentang perantara suap dari "Tim Jatim" yang disebut Zainudin. Kepada Zainudin, Akil menumpahkan kekesalannya karena tiba-tiba dihubungi Idrus Marham dan Setya Novanto, yang juga mengaku menjadi perantara. "Suruh mereka siapkan 10 M kalau mau selamat," ia menulis.
Menurut Akil, mengutip penjelasan Idrus kepadanya, sumber uang suap adalah seorang pengusaha yang punya bisnis di Jawa Timur. Akil marah karena, seperti tertera dalam pesannya untuk Zainudin, Idrus hanya akan menyisakan sedikit untuknya. "Pusing saya menghadapi sekjen itu, kita dikibulin melulu," Akil menulis.
Dalam transkrip percakapan pada 1 dan 2 Oktober 2013 siang itu terungkap pula bahwa Idrus, Setya, dan Zainudin sebenarnya juga akan bertamu ke rumah Akil pada malam ketika tuan rumah ditangkap. Pengacara Akil, Tamsil Sjoekoer, tak menyangkal isi percakapan itu. "Tapi uangnya belum ada," ujarnya.
Zainudin, setelah diperiksa KPK, mengatakan bahwa isi pesan itu hanya bercanda. Ia menyangkal telah menjadi makelar putusan sengketa pemilihan di Jawa Timur. Begitu juga Setya Novanto, yang ketika ditanya soal ini menjawab, "Saya tak pernah ikut campur urusan pemilihan kepala daerah." Setya mengakui datang ke rumah Akil dalam berbagai acara yang dihadiri ramai-ramai.
Seorang petinggi Golkar tak heran terhadap isi percakapan Akil dan Zainudin, bahkan keterlibatan Idrus dalam banyak suap pemilihan kepala daerah. Menurut politikus senior ini, sudah lama Akil dan Idrus mengatur putusan Mahkamah. Ia juga mafhum Akil jengkel kepada Idrus, yang dianggap sewenang-wenang mengambil bagian dari uang suap.
Akil dan Idrus bergaul erat. Pada 2008, Idrus bisa meyakinkan Golkar agar mendukung Akil menjadi hakim konstitusi. Setelah gagal menjadi Gubernur Kalimantan Tengah dalam pemilihan 2007, Akil kembali ke DPR untuk menamatkan sisa jabatannya. Sebagai klik bekas Ketua Golkar Akbar Tandjung, Akil susah mendapat dukungan karena waktu itu partai dipimpin Jusuf Kalla.
Dengan gerilya Idrus, Akil mendapat sokongan suara dalam pemilihan hakim konstitusi di parlemen pada 2008. Ketika Akil ditangkap, seorang politikus kawakan Golkar sudah menduga penyelidikan KPK akan mengarah Idrus Marham dan Setya Novanto.
Bagja Hidayat, Rusman Paraqbueq, Linda Trianita (Jakarta), Reza Aditya (Palangkaraya)
Rantai Pemasaran Putusan Mahkamah
DALAM memainkan putusan sengketa kepala daerah di Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar dibantu banyak orang: dari penghubung dengan kepala daerah, perekayasa barang bukti, pengambil uang, hingga pencuci uang suap. Menurut sopirnya, Akil memainkan perkara sejak 2010, sebelum menduduki kursi ketua setahun lalu. Dalam kurun itu, setidaknya 400 sengketa pemilihan kepala daerah ia tangani.
Daryono
Sopir Akil Mochtar
Hanya menjalankan perintah bosnya, Daryono tidak mengetahui sumber duit yang dia ambil di tempat-tempat yang sudah disepakati dengan kurir penyuap. Pembawa uang mengenali Daryono dari mobil dinas Akil, Toyota Camry R 19, yang dikemudikannya.
1. Area parkir Mal Sarinah
2. Area parkir Hotel Indonesia
3. Area parkir Pacific Place
4. Area parkir TIS Square
5. Area parkir Carrefour Jalan M.T. Haryono
6. Halaman rumah pribadi Akil Mochtar di Pancoran
7. Halaman rumah dinas Akil di Widya Chandra
CV Ratu Samagat
Perusahaan milik Akil Mochtar
Daryono atas perintah Akil mentransfer uang ke rekening CV Ratu Samagat di BNI dan Bank Mandiri Cabang Abdul Muis, Jakarta. Sebelum 2013, suap dalam bentuk rupiah, setelah itu berupa dolar Amerika Serikat dan Singapura. Daryono menuliskan asal uang dari "bisnis jual-beli mobil" dan "peternakan ikan arwana", atau mencantumkan perusahaan fiktif.
AKIL KEPADA DARYONO
"Nanti ada yang telepon kau, mau kasih titipan. Ambil aja."
AKIL KEPADA CHAIRUN NISA
"Siapkan 3 ton emasnya, jangan kurang..."
AKIL KEPADA ZAINUDIN AMALI
"Saya batalin ajalah Jatim itu, pusing saya. Suruh mereka siapkan 10 M kalau mau selamat."
Muhtar Ependy
Pemilik PT Promic International
Status: Saksi
Peran: Diduga menjadi perantara suap dan merekayasa barang bukti perhitungan suara dari KPUD di tiga daerah Sumatera Selatan.
- Wali Kota Palembang Rp 8 miliar, PDI Perjuangan, (gugatan pesaingnya dikabulkan)
- Bupati Banyuasin Rp 10 miliar, Partai Golkar, (gugatan pesaingnya ditolak)
- Bupati Empat Lawang Rp 25 miliar, Partai Golkar, (gugatan pesaingnya dikabulkan)
Aset:
Kolam ikan arwana
Showroom mobil dan motor
Rumah di Kemayoran
Tanah di pelbagai tempat
Perusahaan percetakan
Chairun Nisa
Anggota Fraksi Golkar
Status: Tersangka
Peran: Menghubungkan kepala daerah dengan Akil
» Wali Kota Palangkaraya Rp 2 miliar, Golkar (gugatan ditolak)
» Bupati Gunung Mas Rp 3 miliar, PDI Perjuangan (gugatan ditolak)
» Bupati Barito Utara Rp 4 miliar, PAN (gugatan ditolak)
Susi Tur Andayani
Pengacara, bekas anak buah Akil
Status: Tersangka
Peran: Diduga menjadi perantara suap
Chaeri Wardana
Ketua DPD Golkar Banten
Status: Tersangka
Peran: Pemberi dan sumber uang suap
» Bupati Lebak Rp 1 miliar
Zainudin Amali
Ketua Golkar Jawa Timur
Status: Saksi
Peran: Penghubung tim sukses Gubernur Jawa Timur dengan Akil Mochtar
» Gubernur Jawa Timur Rp 10 miliar
Rusliansyah
Ketua DPD Golkar Palangkaraya
Status: Saksi
Peran: Menghubungkan kepala daerah dengan Chairun Nisa
Mahyudin
Ketua Bidang Organisasi Golkar
Idrus Marham
Sekretaris Jenderal Golkar
Status: Saksi
Peran: Diduga menjadi perantara dan menerima suap
Setya Novanto
Bendahara Golkar
Status: Saksi
Peran: Diduga menjadi perantara dan menerima suap
Bagja Hidayat | Sumber: Wawancara, dokumen pemeriksaan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo