Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Sejarawan JJ Rizal menggugat PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) lantaran merugi akibat listrik padam massal pada 4 Agustus 2019 lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kala itu, puluhan ikan koi milik Rizal mati lantaran listrik padam selama 18 jam di daerah rumahnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam gugatan yang dilayangkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan itu Rizal mendaftarkan ada 26 ikan koinya yang mati. “Jumlah gugatannya sekitar Rp 14.650.000,” kata Rizal saat Tempo hubungi lewat sambungan telepon, Kamis, 15 Agustus 2019.
Dalam menggugat, Rizal tak sendiri. Bersama dua orang lainnya, mereka meminta PLN mengganti rugi ikan koi yang mati. Total keruhian immateril yang mereka layangkan sebesar Rp 150 juta, sementara kerugian materil Rp 54.250.000.
Meski begitu, Rizal mengatakan kalau gugatan tersebut bukan semata karena ikan koi mereka mati.
Menurut dia, PLN sebagai perusahaan negara diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan melanggar Undang-Undang Ketenagalistrikan Nomor 30/2009 Pasal 29 ayat 1 dan 2 terkait hak konsumen mendapatkan pasokan listrik. “Kami ingin membantu PLN berubah menjadi lebih baik lewat gugatan ini. Jadi bukan semata-mata karena ikan koi kami mati,” ucap Rizal.
Peristiwa listrik padam seharian pada 4 Agustus lalu dan tembus keesokan harinya tak hanya berimbas pada masyarakat di Jakarta, tetapi juga di Jawa Barat, Banten, hingga Bandung. Matinya listrik juga berimbas kepada terganggunya layanan transportasi umum seperti KRL dan MRT. Hal itu berawal dari gangguan beberapa kali pada Saluran Udara Tegangan Extra Tinggi (SUTET) 500 kV Ungaran- Pemalang.
Sebelumnya, pada Kamis, 8 Agustus 2019, dua warga Jakarta bernama Ariyo Bimmo dan Petrus CKL Bello telah lebih dulu menggugat PLN atas kematian ikan koinya akibat listrik padam. Mereka menuntut PLN membayar ganti rugi sebesar Rp 1,9 juta dan Rp 9,2 juta.