Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
FITNAH bertubi-tubi yang dialamatkan kepada Joko Widodo membuat Miyono Suryo Sarjono akhirnya bersuara. Kala meresmikan Posko Gerakan Simpatisan Jokowi di Kelurahan Sumber, Surakarta, pada 12 Februari lalu, Miyono memperingatkan bahwa siasat kubu penentang Jokowi, kemenakan yang dia anggap sebagai anaknya, sudah kelewatan. “Banyak cemoohan yang dilontarkan kepada anak saya, Jokowi,” ujar Miyono.
Peran abang kandung ibunda Jokowi itu dalam karier sang keponakan terbentang jauh ke belakang. Sebelum terjun ke dunia politik dengan menjadi Wali Kota Solo, Jokowi menjumpai Miyono untuk mengutarakan niatnya. Miyono kemudian membentuk tim kecil untuk berkomunikasi dengan partai politik. Lewat jaringan Miyono pula, Jokowi berkenalan dengan F.X. Hadi Rudyatmo, Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Surakarta, yang akhirnya mendampingi Jokowi memimpin Solo pada 2005-2012.
Jauh sebelum itu, berkat Miyono-lah Jokowi bisa mulus bersekolah. Ibunda Jokowi, Sujiatmi Notomiharjo, pernah bercerita bahwa kakaknya itu selalu membayari uang pendidikan Jokowi, yang satu sekolah dengan anak sulung Miyono, Triyono Budi Warsito. “Pakdenya Jokowi itu baik. Kami kerap mengajak dia berbicara untuk banyak urusan,” tutur Sujiatmi sebagaimana dimuat Tempo pada 30 Juni 2014.
Ketika masuk Istana, Jokowi memboyong salah seorang anak Miyono, yang bernama Andi Wibowo, untuk membantunya. Andi bertugas memimpin tim media sosial Jokowi. Ia melibatkan konsultan profesional, antara lain dari Provetic, lembaga konsultan komunikasi dan analisis media sosial. Sehari-hari tim “udara” ini bermarkas di sekitar gedung Kementerian Sekretariat Negara. “Ketika musim kampanye, tim ini harus mobile karena aturan tak membolehkan kompleks Istana dijadikan lokasi tim kampanye,” kata narasumber yang mengetahui kerja tim tersebut.
Selain keluarga dari Surakarta, di lingkaran kecil Jokowi ada tim yang berisi orang-orang yang sudah menempelnya sejak dia menjabat Wali Kota Solo. Kelompok ini dikenal sebagai “Tim Solo”. “Wajar tim ini disebut ‘Tim Solo’ karena Jokowi berasal dari Solo dan anggotanya juga dari kota itu,” kata Eko Sulistyo, salah seorang anggota tim tersebut.
Andi tak bersedia menjelaskan perannya dalam mengelola media sosial Jokowi. “Saya enggak mau ditulis, jadi jangan dibahas dulu,” ujar Andi pada Jumat, 12 April lalu. Adapun Iwan Setiawan, Chief Executive Officer Provetic, mengaku sedang mengikuti rapat ketika dimintai konfirmasi. “Maaf, saya sedang meeting dengan banyak orang,” ujar Iwan. Dihubungi lagi setelah itu, Iwan tak mengangkat telepon.
Sebagai sepupu dekat, Andi cukup didengarkan Jokowi. Ia mengenalkan Arcandra Tahar, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, kepada Jokowi. Dalam wawancara dengan Tempo pada Agustus 2016, Arcandra mengatakan Andi yang membawanya ke Istana. Keduanya berteman sejak kuliah di Institut Teknologi Bandung dan sama-sama kuliah di Amerika Serikat. “Kami berdua dekat,” ucap Arcandra.
Dalam beberapa hal, Jokowi juga menerima saran kedua anaknya, Gibran Rakabuming Raka, 31 tahun, dan Kaesang Pangarep, 24 tahun. Keduanya tak setuju dengan sebagian pengguna Internet yang tersinggung oleh frasa “presiden baru” dalam cuitan bos Bukalapak, Achmad Zaky, di Twitter ketika ia berkicau tentang anggaran riset negara. Pendukung Jokowi yang menilai cuitan Zaky menyerang jagoannya kemudian menggulirkan gerakan uninstall aplikasi Bukalapak dari telepon.
Gibran dan Kaesang malah membela Zaky. Mereka kompak menyebutkan Bukalapak telah berkontribusi memajukan usaha kecil dan menengah. Kaesang menggalang gerakan menyetop penghapusan Bukalapak dari telepon dan mendukung aplikasi buatan anak Indonesia. Beberapa waktu kemudian, Zaky menemui Jokowi di Istana Negara. Pertemuan itu disebut-sebut didorong anak-anak Jokowi. Melalui Koordinator Staf Khusus Teten Masduki, Jokowi meminta pendukungnya menghentikan pencopotan aplikasi Bukalapak.
Menyatakan bahwa dia dan kedua adiknya memang dekat dengan sang ayah, Gibran menyanggah meminta ayahnya bersedia menemui Zaky. “Saya tidak punya kapasitas untuk mengatur presiden,” kata Gibran.
Selain keluarga dari Surakarta, di lingkaran kecil Jokowi ada tim yang berisi orang-orang yang sudah menempelnya sejak dia menjabat Wali Kota Solo. Kelompok ini dikenal sebagai “Tim Solo”. “Wajar tim ini disebut ‘Tim Solo’ karena Jokowi berasal dari Solo dan anggotanya juga dari kota itu,” kata Eko Sulistyo, salah seorang anggota tim tersebut.
Eko, kini Deputi Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Kantor Staf Presiden, bercerita bahwa mulanya tim itu dibentuk untuk membantu Jokowi sewaktu menjadi wali kota. Tugas tim itu menyiapkan rencana blusukan Jokowi ke kampung-kampung dan memastikan dinas terkait membereskan masalah di lapangan. Awalnya tim tersebut beranggotakan Eko; Anggit Nugroho, mantan Pemimpin Redaksi Harian Joglosemar; dan Putut Gunawan, politikus PDI Perjuangan.
Gibran Rakabuming Raka (kiri) dan Kaesang Pangarep. TEMPO/Amston Probel
Ketika Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta, Anggit dan Eko diboyong. Sedangkan Putut tetap tinggal di Solo karena ingin berfokus pada pekerjaannya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Surakarta. Tugas Anggit dan Eko ketika di Jakarta tak jauh-jauh dari urusan blusukan. Eko mendata kampung yang punya problem berlarut-larut, lalu Anggit menyusun prioritas kunjungan. Jokowi turun ke lapangan berbekal data yang diolah Eko dan Anggit.
Kantor Anggit dan Eko pindah dari Balai Kota ke Istana setelah Jokowi dilantik sebagai presiden. Anggit menjadi sekretaris pribadi Jokowi, sedangkan Eko ditugasi di Kantor Staf Presiden. Anggit masih berkutat mengatur kunjungan Jokowi ke daerah-daerah dan memastikan kegiatan Presiden berjalan sesuai dengan rencana.
Eko tak banyak dilibatkan dalam mengatur blusukan Jokowi setelah bertugas di Kantor Staf Presiden. Menurut Eko, ia sempat sekali mengurus kunjungan Presiden ke barak pengungsi erupsi Gunung Sinabung di Karo, Sumatera Utara. “Lingkaran pembantu Presiden makin banyak seiring dengan tugas beliau yang makin kompleks,” ujar Eko.
Dari luar struktur, Jokowi cukup sering berdiskusi dengan orang-orang yang dikenalnya sejak di Solo. Salah satunya pengusaha Billy Haryanto, yang dikenal sebagai Billy Beras. Dari Billy, Jokowi sering mendapat informasi tentang kondisi harga beras di pasar. Billy, yang juga pengurus Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia, beberapa kali memimpin rombongan pedagang beras bertamu dan makan siang dengan Jokowi di Istana.
Kunjungan terakhir Billy bersama para pengusaha beras ke Istana terjadi pada 24 Januari lalu. Mewakili koleganya, Billy mengatakan harga dan stok beras di Pasar Induk Cipinang, Jakarta, terkendali. Menggaransi tak akan ada lonjakan harga yang signifikan, Billy menyarankan Jokowi tak perlu sering-sering blusukan ke pasar beras. “Saya jamin aman, makanya Presiden mau ke Cipinang saya larang. Ngapain? Kan, bikin capek?” katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo