Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MALAM sebelum peringatan Hari Tentara Nasional Indonesia pada 2017, Presiden Joko Widodo mengumpulkan perwira tinggi militer dari tiga angkatan di lantai 6 Aston Anyer Beach Hotel di Cilegon, Banten. Jokowi masygul karena pemimpin TNI masih menggembar-gemborkan isu kebangkitan komunisme. Menurut Jokowi, TNI semestinya memainkan peran yang lebih strategis, seperti menjadi pionir dalam penerapan teknologi mutakhir, sebagaimana militer Amerika Serikat.
Orang dekatnya yang hadir dalam pertemuan tersebut sempat deg-degan menyimak Jokowi berbicara cukup keras di depan tentara. Selama ini, Jokowi kerap digambarkan sebagai sosok pemimpin sipil berkarakter halus dan sungkan terhadap militer. Penentangnya bahkan menganggap Jokowi gampang disetir. Tapi, di Anyer, Jokowi menunjukkan sifatnya yang lugas, yang sebelumnya mungkin tak banyak diketahui selain oleh lingkaran utamanya.
Lawannya dalam pemilihan presiden 2019, Prabowo Subianto, dikenal memiliki sifat sebaliknya. Prabowo dianggap berkarakter tegas. Ia tak ragu-ragu menegur orang dengan nada tinggi meski sedang disorot kamera, seperti dalam debat ketiga calon presiden. Tapi, bagi orang-orang dekatnya, Prabowo adalah pria yang gemar guyon.
Misalnya, ketika pergi ke mal bersama mereka, Prabowo kerap menyamarkan penampilannya dengan memakai jaket, kacamata hitam, dan topi koboi. Prabowo lalu meminta anak-anak muda tersebut menerka berapa menit samarannya tak terbongkar. Bila terkaannya benar, Prabowo langsung memberikan US$ 100 kepada si penerka. Saat jalan-jalan di pusat belanja pula, menurut Dirgayuza Setiawan, salah satu orang dekatnya, “Pak Prabowo juga suka berjalan mengendap-endap dan tiba-tiba menutup mata saya atau kawan-kawan dari belakang.”
Liputan Khusus Pilpres 2019
Melalui mata orang-orang di ring-1 para kandidat, kita juga bisa melihat sisi lain calon wakil presiden Ma’ruf Amin dan Sandiaga Salahuddin Uno. Menurut seorang putrinya, Kiai Ma’ruf adalah seorang humoris. Adapun Sandiaga pada mulanya seorang pemalu. Sampai-sampai Mien Uno, ibunya, mendorong dia supaya berani berbicara di depan orang banyak sekaligus mengajarkan cara bertuturnya.
Para orang dekat tersebut pula yang ucapannya berpeluang didengarkan kandidat. Sandiaga, misalnya, amat mendengarkan ibunya. Sedangkan Ma’ruf memasang telinga untuk anaknya, Siti Ma’rifah.
Demikian pula Prabowo dan Jokowi. Dua dari tiga orang yang bisa memberikan saran sambil bentak-bentak di hadapan Prabowo adalah adiknya, Hashim Djojohadikusumo, dan anak tunggalnya, Ragowo Hediprasetyo alias Didiet. Sedangkan Jokowi dalam beberapa hal juga mengikuti saran dua putranya, Gibran Rakabuming dan Kaesang Pangarep.
Setelah kandidat terpilih, bukan tidak mungkin saran orang-orang dekat itu diserap menjadi kebijakan. Beberapa contoh pada pemerintah sebelumnya dan di luar negeri menunjukkan bahwa masukan orang dekat, yang mungkin tak ada dalam struktur pemerintahan, bisa mempengaruhi jalannya pemerintahan.
Selain keluarga, ring-1 kandidat bisa sahabat dan rekan kerja atau staf. Berdasarkan penelusuran kami dari lingkungan kerabat kandidat, mereka yang terlihat dekat belum tentu betul-betul akrab. Ada yang sok dekat, ada juga yang dulu dianggap orang kepercayaan tapi kini terpental. Sebaliknya, mereka yang tidak terdeteksi radar bisa jadi orang yang paling dekat.
Kami mendapati, misalnya, Ma’ruf Amin mengandalkan Akmal Marhali dalam kampanyenya. Akmal selama ini dikenal sebagai aktivis antisuap sepak bola nasional. Rupanya, Akmal menjadi anggota jemaah pengajian Kiai Ma’ruf sejak 2000. Kami juga menemui Cahyono, mantan kuli bangunan, yang 1 x 24 jam mendampingi Sandiaga Uno. Sehari-hari, asisten yang telah 20 tahun bekerja di keluarga Sandiaga itulah yang memegang telepon seluler dan dompet bosnya.
Di sisi Jokowi dan Prabowo, wajah-wajah lama yang berasal dari luar keluarga masih mendampingi. Anak muda di sekeliling Prabowo yang dia sebut “Kesatria Jedi”, yang diambil dari film Star Wars, sudah bersama Ketua Umum Gerindra itu pada pemilihan lima tahun lalu. Jokowi juga masih mengandalkan “Tim Solo”, yang sudah bersamanya sejak dia menjabat Wali Kota Surakarta.
Dalam pemilihan kali ini, dengan masa kampanye yang panjang dan penetapan calon jauh-jauh hari, masyarakat lebih leluasa menyigi riwayat hidup kandidat. Apalagi kedua calon presiden, Jokowi dan Prabowo, adalah kontestan 2014, yang profilnya sudah banyak diketahui. Itu sebabnya kami melipir ke orang di sekitar keduanya untuk melihat siapa saja yang berpotensi menjadi “pembisik” mereka bila kelak terpilih.
Pembaca, Rabu, 17 April ini, merupakan puncak hiruk-pikuk pemilihan umum. Jokowi, sang inkumben, melawan Prabowo, yang juga rivalnya pada 2014. Lima tahun lalu, Jokowi mengungguli Prabowo dengan suara 53,15 persen berbanding 47,85 persen. Dalam pemilihan kali ini, kedua kandidat akan memperebutkan 192 juta suara.
Semestinya, setelah surat suara dicoblos dan dimasukkan ke kotak, pemilih yang terbelah oleh pilihan politik bisa kembali berangkulan. Tapi hoaks dan disinformasi yang telah meracuni kehidupan publik membuat persoalan jauh lebih rumit. Mungkin kita hanya perlu lebih rileks seperti saat para kandidat guyon dengan orang-orang dekatnya.
TIM LIPUTAN KHUSUS PEMILIHAN PRESIDEN 2019
Penanggung Jawab: Anton Septian
Kepala Proyek: Reza Maulana, Hussein Abri Dongoran
Penulis: Devy Ernis, Erwan Hernawan, Hussein Abri Dongoran, Mahardika Satria Hadi, Mustafa Silalahi, Raymundus Rikang, Reza Maulana, Riky Ferdiyanto, Stefanus Pramono
Penyunting: Anton Aprianto, Anton Septian, Bagja Hidayat, Dody Hidayat, Kurniawan, Sapto Yunus
Periset Foto: Jati Mahatmaji
Bahasa: Uu Suhardi, Iyan Bastian, Hardian Putra Pratama
Desain: Djunaedi, Eko Punto Pambudi, Kendra Paramita, Rudi Asrori
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo