Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BOCOR ke sejumlah wartawan yang berada di Sochi, Rusia, foto Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto bersama Chief Executive Officer Rosneft Oil Company Igor Ivanovich Sechin itu beredar pada Jumat tiga pekan lalu. Disaksikan Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno, foto itu menunjukkan keduanya sedang menandatangani sesuatu.
Foto itu diambil di kamar 777 Hotel Radisson Blu Congress, Sochi, setelah Presiden Joko Widodo menerima Igor Sechin. Foto yang beredar itu, menurut sejumlah sumber yang ditemui di Sochi, merekam momen antara Rosneft dan Pertamina saat meneken nota kesepahaman pembangunan kilang minyak di Tuban, Jawa Timur. Namun, kepada wartawan yang hadir di sana, seorang anggota staf Istana Kepresidenan membuat woro-woro agar gambar tersebut tidak keluar di media massa.
Sebelum foto itu beredar, Rini sempat menggelar konferensi pers. Isinya: Rosneft akan menjalin kerja sama dengan Pertamina membangun kilang di Tuban senilai US$ 13 miliar atau Rp 170-an triliun. Ia mengatakan kesepakatan akan ditandatangani pada Kamis pekan berikutnya di Jakarta. Menteri Perindustrian di era Presiden Megawati Soekarnoputri ini sama sekali tak menyinggung bahwa MOU Pertamina-Rosneft telah diteken hari itu.
Terpilihnya Rosneft mengakhiri proses beauty contest yang digelar Pertamina. Sejak Oktober tahun lalu, perusahaan pelat merah ini mengundang sejumlah investor untuk membangun Kilang Tuban. Nama Saudi Aramco telah mencuat sebagai calon kuat pemenang proyek sejak Februari lalu. Dukungan Raja Salman membuat posisi perusahaan Arab Saudi itu di atas angin.
Namun Pertamina berbelok arah. Posisi Rosneft, yang masuk belakangan, justru lebih menguat. Apalagi setelah Dwi Soetjipto mempertemukan Igor Sechin dengan Rini Soemarno serta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said pada 28 April lalu. Rini meminta Pertamina memastikan kemitraan sektor hulu ke hilir terlaksana. "Kerja sama ini sangat penting, terutama untuk menjamin ketahanan energi nasional," ujarnya. Kerja sama antara Pertamina dan Rosneft memupus harapan Aramco.
Ditemui di kantornya, Selasa pekan lalu, Dwi membantah telah terjadi penandatanganan kesepakatan kerja sama dengan Rosneft di Rusia. "Itu bukan signing," kata Direktur Pengolahan Pertamina Rachmad Hardadi. Menurut Dwi, Pertamina saat itu belum selesai bernegosiasi dengan Rusia.
Salah satu yang dipersoalkan Pertamina, kata Dwi, mengenai realisasi hak Pertamina mengelola hulu minyak dan gas yang ditawarkan di Rusia. Perusahaan pelat merah Rusia yang berdiri pada 1993 itu dipilih sebagai pemenang karena menjanjikan Pertamina ikut mengelola dua blok minyak dan gas di Rusia bagian timur dengan porsi produksi 15 dan 20 persen. Dengan skema itu, Pertamina ingin memastikan ada tambahan pasokan 35 ribu barel per hari dan tersedia cadangan minyak hingga 200 juta barel dari Rusia.
Pertamina sebenarnya tidak memasukkan persyaratan itu dalam beauty contest. "Ini membuat posisi Rosneft kuat," ujar Rachmad. Kepastian mengenai aset yang akan diberikan ke Pertamina baru diperoleh pada detik-detik akhir sebelum rombongan Presiden Jokowi berangkat ke Rusia.
Pada hari yang direncanakan, Rosneft dan Pertamina meneken "ulang" nota kerja sama di Kantor Pusat Pertamina, Jalan Merdeka Timur, Jakarta, Kamis dua pekan lalu. Kali ini, kesepakatan diteken oleh Direktur Pengolahan Pertamina Rachmad Hardadi dan Vice President for Refining Petrochemicals, Commerce and Logistics Rosneft Didier Casimiro. "Perkawinan resminya di Jakarta," kata Rachmad. Bersama Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution dan Rini Soemarno, Dwi Soetjipto menyaksikan penandatanganan itu.
SEBELUM Presiden Jokowi menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN-Rusia, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said pergi ke Arab Saudi. Seorang pengusaha yang mengetahui rangkaian peristiwa tersebut mengatakan Sudirman pontang-panting melobi Aramco agar tetap membenamkan duitnya di Indonesia.
Menurut dia, Sudirman khawatir Aramco tersinggung begitu mengetahui Pertamina memilih Rosneft untuk menggarap Kilang Tuban. Apalagi Aramco bersedia mencurahkan investasi ke Kilang Tuban karena diperintah Raja Salman saat Jokowi berkunjung ke Arab Saudi pada September 2015. Semula, kata pengusaha itu, Aramco enggan berinvestasi di Indonesia karena kondisi pasar minyak dunia masih lesu.
Itu sebabnya, pengumuman di Sochi membuat Aramco meradang. "Aramco merasa diundang ke Indonesia, tapi kenapa Rusia yang dikasih," ujar pengusaha itu. Sudirman lalu mengajak Chairman Kingdom Holding Company Arab Saudi Al-Walid bin Talal bin Abdulaziz al-Saud bertemu dengan Jokowi di Istana Bogor, dua hari setelah Jokowi kembali dari Rusia. Hasilnya: pemerintah mengumumkan Aramco memperoleh tiga proyek kilang sekaligus, yakni Cilacap, Dumai, dan Balongan.
Di depan juru warta setelah mendampingi Jokowi, Sudirman mengatakan rencana Aramco menggarap tiga kilang sudah disepakati sebelum Al-Walid datang ke Istana Bogor. "Pekan lalu saya dari Arab Saudi," ujar Sudirman. Menurut dia, Aramco lebih tertarik mengembangkan kilang yang sudah ada. Apalagi, dijanjikan, mereka bisa masuk ke sektor hilir dan pemasaran.
Penandatanganan kontrak pengadaan konstruksi Kilang Cilacap dilakukan Dwi Soetjipto dan CEO Saudi Aramco Amin al-Nasser di Cilacap pada Senin dua pekan lalu. Proyek perluasan Kilang Cilacap itu menelan dana US$ 5 miliar. Adapun proyek kilang di Balongan dan Dumai diperkirakan membutuhkan biaya US$ 10-11 miliar.
Seusai penandatanganan itu, Vice President of International Operations Saudi Aramco Said al-Hadrami memaklumi alasan Pertamina memilih Rosneft untuk menggarap kilang Tuban. "Kami menghargai keputusan tersebut," kata Al-Hadrami kepada wartawan.
Aramco sebenarnya sudah mengincar Kilang Tuban sejak 2012. Perusahaan ini merupakan yang pertama menyampaikan proposal. Pertamina dan Aramco juga pernah bersepakat membentuk perusahaan patungan. Namun proyek itu tidak berlanjut. "Salah satunya karena persoalan lahan," ujar Al-Hadrami.
Sudirman mengakui melobi Saudi. "Saya harus menjaga hubungan baik dengan negara-negara Timur Tengah," kata Sudirman, yang ditugasi Jokowi sebagai menteri penghubung investasi Timur Tengah. Menurut Sudirman, setiap keputusan penting harus dibicarakan terbuka kepada calon investor agar tercipta saling respek.
Proyek perluasan yang diteken Pertamina dalam dua pekan terakhir itu merupakan bagian dari rencana perusahaan ini memperluas empat kilang yang sudah ada, yakni Cilacap, Dumai, Balongan, dan Balikpapan. Perluasan Kilang Balikpapan akan dikerjakan sendiri oleh Pertamina dengan nilai investasi US$ 2,6 miliar. Selain membangun kilang baru di Tuban, Pertamina berencana membangun kilang baru di Bontang. Perusahaan pelat merah ini menargetkan kapasitas kilang bisa menembus 2,23 juta barel per hari pada 2025.
MUNCULNYA Rosneft tak lepas dari peran Setiawan Djody. Sebagai Ketua Perhimpunan Indonesia-Rusia, Djody memiliki peran sentral mempromosikan Rosneft ke Pertamina. "Saya hanya mengenalkan. Selanjutnya sudah bisa antardireksi langsung," kata Djody, yang saat dihubungi Rabu pekan lalu tengah berada di Guangzhou, Cina.
Dwi Soetjipto memastikan tidak ada keterlibatan Djody dalam kerja sama antara Pertamina dan Rosneft. "Saya tidak pernah merasa ada pihak lain," ujarnya. Bantahan juga datang dari Deputi Menteri BUMN Bidang Energi Edwin Hidayat Abdullah. "Saya tidak pernah melihat dia," katanya melalui pesan WhatsApp, Jumat pekan lalu. Edwin menepis anggapan bahwa kerja sama Rosneft-Pertamina dipaksakan. Ia memastikan Pertamina sudah melakukan beauty contest dan pembicaraan telah berlangsung berbulan-bulan.
Kecurigaan justru muncul di Kementerian Energi. Seorang petinggi di kementerian itu mempertanyakan kenapa pemenang tender Kilang Tuban belum diputuskan saat Presiden Jokowi berkunjung ke Rusia. Apalagi, kata dia, Sudirman Said sengaja tidak dilibatkan karena dikhawatirkan bakal menjadi batu sandungan di sana.
Sumber di Pertamina menyebutkan kepastian kerja sama hulu minyak dan gas dengan Rosneft saat itu belum menemui titik temu. Menjelang keberangkatan rombongan Jokowi ke Rusia, menurut dia, direksi Pertamina harus menggelar rapat telekonferensi dengan calon mitranya di negara itu.
Pada hari itu, Dwi Soetjipto bolak-balik ke kantor Kementerian BUMN melaporkan perkembangan. "Saya ingin agar dipastikan aset upstream yang kita mau, bukan yang mereka kasih," kata Rini, ditirukan sumber di Kementerian BUMN. Rombongan Presiden berangkat ke Rusia pada pukul 00.50, sedangkan kepastian dari Rosneft baru diperoleh pada pukul 19.00. Karena waktunya sudah mepet, Rini berangkat menggunakan paspor hijau.
Setelah rombongan Indonesia tiba, menurut seorang petinggi di Kementerian BUMN, Rusia ngebet agar nota kesepahaman bisa segera diteken di Sochi. "Mungkin mereka melihat semua sudah oke, makanya Rusia mau segera teken," ujarnya.
Igor Sechin mengakui Rosneft mengincar Indonesia karena posisi geografis yang strategis. "Sangat logis bagi Rosneft menjalin kerja sama dengan Pertamina untuk berekspansi ke kawasan Asia-Pasifik," katanya dalam keterangan resmi.
Direktur Pengolahan Pertamina Rachmat Hardadi memastikan Rosneft tidak memperoleh perlakuan istimewa. Menurut dia, proses seleksi di Pertamina cukup panjang. Di tahap awal, Pertamina menyaring sekitar 400 perusahaan minyak di seluruh dunia. Dari situ muncul 36 perusahaan yang diperkirakan mampu memasok minyak mentah. Pada akhir Oktober 2015, tersisa sembilan perusahaan. Dua mengundurkan diri dan satu lagi digugurkan.
Pada Februari lalu, Pertamina menyatakan Saudi Aramco, Rosneft, Sinopec Cina, Kuwait Petroleum Internasional, T Oil, dan PTT Thailand lolos ke tahap berikutnya. Mereka kemudian diundang mengikuti CEO engagement untuk mengecek keseriusan kandidat, sekaligus menyusun kerangka kerja sama.
Aramco, yang sebelumnya diunggulkan, tidak mengirimkan perwakilan. "Kesempatan emas itu tidak dimanfaatkan," kata Rachmad Hardadi. Tiga minggu kemudian, baru Aramco mengirimkan surat keseriusannya kepada Pertamina.
Menteri Energi Sudirman Said mengakui tidak dilibatkan selama proses seleksi berlangsung. Namun Sudirman membantah anggapan bahwa ia dilangkahi, karena pemilihan mitra bisnis sepenuhnya tugas Pertamina sebagai korporasi. "Semoga pilihan pada Rosneft mempertimbangkan semua aspek, baik keuangan, teknis, maupun governance," ujarnya.
Agus Supriyanto, Ayu Prima Sandi (Jakarta), Arif Zulkifli (Sochi)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo